Koin kripto Terra Luna mendadak tenar di kalangan investor global. Hal itu terjadi bukan karena harga mata uang virtual yang terbang, melainkan nyaris ambrol 100 % dalam sehari.
Melansir Coinmarketcap, pada perdagangan Jumat (13/5), koin dengan kode perdagangan LUNA tersebut turun 99,98 % ke harga Rp 0,5 per koin alias kurang dari satu rupiah. Nilai tersebut merosot dari level sehari sebelumnya, yakni Rp 1.768,27 per koin.
Seiring penurunan harga koin LUNA, kapitalisasi pasar uang kripto satu ini juga mengalami penurunan 30,4 % menjadi US$ 259,02 juta atau sekitar Rp 3,8 triliun. Padahal, sebelum harga LUNA merosot, kapitalisasi pasarnya mencapai US$ 27 miliar dengan harga US$ 75 dolar per LUNA. Nilai tersebut, sempat menjadikan Terra LUNA sebagai aset kripto terbesar ke-9 di dunia.
Merespon penurunan tersebut, Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen mengatakan, turunnya cryptocurrency stablecoin menggarisbawahi risiko terkait aset digital. Menurutnya, kejatuhan harga Terra Luna yang spektakuler, menunjukkan ‘bahaya’ koin digital.
Berbeda dengan Bitcoin, Terra merupakan ekosistem jaringan pembayaran digital menggunakan blockchain yang terdesentralisasi menggunakan aset kripto, alias stablecoin. Sementara Luna merupakan aset kripto yang diterbitkan Terra untuk menjaga harga stablecoin tetap stabil.
Asal Usul Terra Luna
Ekosistem Terra mulai dibangun pada 2018 oleh Do Kwon dan Daniel Shin. Keduanya mendirikan Terraform Labs di Korea Selatan, hingga kemudian mengembangkan Terra.
Pendiri Terra memiliki pengalaman di bidang teknologi. Shin merupakan pendiri dan CEO perusahaan teknologi pembayaran asal Korea Selatan, Chai. Dia juga pendiri perusahaan e-commerce Korea, TMON. Sedangkan Kwon memiliki pengalaman bekerja sebagai staf di Microsoft.
Kehadiran Terra bertujuan sebagai solusi pembayaran dalam ekosistem finansial mata uang kripto. Adapun produk utama Terra adalah TerraUSD (UST), yang merupakan stablecoin yang memiliki patokan harga dolar AS. Alhasil, Terra menyediakan aset yang memiliki stabilitas uang fiat, namun bersifat terdesentralisasi dengan memanfaatkan keamanan jaringan blockchain.
Melansir Blockchainmedia, UST menjadi stablecoin terbesar kelima di pasar dan merupakan salah satu aset yang bertumbuh paling cepat dengan kapitalisasi pasar hingga US$ 2,5 miliar dalam setahun, setelah diluncurkan.
Selain dapat digunakan seperti mata uang fiat, stablecoin Terra memiliki manfaat tambahan blockchain, yakni buku besar yang tidak dapat diubah-ubah, transaksi instan, waktu penyelesaian yang lebih cepat, serta biaya yang lebih murah.
Meski begitu, Terra tidak didukung oleh dolar, won Korea, ataupun mata uang lainnya. Untuk itu, Terra mengeluarkan stablecoin algoritmik seperti UST yang dijamin oleh aset kripto Terra, yaitu token LUNA. Singkatnya, pergerakan harga token LUNA akan bergantung pada nilai koin UST, begitu juga sebaliknya.
LUNA mirip dengan aset kripto lainnya, memiliki volatilitas yang cukup tinggi karena harganya bergerak fluktuatif. Itu karena, harga mengikuti pergerakan pasar kripto terutama harga Bitcoin sebagai aset mayoritas cryptocurrency.
Melansir Pintu.co.id, untuk keperluan trading aset kripto, investor bisa menukarkan token LUNA ke dalam UST, untuk kemudian dikonversi ke dalam aset kripto lain yang diinginkan. Hal tersebut sekaligus dapat mengurangi risiko kehilangan momentum jual beli saat volatilitas harga sedang tinggi.
Peran LUNA
Token LUNA memiliki beragam fungsi dalam jaringan blockchain Terra, termasuk sebagai token governance, staking, mata uang transaksi DApps, hingga mengimbangi berbagai aset stablecoin Terra. Hal itu membuat LUNA cukup menarik dikoleksi sebagai instrumen investasi, karena dapat memberikan insentif besar.
Tak hanya itu, token LUNA juga terus berputar dalam ekosistem Terra karena memiliki beragam fungsi. Selain itu, sistem pembakaran token yang diterapkan di dalam ekosistem untuk menjaga stabilitas harga koin, membuat suplai LUNA cenderung bersifat deflasioner dan tidak kehilangan nilai dalam jangka panjang.
Di sisi lain, salah satu yang menjadi kekhawatiran terkait stablecoin adalah regulasi pemerintah di berbagai negara. Sebut saja salah satu senator Amerika Serikat, Elizabeth Warren sempat menyatakan stablecoin sebagai ancaman bagi penggunanya dan perekonomian negara.
Pernyataan tersebut sempat menimbulkan kekhawatiran terhadap masa depan stablecoin. Apalagi, banyak negara gencar membuat Central Bank Digital Currency atau CBDC untuk menyaingi stablecoin. Kondisi tersebut membuat kompetisi Terra meningkat sebagai solusi pembayaran digital.
Sementara itu, salah satu platform perdagangan mata uang kripto terbesar di Indonesia, Indodax resmi menghadirkan token LUNA pada Maret 2022.