Memahami Hak Penolakan Terhadap Upaya Pemeriksaan Pajak

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.
Ilustrasi, wajib pajak melihat tata cara pendaftaran e-filling atau penyampaian SPT Tahunan secara elektronik di brosur di Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Penulis: Agung Jatmiko
12/7/2022, 07.00 WIB

Indonesia menganut sistem perpajakan yang berbasis pada self-assessment, di mana wajib pajak melakukan perhitungan, penyetoran, dan pelaporan terkait kewajiban perpajakannya secara mandiri.

Sistem ini tentunya didasari oleh efisiensi pelaporan pajak mengingatnya besarnya penduduk Indonesia. Untuk mengantisipasi potensi pelaporan pajak yang rendah, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan inisiatif pemeriksaan pajak.

Pemeriksaan pajak merupakan serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan. Tujuannya adalah, untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain.

Tahapan Pemeriksaan

Mengutip laman resmi DJP, pemeriksaan dimulai dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan, atau pengiriman surat panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor. Dalam hal khusus, misalnya kondisi pandemi, pemeriksaan dapat dilakukan secara daring.

Jenis pemeriksaan dapat dibagi menjadi dua, antara lain:

1. Pemeriksaan Lapangan

Pemeriksaan ini dilakukan di tempat kediaman, tempat bisnis, serta tempat di mana wajib pajak bekerja, atau mungkin tempat lain yang telah ditetapkan oleh DJP.

Pemeriksaan lapangan ini dilakukan, untuk menguji pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam waktu paling lama enam bulan sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada wajib pajak sampai dengan tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) disampaikan.

2. Pemeriksaan Kantor

Pemeriksaan jenis ini dilakukan di kantor DJP. Pemeriksaan kantor ini dilakukan dalam waktu paling lama empat bulan dihitung sejak tanggal wajib pajak memenuhi surat panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor.

Nah, atas pemeriksaan pajak, ternyata wajib pajak dapat menolak adanya pemeriksaan yang akan dilakukan oleh otoritas pajak. Seperti apa ketentuannya, dan apakah penolakan ini akan menghentikan proses pemeriksaan? Simak ulasan berikut ini.

Penolakan Pemeriksaan Pajak

Pada praktiknya, wajib pajak dapat tidak setuju adanya pemeriksaan yang dilakukan otoritas pajak. Alasannya bisa beragam, mulai dari wajib pajak merasa telah memenuhi kewajibannya dengan benar, hingga alasan beban administrasi karena panjangnya proses pemeriksaan yang harus dijalankan.

Merujuk Pasal 36 dan 37 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 17/PMK.03/2013, wajib pajak dapat menolak adanya pemeriksaan pajak. Namun, penolakan atas upaya pemeriksaan ini, harus dilakukan dengan mengikuti ketentuan yang berlaku.

1. Penolakan Pemeriksaan Lapangan

Mengutip ddtc.co.id, pada pameriksaan lapangan, jika wajib pajak menolak menyatakan menolak untuk dilakukan pemeriksaan, termasuk menolak menerima Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan, wajib pajak tersebut harus menandatangani surat pernyataan penolakan pemeriksaan.

Kemudian, apabila wajib pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan pemeriksaan, pemeriksa pajak akan membuat berita acara penolakan pemeriksaan yang ditandatangani tim pemeriksa pajak.

Namun, apabila wajib pajak yang menjadi tujuan pemeriksaan tidak berada di tempat, maka ada dua konsekuensi yang menanti. Pertama, pemeriksaan tetap dapat dilakukan sepanjang terdapat pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari wajib pajak yang dapat dan mempunyai kewenangan untuk mewakili wajib pajak, terbatas untuk hal yang berada dalam kewenangannya.

Kedua, pemeriksaan ditunda untuk dilanjutkan pada kesempatan berikutnya. Untuk keperluan pengamanan pemeriksaan, sebelum dilakukan penundaan, pemeriksa pajak dapat melakukan penyegelan.

Pemeriksa pajak juga dapat meminta bantuan pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa untuk membantu kelancaran pemeriksaan, apabila setelah penyegelan, wajib pajak tetap tidak berada di tempat atau tetap tidak mau memberikan bantuan untuk melancarkan pemeriksaan.

Jika pegawai atau anggota keluarga dari wajib pajak tersebut juga menolak membantu kelancaran pemeriksaan, pemeriksa pajak akan meminta pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari wajib pajak, untuk menandatangani surat penolakan membantu kelancaran pemeriksaan.

Apabila mereka menolak untuk menandatangani surat penolakan membantu kelancaran pemeriksaan tersebut, pemeriksa pajak akan membuat berita acara penolakan membantu kelancaran pemeriksaan yang ditandatangani tim pemeriksa pajak.

2. Penolakan Pemeriksaan Kantor

Jika wajib pajak yang menjadi tujuan pemeriksaan pajak menyatakan menolak untuk dilakukan pemeriksaan kantor, maka wajib pajak yang bersangkutan harus menandatangani surat pernyataan penolakan pemeriksaan.

Jika wajib pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan pemeriksaan, pemeriksa pajak juga akan membuat berita acara penolakan pemeriksaan yang ditandatangani tim pemeriksa pajak.

Apabila dalam jangka waktu paling lama satu bulan Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor tidak dikembalikan dan wajib pajak tidak memenuhi panggilan pemeriksaan kantor, pemeriksa pajak membuat berita acara tidak dipenuhinya panggilan pemeriksaan oleh wajib pajak yang ditandatangani tim pemeriksa pajak.

Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 38 PMK No. 17/PMK.03/2013, pemeriksa pajak dapat melakukan penetapan pajak secara jabatan atau mengusulkan pemeriksaan bukti permulaan.

Ini dilakukan, berdasarkan pada surat pernyataan penolakan pemeriksaan, berita acara penolakan pemeriksaan, berita acara tidak dipenuhinya panggilan pemeriksaan, surat penolakan membantu kelancaran pemeriksaan, atau berita acara penolakan membantu kelancaran pemeriksaan.

Dapat disimpulkan, bahwa wajib pajak dapat mengajukan penolakan terhadap adanya pemeriksaan pajak. Namun, patut diingat bahwa penolakan ini tidak serta-merta menghentikan proses pemeriksaan.

Pasalnya, otoritas pajak memiliki kewenangan untuk menetapkan pajak terutang secara jabatan, atau mengusulkan dilakukannya pemeriksaan bukti permulaan.