Riset: Dunia Butuh US$ 110 Triliun untuk Capai Net Zero Emission 2050

KESDM
PLTS Likupang di Desa Wineru, Kecamatan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara.
Penulis: Happy Fajrian
21/3/2023, 16.23 WIB

Investasi global untuk transisi energi perlu ditingkatkan menjadi US$ 3,5 triliun atau sekitar Rp 53,7 kuadriliun (asumsi kurs Rp 15.345), jika target net zero emission ingin dicapai pada pertengahan abad ini atau pada 2050. Investasi tersebut akan berjumlah US$ 110 triliun atau Rp 1.687 kuadriliun.

Menurut laporan lembaga pemikir (think-tank) berbasis di Inggris, Energy Transitions Comission (ETC), berjudul “Financing the Transition: How to make the money flow for a net-zero economy”, jumlah tersebut 3,5 kali lebih besar yang telah dibelanjakan saat ini sebesar US$ 1 triliun atau Rp 15,3 kuadriliun.

Sekitar 68% dari dana tersebut, atau US$ 2,4 triliun, dibutuhkan untuk membangun pembangkit listrik energi terbarukan, transmisi, dan distribusi. Sekitar US$ 900 miliar untuk memperluas dan merenovasi jaringan untuk beberapa dekade mendatang, dan US$ 200 miliar untuk peningkatan fleksibilitas jaringan melalui fasilitas baterai.

Direktur ETC Mike Hemsley, mengatakan laporan tersebut menegaskan bahwa tidak ada hambatan mendasar yang sangat besar untuk transisi energi. “Namun sangat mengejutkan bahwa 70% dari dana yang harus dikumpulkan harus digunakan untuk elektrifikasi sistem kelistrikan,” ujarnya seperti dikutip Recharge, Selasa (21/3).

Jumlah yang menurut lembaga think-tank asal Inggris ini harus dibelanjakan demi target net zero emission 3,5 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan US$ 1 triliun per tahun yang dibelanjakan saat ini. “Laporan ini juga mengidentifikasi bahwa ada dua jenis pembiayaan yang berbeda secara konseptual yang diperlukan,” kata Hemsley.

Jenis pertama yaitu investasi “klasik” yang memberikan pengembalian ekonomi (return) untuk uang yang dibayarkan.

Kedua, pembayaran konsesi atau hibah yang pada dasarnya membayar seseorang untuk melakukan sesuatu yang mungkin tidak akan mereka lakukan tanpa adanya insentif ekonomi seperti menebang hutan atau menjalankan PLTU batu bara atau teknologi penangkapan karbon.

Seiring dengan investasi pembentuk pasar dalam jaringan listrik global, laporan ETC menyebut bahwa dibutuhkan investasi US$ 80 miliar yang diperlukan untuk memajukan sektor hidrogen bersih yang baru lahir.

Dana tersebut antara lain untuk mengembangkan pembangkit hidrogen hijau skala industri, dan jaringan pipa pendukung, stasiun pengisian bahan bakar, terminal impor dan ekspor, dan stasiun penyimpanan yang dibutuhkan.

Sementara untuk mendekarbonisasi transportasi di seluruh dunia akan membutuhkan US$ 130 miliar per tahun untuk mengembangkan infrastruktur pengisian dan pengisian bahan bakar untuk kendaraan darat, US$ 70 miliar untuk penerbangan berkelanjutan, dan US$ 40 miliar untuk pengapalan ramah lingkungan.

Membuat industri penghasil emisi berat bebas karbon secara global pada tahun 2050, menurut perhitungan ETC, akan membutuhkan US$ 70 miliar per tahun, termasuk US$ 10 miliar untuk mendekarbonisasi produksi baja.

Lalu dibutuhkan US$ 10 miliar untuk membangun penangkapan dan penyimpanan karbon ke pabrik semen, US$ 40 miliar untuk penghijauan proses industri kimia, dan US$ 10 miliar untuk menerapkan teknologi rendah karbon di peleburan dan kilang aluminium.

Laporan ETC menyoroti bahwa pengeluaran tahunan rata-rata yang diperlukan untuk memenuhi target nol bersih dapat diharapkan “diimbangi dengan pengurangan tahunan rata-rata sebesar US$ 500 miliar dalam investasi bahan bakar fosil”, sekitar 1,3% dari prospektif produk domestik bruto global selama 30 tahun ke depan.