Pakar: Tak Cukup JETP, Transisi Energi RI Butuh Rp 600 T hingga 2025

PLN
Foto udara pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Poso ekstensi tahap 2 berkapasitas 4×50 Mega Watt (MW).
Penulis: Nadya Zahira
21/8/2023, 17.20 WIB

Pemerintah telah menyepakati pendanaan transisi energi melalui kemitraan Just Energy Transition Partnership (JETP). Nilainya mencapai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 310 triliun yang bisa digunakan dalam dua sampai tiga tahun kedepan.

Analis Kebijakan Energi International Institute of Sustainable Development (IISD) Anissa Suharsono menilai, dana JETP sebesar Rp 300 triliun tersebut tidak akan cukup untuk membiayai keseluruhan transisi energi sampai Indonesia bisa mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat.

“Pembiayaan yang dibutuhkan untuk keseluruhan transisi energi sampai mencapai net zero lebih besar lagi, berkali-kali lipat dari US$ 20 miliar itu. JETP akan cukup jika mencapai Rp 500 triliun hingga 2025,” ujarnya dalam diskusi bertajuk "Mendorong RUPTL Hijau yang Ambisius Setelah Komitmen JETP", di Jakarta, Senin (21/8).

Oleh sebab itu, dia meminta pemerintah untuk jangan hanya bergantung terhadap pendanaan dari JETP saja. Pasalnya, banyak sumber pendanaan lain yang sebetulnya bisa diexplore atau digunakan untuk membantu Indonesia menuju transisi energi.

Dia mencontohkan, biaya yang bisa digunakan seperti berasal dari subsidi, insentif, investasi dari BUMN atau pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan publik yakni bank BUMN.

“Justru pendanaan seperti itu seharusnya yang menjadi paling pertama bergerak dalam mendukung transisi energi, karena kendalinya langsung ke pemerintah dan memiliki pengaruh terhadap aliran keuangan yang jauh lebih besar,” ujarnya.

Selaras dengan hal ini, Analis Energi Institute of Energy Economic and Financial Analysis (IEEFA) Putra Adhiguna juga setuju bahwa pendanaan JETP sebesar Rp 300 triliun tersebut belum mampu untuk membiayai keseluruhan transisi energi.

Menurut dia, jumlah itu masih sangat kecil dan hanya bisa membantu menggulirkan infrastruktur awal untuk transisi energi.

“JETP sebenarnya adalah komitmen awal yang bisa menggulirkan bolanya saja. Pendanaan ini hanya mampu membantu untuk memulai program transisi energinya saja, tapi kalau untuk membiayai keseluruhan untuk transisi energi jumlahnya masih sangat jauh,” kata dia.

Dia mengatakan, pendanaan JETP untuk bisa membiayai keseluruhan transisi energi kurang lebih sekitar Rp 500-600 triliun yang bisa digunakan hingga 2025. Namun demikian, menurut dia estimasinya bermacam-macam, “Jadi angka itu masih sangat relatif, tapi kalau hanya Rp 300 triliun tidak cukup,” ujarnya.

JETP Hanya Fokus pada Pembangkit Listrik

Sebelumnya, Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan skema pendanaan JETP senilai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 310 triliun hanya mengakomodir program terminasi pembangkit listrik fosil. JETP juga hanya menyasar pembangunan pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT).

"JETP hanya fokus pada power, listrik, padahal untuk mencapai net zero harus mengikis emisi dari sektor industri, transportasi, energi, dan sektor perumahan," kata Fabby di Djakarta Theater pada Sabtu (24/6).

Fabby menilai keberhasilan mewujudkan NZE 2060 bergantung pada kemauan politik pemerintah untuk mempercepat pengembangan energi baru dan terbarukan. Satu di antaranya adalah memperbaiki tata kelola instalasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap yang dinilai masih belum optimal.

"Jadi kalau kita ingin mencapai net zero, maka semua sektor energi itu harus diturunkan. Harus ada kemauan politik yang diturunkan dalam bentuk regulasi yang mendukung," ujar Fabby

JETP pertama kali diluncurkan pada KTT Perubahan Iklim PBB ke-26 di Glasgow, Skotlandia pada 2021. Program ini merupakan inisiasi kelompok negara-negara kaya yang tergabung dalam IPG antara lain Inggris, Prancis, Jerman, Amerika Serikat (AS), dan Uni Eropa (UE).

Program pendanaan ini untuk membantu negara-negara berkembang meninggalkan energi batu bara. Sekaligus mendorong transisi ke penggunaan teknologi yang lebih rendah karbon.

Indonesia adalah salah satu negara yang berpotensi menerima pendanaan tersebut. Indonesia diperkirakan membutuhkan investasi transisi energi mencapai US$ 25-30 miliar atau sekitar Rp 393-471 triliun selama delapan tahun ke depan.

Reporter: Nadya Zahira