Indonesia Berpotensi Kehilangan Investasi Jika Minim Energi Baru Terbarukan

ANTARA FOTO/Abriawan Abhe
Sebuah kendaraan alat berat beroperasi di area pembangunan Pembangkit Listirk Tenaga Bayu (PLTB) di Desa Mattirotasi, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, Selasa (28/11).
31/10/2024, 17.35 WIB

Lembaga Think Tank energi, Purnomo Yusgiantoro Center (PYC), menyatakan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia menjadi pertimbangan perusahaan multinasional untuk berinvestasi di Indonesia. Perusahaan global bisa membatalkan investasinya jika sulit mengakses EBT di Indonesia.

Koordinator Peneliti PYC, Massita Ayu, mengatakan pengembangan EBT di Indonesia sangat diperlukan di tengah upaya perusahaan multinasional dalam memenuhi permintaan pasar ekspor yang mewajibkan penggunaan energi bersih.

"Jadi potensi besar karena sekarang di industri, perusahaan multinasional banyak yang tergabung dalam RE (renewable energy) 100. Dimana industri yang berada dibawah mereka harus menggunakan energi bersih harus 100 persen itu," ujar Ayu dalam konferensi pers, di Jakarta, Kamis (31/10).

Ayu mengatakan terdapat beberapa perusahaan atau industri besar dunia yang gagal melakukan investasi di Indonesia karena tidak tersedianya listrik dari pembangkit EBT. Selain itu, perusahaan yang akan membangun pabrik di kawasan industri juga memaksa tersedianya energi bersih untuk operasional pabriknya.

"Kalau tidak bisa, mereka mengancam akan keluar dari Indonesia," ujarnya.

Menurutnya, hal tersebut terjadi karena penggunaan energi bersih bukan lagi menjadi pemanis bagi industri yang mengirim produknya ke beberapa negara di dunia. Industri yang tidak menggunakan energi bersih berpotensi menghadapi penolakan ekspor oleh beberapa negara di Eropa.

"Beberapa dari mereka, energi bersih adalah hidup dan mati karena kalau mereka tidak bisa 100 persen energi terbarukan, mereka tidak bisa ekspor ke negara tertentu," ucapnya.




Reporter: Djati Waluyo