Untuk mendukung pencapaian target net zero emission (NZE) 2060, PT Pertamina mengumumkan penerapan dua strategi, dekarbonisasi bisnis dan membangun bisnis hijau.
Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) Fadli Rahman mengatakan, ada enam inisiatif bisnis hijau yang saat ini tengah dibangun Pertamina, untuk mendukung tercapainya NZE 2060, atau bahkan lebih cepat.
Enam inisiatif tersebut, antara lain, produksi biofuel, pengembangan energi terbarukan, carbon sink, pengembangan hidrogen bersih untuk sektor transportasi dan industri, pengembangan baterai dan EV ecosystem serta perdagangan karbon.
"Penurunan emisi pada lingkup 1 dan 2 pada 2060 dari enam inisiatif tersebut, diperkirakan mencapai 25-30 juta ton setara CO2 atau berkontribusi sekitar 2% terhadap target NZE nasional," kata Fadli, dikutip dari Antara, Sabtu (22/4).
Sementara, produksi biofuel akan dilakukan di kilang-kilang Pertamina dengan target kapasitas mencapai 200.000 barel per hari pada 2060. Ini untuk produk hydrotreated vegetable oils (HVO) dan hydroprocessed esters and fatty acids (HEFA).
Kemudian, untuk pengembangan hidrogen bersih ditargetkan mencapai kapasitas produksi 1,8 juta ton per tahun 2040. Pengembangan hidrogen bersih salah satunya bersumber dari geothermal yang dikelola oleh Pertamina NRE.
Pertamina NRE juga berkolaborasi dengan sejumlah mitra strategis seperti Sembcorp, IGNIS, Keppel, Chevron, TEPCO, Krakatau Steel, dan Pondera dalam inisiatif pengembangan hidrogen bersih.
Energi terbarukan lainnya yang tengah dikembangkan oleh Pertamina adalah pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Saat ini, PLTS telah dibangun dan dimanfaatkan di sejumlah area operasi Pertamina. Ini termasuk implementasi di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang saat ini telah mencapai lebih dari 300 titik.
Selain itu, dekarbonisasi juga dilakukan melalui inisiatif carbon sink. Untuk mewujudkan ketahanan energi nasional, Indonesia masih membutuhkan energi fosil yang saat ini masih menjadi bisnis utama Pertamina.
Namun, untuk mengurangi emisi karbon di sektor hulu migas ini, inisiatif carbon sink dilakukan Pertamina melalui dua cara, yaitu carbon capture storage (CCS/CCUS) serta inisiatif nature based solutions (NBS).
Untuk CCS/CCUS, Pertamina bekerja sama dengan mitra strategis dari Jepang maupun Amerika Serikat (AS), sedangkan untuk NBS, kolaborasi dilakukan bersama dengan Perhutani.
"Sebagai perusahaan energi nasional terbesar, Pertamina memegang peran strategis untuk memastikan pemenuhan kebutuhan serta suplai energi ke masyarakat saat ini dan di saat yang sama Pertamina juga memastikan ketahanan energi bagi generasi mendatang, salah satunya melalui pengembangan energi hijau," kata Fadli.
Ia menambahkan, pada 2022 Pertamina menduduki posisi kedua skor environment, social, and governance (ESG) di sektor minyak dan gas terintegrasi. Tahun sebelumnya, Pertamina berada di posisi ketujuh.
Dari rentang 2010 hingga 2021, Pertamina juga telah menurunkan emisi mencapai 29,07% atau 7,4 juta ton setara CO2. Penurunan tersebut dikontribusikan oleh beberapa aktivitas, di antaranya penurunan emisi dari proses, penurunan emisi dari proses pembakaran, efisiensi energi, dan penggunaan energi rendah karbon.