Untuk memenuhi kebutuhan transisi energi, PT Vale Indonesia Tbk atau PT Vale menyiapkan komoditas nikel berkelanjutan. Perusahaan pertambangan nikel ini telah menerapkan berbagai strategi berkelanjutan, termasuk dengan menggandeng mitra strategis.
Pada saat bersamaan, PT Vale mengoptimalkan kegiatan produksi yang sedari awal dirancang untuk nol emisi bersih.
Dalam Konferensi Iklim COP29 di Baku, Azerbaijan, CEO PT Vale, Febriany Eddy, menyatakan berbagai ikhtiar dekarbonisasi, melalui penyediaan energi seperti tenaga surya, angin, dan hidro dan baterai kendaraan listrik, akan menciptakan demand yang tinggi terhadap nikel.
“Kami percaya tingkat permintaan yang belum pernah terjadi sebelumnya memerlukan tingkat respons yang belum pernah terjadi sebelumnya. Jadi untuk menanggapi hal ini, kami berkolaborasi ,” kata Febriany dalam sesi bertajuk CEO Climate Talks: Enhancing Ambition on Renewable Energy, Senin (11/11).
Sebelumnya (10/11) PT Vale mengesahkan kerja sama dengan GEM Co., Ltd. di Beijing, China untuk investasi produksi nikel net-zero. Peresmian kerja sama strategis ini dalam rangkaian forum forum bisnis antara Indonesia dengan Cina. Presiden Prabowo Subianto berkesempatan menyaksikan langsung penandatangan kolaborasi strategis antara Vale dengan GEM.
Proyek nikel tersebut memiliki nilai sebesar US$1,4 miliar dengan teknologi High-Pressure Acid Leaching (HPAL). Rencananya, pabrik baru ini akan berlokasi di Sulawesi Tengah dengan kapasitas produksi setidaknya 60.000 ton nikel dalam bentuk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) setiap tahun. Informasi saja, MHP merupakan komponen penting untuk baterai sistem penyimpanan energi (ESS).
Secara mendetail, investasi tersebut mencakup pengembangan Pusat Penelitian dan Pengembangan sebesar US$40 juta untuk transfer pengetahuan dan pengembangan talenta lokal Indonesia.
Dengan begitu, proyek ini tidak hanya membawa manfaat dari aspek lingkungan, melainkan teknologi yang di dalamnya mencakup pengetahuan akan sesuatu (know-how). Dalam hal ini, nantinya akan dibangun pusat riset yang berfokus pada transfer teknologi untuk Indonesia.
Di saat sama, investasi tersebut mencakup US$30 juta untuk ESG Compound yang meliputi lanskap hijau, asrama karyawan, suplai air domestik, dan pengolahan limbah. Ada pula komitmen pendanaan sebesar US$10 juta untuk meningkatkan fasilitas publik, serta mendukung peningkatan kualitas hidup di masyarakat sekitar.
“Saya berharap sekitar satu setengah tahun dari sekarang, pabrik tersebut sudah bisa beroperasi,” kata Febriany seraya menambahkan proyek ini didesain untuk bebas emisi sejak awal.
Pun begitu, dalam kesempatan tersebut, Febriany menyebutkan sejumlah strategi perusahaan dalam menerapkan praktik keberlanjutan operasional, sekaligus capaiannya. Sebut misal, berdasarkan data dari Sustainalytics, PT Vale meraih skor 29,4 ihwal peringkat risiko ESG. Artinya, perusahaan pertambangan nikel ini memiliki risiko ESG Sedang.
“Kami memposisikan diri sebagai salah satu produsen karbon terendah, setidaknya di Indonesia, jika tidak di dunia,” ujar Febriany.
Saat ini, operasional perusahaan di fasilitas peleburan Sorowako, Sulawesi Selatan, telah seratus persen didukung oleh listrik pembangkit listrik tenaga air (PLTA) berkapasitas 365MW
Di sisi lain, dari jumlah kapasitas listrik PLTA tersebut, 10,7MW di antaranya diberikan kepada komunitas di sekitar operasional perusahaan.
Dalam paparan perusahaan, PT Vale mengklaim PLTA tersebut mampu mencegah 1,09 juta tCO2 emisi setiap tahun. Hal ini dengan catatan jika perseroan menggunakan pembangkit listrik berbasis batu bara.
Selain itu, PT Vale berkomitmen merehabilitasi area pasca tambang ke kondisi sebelum penambangan. Sejauh ini, perusahaan telah menanam lebih dari 13,5 juta pohon. Bahkan, pada akhir 2023, perusahaan telah merehabilitasi area sebanyak 2,5 kali lipat dari area pertambangan di luar konsesi.