Greenpeace Tolak Padi Hasil Rekayasa Genetika Golden Rice di Filipina
Kampanye oleh Greenpeace berhasil meyakinkan pengadilan tinggi di Filipina untuk membatalkan budidaya komersial tanaman hasil rekayasa genetika (GM) Golden Rice yang disetujui pada 2021. Golden rice atau padi emas dikembangkan untuk mengatasi kekurangan vitamin A, penyebab utama kecacatan dan kematian di kalangan anak-anak di banyak bagian dunia.
Greenpeace dan petani lokal di Filipina berargumen bahwa Golden Rice belum terbukti aman, dan klaim tersebut didukung oleh pengadilan. Putusan pembatalan ini disambut sebagai "kemenangan monumental.”
Namun, banyak ilmuwan yang menyatakan tidak ada bukti bahwa Golden Rice berbahaya. "Keputusan pengadilan ini adalah bencana. Keputusan ini sepenuhnya bertentangan dengan ilmu pengetahuan, yang tidak menemukan bukti adanya risiko terkait Golden Rice, dan akan mengakibatkan ribuan anak meninggal dunia," kata Profesor Matin Qaim dari Universitas Bonn, anggota Golden Rice Humanitarian Board yang mempromosikan introduksi tanaman ini, seperti dikutip dari The Guardian pada Senin (27/5).
Keputusan ini ditentang oleh pemerintah Filipina dan para ahli pertanian. Mereka optimistis keputusan pengadilan ini kemungkinan besar akan dibatalkan dalam waktu dekat. Namun, kemunduran ini diperkirakan berdampak signifikan. Negara-negara lain seperti India dan Bangladesh, yang juga menghadapi masalah defisiensi vitamin A, mungkin akan terhalang untuk menanam Golden Rice.
Vitamin A ditemukan dalam banyak makanan di negara Barat. "Namun di negara-negara berkembang, vitamin ini sangat kurang dalam diet, yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan akibat infeksi umum pada anak-anak, dan merupakan penyebab utama kebutaan anak yang dapat dicegah di dunia," kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Defisiensi ini menyebabkan kematian lebih dari 100.000 anak setiap tahun.
Golden Rice Dinyatakan Aman di AS, Australia, dan Selandia Baru
Golden Rice telah terbukti menjadi sumber vitamin A yang efektif bagi manusia. Amerika Serikat (AS), Australia dan Selandia Baru telah menyatakan bahwa Golden Rice aman. Namun, tiga dekade setelah pengembangannya, tanaman ini masih belum ditanam secara komersial. Hal ini disebabkan oleh oposisi vokal dari gerakan hijau terhadap penanaman tanaman hasil rekayasa genetika, terlepas dari manfaat potensial yang dimilikinya.
Pada 2016, lebih dari 150 pemenang Nobel menandatangani surat terbuka yang menyerang Greenpeace karena berkampanye menentang Golden Rice dan tanaman rekayasa genetika lainnya. Menurut mereka, Greenpeace telah salah merepresentasikan risiko, manfaat, dan dampak tanaman pangan hasil rekayasa genetika. "Belum pernah ada satu pun kasus yang dikonfirmasi tentang dampak kesehatan negatif bagi manusia atau hewan dari konsumsi tanaman ini."
Namun, Greenpeace tetap bersikukuh bahwa ada masalah khusus dengan Golden Rice. Para petani - yang membawa kasus ini bersama Greenpeace dan ilmuwan lokal - saat ini menanam berbagai jenis padi. Mereka menanam benih bernilai tinggi yang telah mereka kembangkan selama beberapa generasi.
"Mereka (petani) khawatir jika varietas organik atau warisan mereka tercampur dengan padi hasil rekayasa genetika yang dipatenkan, hal itu bisa merusak sertifikasi mereka, mengurangi daya tarik pasar mereka dan akhirnya mengancam mata pencaharian mereka," ungkap Kepala Greenpeace Filipina Wilhelmina Pelegrina.
Mengandalkan sistem tanaman tunggal untuk mengatasi malnutrisi akan mengurangi ketahanan dan meningkatkan kerentanan terhadap dampak iklim. "Jika tidak berhasil, petani dan konsumen yang akan menanggung kerugian," kata Wilhelmina.
Menurutnya, ada solusi yang lebih praktis dan terbukti untuk mengatasi kekurangan vitamin A seperti program suplementasi makanan dan mendukung masyarakat untuk menanam berbagai tanaman termasuk yang kaya vitamin A. "Itulah yang seharusnya menjadi fokus perhatian dan investasi," ujarnya singkat.