Riset: RI Bisa Hemat US$ 4 T Jika Net Zero Emission Tercapai pada 2050

Dok PLN
Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung.
Penulis: Happy Fajrian
17/3/2023, 14.43 WIB

Indonesi disebut dapat menghemat kebutuhan investasi hingga sebesar US$ 3,8 triliun atau sekitar Rp 58 kuadriliun, dan mencapai puncak emisi karbon tiga tahun lebih cepat jika target net zero emission berhasil dicapai pada 2050 atau satu dekade lebih cepat dari target pemerintah pada 2060.

Temuan ini merujuk pada laporan dari High-Level Policy Comission on Getting Asia to Net Zero yang diadakan Asia Society Policy Institute. Laporan terbaru bertajuk Getting Indonesia to Net Zero meneliti berbagai biaya, manfaat, dan dampak dari target net zero emission Indonesia pada 2060.

Laporan ini mengeksplorasi skenario di mana Indonesia meningkatkan ambisi untuk keluar dari pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batu bara lebih cepat pada 2040 dan mencapai net zero emission pada 2050.

Presiden Asia Society yang juga mantan Perdana Menteri Australia, Kevin Rudd, mengatakan bahwa laporan ini menunjukkan transisi ke net zero emission tidak hanya mengatasi krisis iklim, tetapi juga menawarkan peluang ekonomi yang signifikan bagi Indonesia.

“Dengan memprioritaskan tenaga surya dan angin serta berinvestasi dalam teknologi baru, Indonesia dapat menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan neraca perdagangan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Laporan ini memberi peta jalan bagi Indonesia mewujudkan manfaat dari transisi,” kata Rudd, Jumat (17/3).

Pada 2021, pemerintah Indonesia mengumumkan tujuan untuk mencapai net zero emission pada 2060. Laporan ini menunjukkan, jika Indonesia mencapai target emisi tahun 2060, investasi yang dibutuhkan mencapai US$ 5 triliun dan mengarah pada puncak emisi paling cepat 2030.

PDB Indonesia meningkat dalam jangka menengah sebanyak 5% tahun 2032, menciptakan hingga dua juta pekerjaan baru pada 2039, dan meningkatkan neraca perdagangan US$ 48 miliar. Namun, jika Indonesia menerapkan kebijakan dekarbonisasi yang lebih ambisius secara lebih cepat, investasi yang harus dikeluarkan bisa berkurang signifikan.

Memajukan target nol emisi bersih ke tahun 2050 sambil menghapus subsidi tenaga batu bara secara bertahap dapat mengurangi investasi ekonomi yang dibutuhkan menjadi US$ 3 triliun sambil mendorong PDB hingga 5,3% di atas baseline 2031.

Melakukan hal itu sambil juga memprioritaskan energi terbarukan berbiaya rendah seperti matahari dan angin dapat mengurangi biaya investasi hingga US$ 1,2 triliun, dan memungkinkan emisi mencapai puncaknya lebih cepat lagi, pada 2027.

Menurut Rudd, sebagai tuan rumah G20 pada 2022, Indonesia menekankan pentingnya pemulihan hijau dan transisi energi bersih secara global.

“Para pemimpin Indonesia bisa menggunakan pengalamannya untuk menggambarkan bagaimana pertumbuhan hijau dapat mendorong pembangunan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan, yang dapat memberi contoh penting bagi negara berkembang lainnya di Asia,” ujarnya.

Dalam skenario terakhir, dampak buruk dari transisi net zero pada pengeluaran rumah tangga juga dapat dikurangi setengahnya.

Target 2060 dapat menyebabkan penurunan pengeluaran rumah tangga sebesar US$ 189 miliar karena harga dan inflasi yang lebih tinggi. Namun target 2050 dengan fokus yang lebih kuat pada matahari dan angin dapat semakin mengurangi pengeluaran menjadi hanya US$ 63 miliar.

Mantan Menteri Keuangan Indonesia Muhamad Chatib Basri menyoroti pentingnya langkah-langkah untuk mendukung kelompok rentan.

Misalnya, dengan menggunakan kembali subsidi bahan bakar fosil, mengalihkan insentif dari sektor kotor ke sektor terbarukan, dan mempercepat penerapan pajak karbon, pemerintah dapat menggunakannya untuk membantu populasi yang rentan mengatasi kenaikan biaya hidup.

“Program sosial pemerintah dapat memberi dukungan pendapatan dan melatih kembali pekerja bahan bakar fosil untuk memanfaatkan peluang dalam ekonomi rendah karbon,” ujar Chatib.

Adapun laporan ini menawarkan tiga rekomendasi utama untuk dipertimbangkan oleh para pembuat kebijakan di Indonesia. Pertama, para pejabat dapat berfokus pada langkah-langkah kebijakan yang memanfaatkan transisi energi Indonesia untuk memberi manfaat nyata bagi rumah tangga lokal.

Kedua, pemerintah dapat memprioritaskan energi terbarukan yang berbiaya lebih rendah, khususnya tenaga surya dan angin. Ketiga, pemerintah dapat berinvestasi dalam pengembangan industri dan pekerjaan hijau.

Ban Ki-moon, mantan Sekjen PBB dan Presiden serta Ketua Global Green Growth Institute, mengatakan pemerintah Indonesia juga dapat mengirimkan sinyal kuat atas komitmennya untuk mencapai nol bersih dengan memastikan bahwa proyek-proyek industri baru yang besar benar-benar ‘hijau.’