Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) meminta kepada sektor perbankan agar bisa berperan lebih besar lagi dalam penyaluran kredit bagi pekerjaan atau proyek hijau di Indonesia.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, perbankan Indonesia saat ini masih mencari keuntungan, sehingga belum menyalurkan pembiayaan yang lebih banyak bagi proyek hijau, baik itu bangunan hijau, jalan tol hijau, hingga lahan hijau.
“Perbankan di Indonesia itu masih suka cari untungnya saja, belum berpikir ke jangka panjang,” ujar Purbaya saat ditemui kepada awak media di Jakarta, Rabu (27/9).
Dia menyebutkan, perbankan menyalurkan pendanaan untuk proyek hijau baru berkisar ratusan triliun rupiah. Menurutnya, angka tersebut masih berkisar sedikit karena total penyaluran kredit perbankan bisa mencapai hingga ribuan triliun.
Dengan demikian, Purbaya meminta Otorita Jasa Keuangan (OJK) untuk lebih berperan aktif dalam mendorong perbankan agar mereka bisa menyalurkan kreditnya untuk proyek energi dalam mendukung adanya transisi energi di Indonesia.
"Bisa saja penyaluran perbankan sudah dimulai, tapi mereka belum signifikan sekali kreditnya yang berhubungan dengan hijau. Maka OJK harus berperan lebih aktif lagi, kalau LPS hanya doakan saja, karena kami kan di belakang,” kata dia
Selain itu, dia menuturkan perusahaan-perusahaan di Indonesia juga harus mulai memikirkan ide investasi yang masih berkaitan dengan transisi energi atau berkelanjutan. Mengingat Indonesia memiliki target untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) 2060 atau lebih cepat.
Namun demikian, dia menuturkan bahwa LPS tidak bisa melakukan banyak upaya untuk bisa mendorong perbankan agar lebih signifikan lagi dalam penyaluran pendanaan hijau. Meski begitu, LPS juga memberikan dukungan untuk transisi energi melalui kebijakan investasi instrumen obligasi yang hijau, dan mendorong penanaman mangrove.
“Kami masukkan ke obligasi hijau itulah. Kami fasilitasi juga investasi hijau, mempertemukan pelaku usaha dengan konservasi alam,” ujarnya.
Di sisi lain, dia mengatakan pemerintah perlu mengingat, apakah kebijakan untuk transisi energi menuju energi bersih ini sudah tepat atau belum. Pasalnya, Indonesia memiliki target bauran emisi sebesar 23% pada 2025, namun hingga saat ini baru tercapai 12,5% dan permasalahan polusi udara belum juga selesai.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Yudo Dwinanda Priaadi mengatakan, Kementerian ESDM bersama para stakeholder telah melakukan berbagai program dalam upaya menurunkan emisi gas rumah kaca, salah satunya pemanfaatan tenaga surya yang potensinya besar di Indonesia.
Kita punya target menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 358 juta ton pada 2023, ke depan upaya kita ini tentunya bersama akan semakin mengurangi emisi karbon,” ujar Yudo dalam acara Forum Sinergi BUMN-Swasta, Jakarta, Senin (14/8).
Dia menambahkan bahwa ke depannya Kementerian ESDM juga akan semakin mementingkan transisi energi yaitu, penggunaan dari fosil menuju energi baru terbarukan (EBT) salah satunya seperti penggunaan kendaraan listrik yang sedang dorong oleh pemerintah.