EDISI KHUSUS | Semarak Ramadan 1442 H

Mengenal Asuransi Syariah dan Bedanya dengan Asuransi Konvensional

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.
Ilustrasi. Seorang pria melintasi papan penyedia layanan asuransi di Jakarta, Senin (6/9/2021).
Penulis: Redaksi
29/11/2021, 20.53 WIB

Seperti halnya investasi syariah, asuransi syariah hadir di Indonesia untuk memberikan jawaban bagi masyarakat Indonesia yang menginginkan manajemen proteksi. Namun kali ini dengan menerapkan prinsip-prinsip dan kaidah syariah.

Mengenal Konsep Asuransi Syariah

Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, Asuransi Syariah adalah sebuah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau Tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

Perihal konsep tolong-menolong dalam hal kebaikan ini juga sesuai dengan firman Allah SWT di dalam Q.S. Al Maidah ayat 2 yang berarti, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”

Dalam penerapannya, operasional perusahaan asuransi syariah dijalankan dan diawasi oleh Majelis Ulama Indonesia melalui Dewan Syariah Nasional dengan perwakilan seorang Dewan Pengawas Syariah di masing-masing perusahaan. Hal tersebut untuk menghindari praktik gharar (unsur ketidakpastian), maisir (unsur perjudian), riba (unsur penambahan), risywah (unsur suap), dzulmun (unsur zalim), dan hal-hal lain yang tidak sesuai dengan kaidah syariah.

Pengelolaan Risiko dalam Asuransi Syariah

Berbeda dengan asuransi konvensional yang menggunakan konsep transfer of risk (memindahkan risiko), asuransi syariah dalam praktek operasionalnya menggunakan prinsip sharing of risk (berbagi risiko).

Dari total kontribusi yang dibayarkan oleh nasabah, sebagian akan dialokasikan untuk dana tolong-menolong (tabarru’), nah kumpulan dana tabarru’ inilah yang nantinya dipergunakan untuk menanggung risiko finansial (musibah) yang terjadi pada nasabah.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa jika terjadi musibah pada nasabah, yang akan menanggung adalah para peserta lainnya melalui kumpulan dana tabarru’ tadi.

Dengan konsep seperti ini, maka pengelolaan risiko pada asuransi disebut sharing of risk (berbagi risiko), di mana risiko yang terjadi ditanggung bersama-sama.

Total kontribusi yang dibayarkan peserta tidak dianggap sebagai pendapatan perusahaan, karena sejak awal pengalokasian dana sudah dipisah antara lain: upah perusahaan (ujroh), dana tolong-menolong (tabarru’), dan investasi nasabah (jika ada unsur investasi dalam produknya).

Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional

Setidaknya ada beberapa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, selain konsep pengelolaan risiko. Di antaranya adalah:

Keberadaan Dewan Pengawas Syariah

Depan Pengawas Syariah menjadi unsur yang tidak bisa dilepaskan dari perusahaan asuransi syariah. Dewan ini berwenang dan bertugas memberikan saran dan nasihat, serta mengawasi kegiatan perusahaan asuransi syariah agar sesuai prinsip syariah serta fatwa Dewan Syariah. Dewan Pengawas ini dipilih oleh Dewan Syariah dan ditetapkan dalam RUPS perusahaan asuransi.

Kepemilikan Dana

Sumber kepemilikan dana di asuransi konvensional adalah perusahaan. Sedangkan untuk asuransi syariah, dari total kontribusi yang masuk ke perusahaan akan dibagi terlebih dahulu menjadi beberapa bagian.

Salah satunya adalah dana tabarru yang tidak bisa digunakan sebagai operasional perusahaan dan akan difokuskan untuk sumber pembayaran klaim dari semua nasabah. Perusahaan dalam hal ini adalah sebagai pengelolanya saja.

Sumber Pembayaran Klaim

Asuransi syariah menggunakan kumpulan dana tabarru sebagai sumber pembayaran klaim bagi nasabahnya yang terkena risiko. Sumber dana tabarru ini terpisah dengan dana operasional perusahaan dan pelaksanaannya diawasi ketat oleh Dewan Pengawas Syariah.

Produk dan Investasi

Produk-produk di dalam asuransi syariah tentunya harus sesuai dan bersumber dari fatwa yang telah ditetapkan oleh Dewan Syariah MUI. Begitu juga dalam pengaturan ujroh atau biaya akuisisi, besaran manfaat, hingga instrument investasi yang tidak bisa terlepas dari Daftar Efek Syariah (DES) yang setiap dua kali setahun mengalami pembaruan dari Otoritas Jasa Keuangan dan Dewan Syariah MUI.

Sehingga, investasi yang dilakukan pun dapat menghindari unsur-unsur yang dilarang seperti maisir, gharar, dan riba.

Operasional dan Kebijakan Perusahaan

Dalam menjalankan operasional dan kebijakan internal atau eksternal perusahaan, asuransi syariah selalu mengedepankan prinsip dan kaidah syariah yang telah mendapatkan izin dari masing-masing Dewan Pengawas.

Hal ini dilakukan agar penerapan syariah tidak hanya terkait dengan produk saja, juga metode dan penerapan dari operasional perusahaannya. Penerapan yang sesuai dengan prinsip dan kaidah syariah akan membuat asuransi syariah menawarkan konsep menarik dan mempunyai segmen market yang berbeda dari asuransi konvensional.

Hadirnya asuransi syariah ini, baik asuransi umum syariah maupun asuransi jiwa syariah, di Indonesia tentu akan melengkapi banyaknya pilihan masyarakat dalam proses pengelolaan dan mitigasi risiko yang terjadi dalam hidup.

Sumber: Finansialku.com