Sejumlah emiten memutuskan membagikan dividen interim kepada para pemegang sahamnya, untuk tahun buku 2023. Beberapa di antaranya telah membagikan pada akhir Oktober, seperti PT United Tractors Tbk, dan PT Astra International Tbk, yang telah membagikan dividen pada 24 Oktober dan 31 Oktober.
Secara umum, dividen adalah pembagian laba atau hasil yang dibayarkan kepada pemegang saham berdasarkan jumlah saham yang dimiliki. Biasanya, dividen yang dibagikan adalah dalam bentuk uang tunai.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), dividen diartikan sebagai bagian laba atau pendapatan perusahaan yang besarnya ditetapkan oleh direksi, serta disahkan oleh rapat pemegang saham, untuk dibagikan kepada para pemegang saham.
Apabila mengacu pada ketentuan di bidang perpajakan, dividen termasuk sebagai penghasilan sehingga akan dikenai pajak penghasilan (PPh). Inilah yang kemudian kerap disebut sebagai pajak dividen.
Pengertian Pajak Dividen
Pajak dividen dapat diartikan sebagai pemungutan pajak atas laba yang diterima oleh pemegang saham, pemegang polis asuransi, atau anggota koperasi yang mendapatkan bagian hasil usaha.
Ini sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 36 tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 7 tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (UU PPh). Secara spesifik, aturan tersebut tertuang dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf g UU PPh, yang menyebutkan, bahwa dividen merupakan bagian dari penghasilan atau pendapatan yang menjadi objek PPh.
Namun, tidak semua dividen merupakan objek pajak. Pasal 4 Ayat (3) huruf f UU PPh menyebutkan dividen yang diterima perseroan terbatas (PT), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dikecualikan dari objek pajak.
Namun, pengecualian dari objek pajak ini didapatkan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
- PT, BUMN atau BUMD yang menerima dividen memiliki saham paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetorkan.
- Dividen dari modal yang merupakan dana pensiun tidak termasuk dalam objek pajak.
Tarif Pajak Dividen
Terdapat tiga pasal dalam UU PPh yang mengatur pemotongan, serta kondisi dividen yang masuk kategori objek pajak dan dikenakan PPh, antara lain sebagai berikut.
1. PPh Pasal 4 Ayat (2)
Dividen yang diterima/diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri dikenai PPh sebesar 10% dan bersifat final. Termasuk dividen dari perusahaan asuransi pada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi pada anggota koperasi.
2. PPh Pasal 23
Penerima penghasilan dividen ini merupakan wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT). Potongan untuk laba ini sebesar 15% dari jumlah dividen, kecuali pembagiannya untuk pribadi maka akan dikenakan final, bunga dan royalti.
3. PPh Pasal 26
Pasal ini mengatur mengenai tarif pemungutan sebesar 20% atas jumlah bruto dividen dikenakan kepada penerima dividen. Pajak ini dikenakan kepada wajib pajak orang pribadi yang tinggal di luar negeri.
Pajak dividen sebesar 20% juga dikenakan pada perusahaan luar negeri, yang mengoperasikan usahanya melalui dalam bentuk usaha tetap di Indonesia, serta perusahaan asing yang menerima penghasilan dari Indonesia tanpa melalui bentuk usaha tetap.
Ketentuan Pembebasan Pajak Dividen
Meski dividen merupakan objek pajak, pemerintah memberikan insentif dengan membebaskan pemotongan PPh terhadap dividen yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri, baik orang pribadi maupun wajib pajak badan. Kebijakan insentif ini tertuang dalam UU Cipta Kerja atau Omnibus Law, yang dijabarkan dalam aturan turunannya.
Aturan turunan yang dimaksud adalah, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha (PP 9/2021) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan UU Cipta Kerja di bidang PPh, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).
Dalam aturan ini, disebutkan bahwa dividen yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri dikecualikan dari objek PPh, dengan syarat dividen tersebut harus diinvestasikan kembali di Indonesia dalam jangka waktu tertentu minimal 3 tahun sejak dividen diterima atau diperoleh.
Melalui kebijakan insentif tersebut, diharapkan dividen yang diterima dapat digunakan untuk menggerakan perekonomian Indonesia yang kini masih terdampak pandemi Covid-19. Selain itu, pemberian insentif ini dimaksudkan untuk memperbaiki mekanisme pemajakan atas dividen di Indonesia, yang sebelumnya menganut separate entity system atau two tier tax.
Pada sistem ini, pajak dikenakan atas laba yang dihasilkan di tingkat perusahaan, kemudian dikenakan lagi atas laba bersih (income after tax) di tingkat pemegang saham. Konsekuensi yang timbul dari sistem ini, adalah terjadinya pemajakan berganda (double taxation), yaitu pengenaan pajak dua kali atas penghasilan yang sama.
Melalui UU Cipta Kerja, pemerintah mengubah sistem perpajakan menjadi one-tier system atau dividend-exclusion system. Pada sistem ini, pajak dibebankan atas laba yang dihasilkan hanya pada tingkat perusahaan. Artinya, pajak dikenakan satu kali saja, dan ketika hasil laba dibagikan sebagai dividen, tidak dikenakan pajak lagi.
Beberapa kanal dan instrumen investasi yang ditentukan agar mendapat pembebasan pajak dividen, diatur dalam PMK Nomor 18/PMK.03/2021. Instrumen yang dimaksud, antara lain:
- Surat berharga dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Republik Indonesia.
- Obligasi atau Sukuk BUMN yang perdagangannya diawasi oleh OJK.
- Obligasi atau Sukuk lembaga pembiayaan yang dimiliki oleh pemerintah yang perdagangannya diawasi oleh OJK.
- Investasi keuangan pada bank persepsi termasuk bank syariah.
- Obligasi atau Sukuk perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi oleh OJK.
- Investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha.
- Investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah.
- Kerja sama dengan lembaga pengelola investasi.
- Bentuk investasi lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jika wajib pajak telah menginvestasikan kembali dividen yang didapatkan ke instrumen investasi di dalam negeri, maka tinggal menyampaian laporan realisasi investasi bisa secara langsung, atau melalui pos, atau perusahaan jasa ekspedisi.
Laporan ini diserahkan paling lambat pada 31 Maret bagi wajib pajak orang pribadi atau 30 April untuk wajib pajak badan setelah tahun pajak berakhir. Laporan tersebut, wajib dilaporkan selama tiga tahun sejak berakhirnya tahun pajak atau sejak diterimanya dividen.
Jika investor yang menerima dividen tidak menginvestasikan kembali di kanal atau instrumen investasi dalam negeri, maka pajak dividen tetap berlaku. PPh yang terutang atas dividen yang berasal dari dalam negeri wajib disetor sendiri oleh wajib pajak sesuai tarif yang berlaku.