Hong Kong - Amerika Serikat masih optimistis dengan kelanjutan program Kemitraan Transisi Energi yang Berkeadilan (JETP) di Indonesia meski sulit diimplementasikan.
Direktur Pelaksana Pendanaan Perubahan Iklim di Kantor Utusan Khusus Presiden AS untuk Perubahan Iklim, Leonardo Martinez-Dias mengatakan program JETP di Indonesia dan Afrika Selatan masih terus berjalan.
"Memang lebih sulit dari kedengarannya, tapi pemerintah dan swasta bisa mencapai kesepakatan (soal JETP)," kata Martinez-Dias dalam konferensi keuangan berkelanjutan di Hong Kong, Rabu (30/10).
Menurutnya, dana ini penting untuk membiayai proyek berkelanjutan antara pemerintah dan swasta. Namun, negara terkait perlu mengidentifikasi lebih lanjut proyek yang dimaksud.
"Dalam beberapa kasus, perlu dialog," katanya.
Dia juga optimistis proyek ini bisa berjalan dalam waktu beberapa tahun. "Harapannya, pemerintah dan swasta bisa mencapai kesepakatan." kata Martinez-Dias.
JETP pertama kali diluncurkan pada KTT Perubahan Iklim PBB ke-26 di Glasgow, Skotlandia pada 2021. Program ini merupakan inisiasi kelompok negara-negara kaya yang tergabung dalam IPG antara lain Inggris, Prancis, Jerman, Amerika Serikat (AS), dan Uni Eropa (UE).
Program pendanaan ini untuk membantu negara-negara berkembang meninggalkan energi batu bara sekaligus mendorong transisi ke penggunaan teknologi yang lebih rendah karbon. Adapun, dana yang disiapkan mencapai US$ 20 miliar atau setara Rp 313 miliar.
Sebelumnya, Perusahaan Pembiayaan Pembangunan Internasional AS telah sepakat mengucurkan dana JETP senilai US$ 1 miliar pada Juli 2024. Dana tersebut satu paket untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi yang dibangun Medco.