Tunggu Putusan Kebijakan Antideforetasi Uni Eropa, GAPKI: Industri Bisa Bersiap

ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/agr
Pengunjung mengunjungi stan pameran industri kelapa sawit di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis (7/11/2024).
Penulis: Ira Guslina Sufa
7/11/2024, 19.01 WIB

Pelaku industri kelapa sawit berharap Uni Eropa menyepakati penundaan pemberlakuan European Union Deforestation Regulation (EUDR) atau kebijakan anti deforestasi. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono mengatakan implementasi EUDR berpotensi ditunda hingga akhir tahun depan. 

“Penundaan implementasi EUDR menjadi 31 Desember 2025 memberikan waktu bagi Indonesia mempersiapkan tata kelola produksi kelapa sawit yang lebih baik,” ujar Eddy dalam Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2024 di Bali Convention Center, Kamis (7/11).  

Aturan EUDR mengharuskan importir komoditas membuktikan barang mereka tidak ditanam di lahan deforestasi. Perusahaan harus memetakan dan melacak rantai pasok hingga hulu, jika ingin menembus pasar Eropa. Penerapan aturan tersebut bisa menyebabkan sebagian produksi CPO Indonesia tidak bisa ekspor ke eropa.

Menurut Eddy, kabar pemberlakuan kebijakan anti deforestasi pada akhir 2024 sebelumnya telah menyebabkan fluktuasi harga komoditas akibat kekhawatiran terhadap keamanan distribusi. Rencana kebijakan itu juga menyebabkan terjadinya instabilitas tingkat inflasi serta keterbatasan pasar. 

Ia menilai, rencana penundaan justru memberi waktu bagi pemerintah dan pelaku industri untuk memperbaiki data baik yang berkaitan dengan lahan maupun yang berkaitan dengan sawit yang diproduksi. Penerapan EUDR menjadi salah satu isu yang dibahas para pelaku industri 

Sekretaris Jenderal Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC), Rizal Affandi Lukman mengatakan Uni Eropa saat ini tengah mempertimbangkan apakah kebijakan anti deforestasi akan berlaku 31 Desember 2024 atau setahun setelahnya yaitu pada 31 Desember 2025.

Potensi penundaan muncul seiring dengan alotnya pembicaraan di internal parlemen Uni Eropa soal dampak yang mungkin ditimbulkan akibat penerapan EUDR. Keputusan akan ditetapkan pada sidang umum UE yang berlangsung 14 November mendatang. 

Gelaran Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2024, Nusa Dua, Bali, Kamis (7/11) (Katadata)

Dampak Penerapan EUDR

Dalam forum IPOC 2024, Rizal mengatakan pemberlakukan kebijakan anti deforestasi memberikan tantangan yang kompleks dalam memastikan rantai pasok minyak kelapa sawit dan produk turunan sawit. Hal itu lantaran adanya kewajiban untuk memenuhi persyaratan ketertelusuran atau tracing yang ketat. 

Bila EUDR jadi diterapkan maka seluruh proses di industri sawit mulai dari  pemanenan oleh petani kecil hingga memasok ke pabrik, memerlukan dokumentasi yang terperinci untuk memastikan kepatuhan terhadap standar bebas deforestasi yang ditetapkan oleh UE.

“Ketertelusuran ini meluas melalui tahap penyulingan dan hingga ekspor, baik minyak kelapa sawit dikirim langsung ke UE atau tidak langsung melalui negara pihak ketiga,” ujar Rizal. 

Menurut Rizal pemberlakuan EUDR tidak hanya berkaitan dengan sawit tetapi juga untuk produk yang bersumber dari kopi, kakao, karet, kedelai, dan kayu. Kebijakan ini juga dinilai akan berdampak buruk lantaran adanya klasifikasi negara dengan risiko buruk yang menurut Rizal berpotensi melemahkan posisi Indonesia dalam perdagangan dunia. 

Lebih jauh ia mengatakan rencana Uni Eropa menunda penerapan kebijakan anti deforestasi sebenarnya tak hanya lantaran adanya permintaan dari negara-negara eksportir seperti Indonesia, Malaysia, dan Brazil. Penundaan menurut dia juga terjadi lantaran belum semua negara di Uni Eropa yang siap untuk menerapkan kebijakan. Hal itu lantaran penerapan EUDR akan mengharuskan negara importir melakukan pendataan yang ketat atas barang-barang yang masuk dalam produk anti deforestasi. 

Sementara itu Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dalam sambutannya secara virtual berharap bila penundaan jadi dilakukan, parlemen Uni Eropa selanjutnya bisa mengkaji kembali apakah kebijakan anti deforestasi perlu diterapkan atau tidak. Hal itu menurut Airlangga lantaran penerapan kebijakan akan menyebabkan efek berganda. 

“Kita saran untuk mengundur implementasi kebijakan EUDR oleh parlemen Uni Eropa hingga 2026. Selain itu, juga masih mengharapkan kebijakan ini untuk dapat ditinjau kembali,” ujar Airlangga.