Investasi Energi Baru Terbarukan Anjlok, Pengusaha Tunggu JETP

ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/aww.
Pekerja membersihkan panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di pulau wisata Gili Trawangan, Kecamatan Pemenang, Tanjung, Lombok Utara, NTB, Kamis (10/8/2023). Menurut data PLN NTB saat ini kontribusi energi baru terbarukan (EBT) di NTB sekitar 3,46 persen dari total energi produksi pembangkit yang dari jumlah tersebut tenaga surya berkontribusi sebesar 1,69 persen, air sebesar 1,43 persen dan biomassa sebesar 0,34 persen.
7/12/2023, 20.00 WIB

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan realisasi investasi energi baru terbarukan  dan konservasi energi (EBTKE) anjlok dibandingkan tahun lalu. Pada periode Januari-November 2023, realisasi investasi tersebut baru mencapai US$ 1,17 miliar. 

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan realisasi investasi EBTKE di tahun ini masih jauh dari target yaitu mencapai US$1,8 miliar.

“Angka tersebut memang belum bisa mencapai target dan lebih rendah dari capaian realisasi investasi EBTKE pada Desember 2022 yang sebesar US$ 1,55 miliar,” ujar Dadan saat dihubungi Katadata.co.id, Kamis (7/12).

Dadan menjelaskan, alasan investasi EBTKE di Indonesia pada tahun ini kemungkinan lebih rendah dari tahun sebelumnya. Pasalnya, investasi EBTKE menemui sejumlah hambatan seperti kendala financial close proyek, mundurnya proyek lelang di wilayah kerja panas bumi, hingga mundurnya jadwal proses pengadaan EBT oleh PT PLN. 

“Tapi meski begitu kami tidak diam saja, pada tahun ini Kementerian ESDM juga menargetkan adanya peningkatan kapasitas EBT sebesar 386,5 megawatt (MW),” kata dia. 

Dia mengatakan, target investasi EBTKE akan lebih besar lagi tahun depan yakni mencapai US$ 2,075 miliar. Target tersebut sudah berdasarkan dokumen rencana strategis. 

Analis Energi Institute of Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Putra Adhiguna,  mengatakan tren investasi EBTKE sampai dengan November 2023 memang bisa menjadi pencapaian terendah sejak 2017.  Dia memprediksi investasi EBTKE akan berada dalam kisaran US$ 1,3 miliar di tahun ini. 

“Jadi dari angka realisasi investasi tersebut memang ada perlambatan, yang mudah-mudahan hanya sementara,“ kata Putra saat dihubungi Katadata.co.id, Kamis (7/12). 

Putra berharap, perlambatan investasi EBTKE tersebut hanya sesaat karena banyak pelaku usaha yang menunggu realisasi program seperti Just Energy Transition Partnership (JETP).

"Wajar bagi pelaku usaha menunggu kepastian regulasi dan inisiatif seperti JETP, karena mereka tentu menanti sekiranya ada titik fokus atau insentif tertentu,” kata dia.

Putra mengatakan, target investasi EBTKE yang ditargetkan pada tahun ini sudah cukup realistis dan diharapkan bisa didorong lebih agresif dengan adanya skema pendanaan JETP, “Pada tahun depan juga akan menjadi ujian pertama bagi pemerintah, apakah Perpres 112 dan JETP berhasil bisa mendorong kepastian investasi EBT," kata dia. 

JETP Dinilai Tak Sentuh Masyarakat Daerah

Namun demikian, JETP dinilai tidak menyentuh masyarakat di daerah dan pesisir. Padahal, masyarakat di daerah yang paling banyak menerima dampak dari transisi iklim.

"JETP hanya dibicarakan pada tataran pusat dan provinsi sementara di tingkat papak yang menerima dampak di tingkat bahwa tidak dilibatkan," kata Direktur Srikandi Lestari, Mimi Surbakti, dalam acara Dialog Masyarakat Sipil JETP di Jakarta, Senin (13/11).

Mimi mengatakan, dirinya tidak menemukan implementasi kata adil dalam Dokumen Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) JETP. Tidak dilibatkannya masyarakat daerah dalam dokumen tersebut menyebabkan mereka menjadi objek dari sebuah kebijakan yang diatur oleh pemerintah pusat.

"Ini yang menyebabkan kata just itu gak berkeadilan, karena mereka diabaikan," ujarnya.

Hal senada dikatakan Ketua Walhi Maluku Utara, Faisal Ratuela. Dia tidak menemukan pembahasan mengenai pulau dan pesisir kecil khususnya Maluku Utara. Padahal, daerahnya memiliki dua pabrik nikel yang digunakan untuk transisi energi yang juga berpotensi mencemari lingkungan.

Sementara itu, Wakil Kepala Sekretariat JETP Paul Butarbutar mengatakan pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan sejumlah pihak. Namun, dia mengakui belum melakukan komunikasi ke sejumlah elemen di daerah.

"Bahwa kita belum pernah ke daerah itu betul, bagaimana kita berkomunikasi dengan pemerintah daerah," ujarnya.

Kemitraan JETP merupakan inisiatif pendanaan transisi energi senilai lebih dari US$ 20 milyar atau setara dengan Rp 310 triliun yang disepakati antara Indonesia dan negara-negara maju yang tergabung dalam International Partners Group (IPG). Kesepakatan dilakukan di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, November 2022.

IPG terdiri atas pemerintah Jepang, Amerika Serikat, Kanada, Denmark, Uni Eropa, Jerman, Prancis, Norwegia, Italia dan Inggris Raya. 




Reporter: Nadya Zahira