Mengenal Sukuk yang Membelit Garuda Indonesia di Tengah Pandemi Corona

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Ilustrasi maskapai Garuda Indonesia. Garuda Indonesia dapat perpanjangan pelunasan sukuk global selama 3 tahun. Apa itu sukuk?
11/6/2020, 12.09 WIB

Maskapai pelat merah Garuda Indonesia mendapat perpanjangan masa pelunasan global sukuk senilai US$ 500 juta selama tiga tahun dari waktu jatuh tempo yang semula pada 3 Juni lalu. Perpanjangan didapatkan setelah sukukholders menyetujuinya dalam Rapat Umum Pemegang Sukuk, Rabu (10/6).

“Persetujuan suara yang diberikan adalah 90,88% atau sebesar US$ 454.391.000 dari seluruh pokok sukuk,” kata Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra melalui keterangan tertulis yang diterima Katadata.co.id, Kamis (11/6).

Relaksasi pelunasan sukuk ini, kata Irfan, bisa menjadi langkah awal untuk memulihkan lagi kinerja Garuda Indonesia setelah terpukul pandemi covid-19. Ia pun mengucapkan terima kasih kepada para pemegang sukuk yang menurutnya telah mendukung masa depan bisnis maskapai BUMN ini.

Garuda Indonesia memang terpuruk selama pandemi covid-19 karena pembatasan perjalanan yang diterapkan pemerintah. Ditambah lagi perjalanan ibadah umrah dan haji yang biasanya bisa mendorong kinerjanya sedang dibatasi oleh pemerintah Arab Saudi.

Larangan umrah dari Indonesia, menurut Asosiasi Muslim Pengusaha Haji dan Umrah Indonesia telah menghilangkan potensi 80 ribu penumpang penerbangan ke Arab Saudi per bulan.

Irfan telah mengupayakan relaksasi utang sukuk global in sejak Maret lalu. Saat itu ia menyatakan sudah memulai pembicaraan dengan para pemegang sukuk dan Menteri BUMN Erick Thohir untuk mencari solusi terkait ini. Selain itu, ia juga berdiskusi dengan perusahaan pesawat untuk meringankan beban Garuda Indonesia.

(Baca: New Normal Penerbangan, Ini Syarat Naik Garuda, Lion Air, dan Citilink)

Apa itu Sukuk?

Sukuk yang menjadi tanggungan Garuda Indonesia, menurut UU Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN. Baik dalam mata uang rupiah, maupun valuta asing.

Pasal 1 beleid tersebut menyatakan definisi aset SBSN sebagai objek pembiayaan SBSN dan/atau barang milik negara yang memiliki nilai ekonomis berupa tanah dan/atau bangunan atau selainnnya yang dalam rangka perbitan sukuk dijadikan sebagai dasar.

Pasal selanjutnya menyatakan sukuk bisa diterbitkan dengan atau tanpa warkat dan dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Jenis SBSN ada enam. Pertama, SBSN yang diterbitkan berdasarkan akad ijarah. Pengertian ijarah adalah akad yang satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menyewakan ha katas suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga sewa dan periode sewa yang disepakati.

Kedua, adalah SBSN yang diterbitkan berdasarkan akad mudarabah. Pengertian mudarabah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih, yaoutu satu pihak sebagai penyedia modal dan pihak lain sebagai penyedia tenaga dan keahlian. Keuntungan dari kerja sama tersebut akan dibagi berdasarkan nisab yang telah disepakati sebelumnya. Sedangkan, kerugian yang terjadi akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyedia modal. Kecuali, kerugian disebabkan kelalaian penyedia tenaga dan keahlian.

(Baca: Nasabah KSP Indosurya Pertanyakan Sikap OJK yang Lepas Tanggung Jawab)

Ketiga adalah SBSN yang diterbitkan berdasarkan akad musyarakah. Pengertian musyarakah adalah kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk menggabungkan modal dalam bentuk uang maupun lainnya dengan tujuan memperoleh keuntungan. Pembagian keuntungan sesuai dengan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Sedangkan, kerugian akan ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.

Keempat adalah SBSN yang diterbitkan berdasarkan akad istishna’. Pengertian istishna’ adalah akad jual beli aset berupa objek pembiayaan antara para pihak dengan spesifikasi cara dan jangka waktu penyerahan serta harga aset ditentukan berdasarkan kesepakatan seluruh pihak.

Kelima adalah SBSN yang diterbitkan berdasarkan akad lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Keenam, adalah SBSN yang diterbitkan berdasarkan kombinasi dari dua atau lebih akad.

Penerbitan SBSN, seperti tertuang dalam Pasal 4 adalah untuk membiayai APBN termasuk membiayai pembangunan proyek. Kewenangan penerbitannya sebagaimana termaktub dalam Pasal 5 adalah oleh pemerintah dan dilaksanakan menteri. Pemerintah dapat melaksanakan penerbitan secara langsung atau melalui perusahaan penerbit SBSN. Sementara perusahaan penerbit SBSN ditetapkan oleh menteri.   

Meski begitu, penerbitan sukuk harus terlebih dulu mendapat persetujuan DPR pada saat pengesahan APBN dengan diperhitungkan sebagai bagian dari nilai bersi maksimal surat berharga negara yang akan diterbitkan pemerintah dalam satu tahun anggaran.

(Baca: Ibadah Haji Dibatalkan, Pendapatan Garuda Hilang 10% Tahun Ini)

Sukuk Ritel

Pemerintah juga menerbitkan sukuk ritel. Melansir situs Kementerian Keuangan, sukuk ritel adalah produk investasi syariah yang ditawarkan pemerintah kepada individu warga negara Indonesia sebagai instrumen investasi yang aman, mudah, terjangkau, dan menguntungkan.

Pemesanan sukuk ritel bisa dimulai dari Rp 1 juta dengan tenor 3 tahun. Sukuk ritel juga bisa diperdagangkan di pasar sekunder antar investor domestik dengan imbalan tetap dibayarkan setiap bulan.

Sisi syariah dalam pengelolaan sukuk ritel adalah karena tidak mengandung unsur maysir atau judi, gharar atau ketidakjelasan, dan riba sebagaimana dinyatakan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI). Penerbitan sukuk ritel juga menggunakan struktur ijarah atau berdasarkan jaminan aset.

Dana hasil penerbitan sukuk ritel akan digunakan untuk kegiatan investasi berupa pembelian hak manfaat barang milik negara untuk disewakan kepada pemerintah. Begitu juga untuk pengadaaan proyek yang disewakan kepada pemerintah. Imbalan berasal dari keuntungan hasil kegiatan tersebut. Tingkat imbalan yang ditetapkan pemerintah sebesar 6,30% p.a.

(Baca: Turbulensi Bisnis Penerbangan di Pusaran Pandemi Corona)