Indonesia Business Council (IBC) meluncurkan White Paper berjudul "Preparing an Innovative and Globally Competitive Carbon Market in Indonesia: Strategic Actions Towards Impactful Carbon Market" pada Selasa (19/3). Laporan tersebut berisikan konsep bursa karbon (carbon market) di Indonesia.
IBC juga merekomendasikan aksi-aksi untuk mendorong perkembangan bursa karbon di Indonesia. Chief Operating Officer Indonesian Business Council William Sabandar mengatakan rekomendasi terdiri dari dua formula yaitu jangka pendek (short term) dan jangka panjang (long term).
“Report ini merekomendasikan dua hal yang kita sebut formula 5 dan 3. Formula 5 adalah yang short term,” kata William dalam acara Expanding Indonesia’s Carbon Market: Opportunities for Economic Growth and Sustainability yang diselenggarakan IBC dan Katadata, di Jakarta, Selasa (19/3).
Dalam formula jangka pendek untuk mendorong akselerasi bursa karbon di Indonesia IBC merencanakan pembangunan Carbon Market Impact Center (CMIC). William mengatakan IBC dalam waktu singkat dapat membangun CMIC menjadi tempat bertanya segala hal terkait bursa karbon.
“Kalau ada yang bertanya carbon market itu apa dan segala macam, temen-temen industri di fasilitasi atau orang-orang ingin mempunyai ketertarikan tentang itu terfasilitasi,” ucap William.
Selain itu, ia mengatakan CMIC bisa menjadi tempat pemerintah untuk memberikan edukasi kepada privat sektor terkait kebijakan bursa karbon. Selanjutnya IBC juga akan meningkatkan SRN PPI sebagai Registri Nasional Terintegrasi untuk karbon.
Pada tahap ketiga IBS akan mendorong sektor publik untuk segera menentukan dan menghitung batas emisi (PTBAE) di tingkat entitas. Cara lain adalah dengan mendorong pemain Industri mendapatkan peluang pendanaan & fasilitas hibah oleh IEF/BPDLH.
“Mendorong sebuah struktur pendanaan yang ada, yang sekarang ada di beberapa tempat termasuk di Kementerian Keuangan,” ujar William. Selanjutnya IBC menargetkan pengakuan industri melalui Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI).
Untuk formula jangka panjang IBC akan mendorong akselerasi bursa karbon di Indonesia. Beberapa langkah yang disiapkan adalah mengusulkan sebuat unit atau task force yang mengkoordinasi upaya-upaya percepatan bursa karbon di Indonesia.
Selain itu IBC mendorong pembentukan peta jalan lerdagangan karbon yang secara komprehensif memetakan rantai pasokan. Council juga akan menilai kembali peta jalan pertukaran karbon dengan memasukkan praktik terbaik global dengan secara aktif terlibat dengan industri.
Nilai Bursa Karbon Capai Rp 31,36 Miliar
Sementara itu Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Inarno Djajadi, mengatakan implementasi perdagangan karbon di indonesia merupakan salah satu upaya Indonesia untuk mendukung target pemenuhan NDC Indonesia di tahun 2060. Menurut Inarno hal itu perlu dilakukan lantaran Indonesia memiliki potensi carbon credit yang besar baik dalam hal permintaan dan penawaran.
Inarno mengatakan hingga saat ini telah terdaftar 52 Pengguna Jasa pada Bursa Karbon semenjak diluncurkannya pada 26 September. Pengguna tersebut berasal dari sektor energi, kehutanan, lembaga jasa keuangan (perbankan dan sekuritas), konsultan, dan sektor lainnya, termasuk media.
Hingga 18 Maret 2024, total akumulasi volume transaksi Bursa Karbon Indonesia sebesar 501.956 ton CO2e dengan nilai Rp31,36 miliar. Dari transaksi tersebut, sebesar 182.293 ton CO2e telah dilakukan retired melalui Bursa Karbon.
"Meski saat ini transaksinya masih terbilang kecil dibandingkan dengan potensinya, saya optimis di masa depan Bursa Karbon kita masih akan terus berkembang pesat," ujar Inarno.
Namun, dia mengatakan, optimisme ini sulit diwujudkan tanpa dukungan dari berbagai pemangku kepentingan terkait. Untuk mengoptimalisasi ekosistem perdagangan Karbon ini, OJK secara aktif terus melakukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait.