Memahami Definisi, Besaran Tarif, dan Cara Menghitung PPh 22

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/rwa.
Ilustrasi, aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Editor: Agung
19/7/2022, 13.02 WIB

Secara umum, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22, atau yang lebih dikenal sebagai PPh 22, merupakan pengenaan pajak terhadap badan usaha yang melakukan kegiatan perdagangan impor, ekspor, atau re-impor. Pengenaan PPh 22 ini, berlaku menyeluruh, baik terhadap badan usaha pemerintah maupun swasta.

Berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, PPh 22 merupakan bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.

PPh 22 juga berlaku untuk wajib pajak badan yang memperdagangkan barang mewah. Ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 92/PMK.03/2019 tentang Perubahan Kedua atas PMK RI No. 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pemberi atas Penjualan Barang Tergolong Sangat Mewah.

Cara Menghitung PPh 22

Mengacu pada Pasal 22 Undang-undang Pajak Penghasilan ( UU PPh) Nomor 36 2008, disebutkan bahwa terhadap kegiatan penyerahan barang, kegiatan di bidang impor ekspor, dan penjualan barang mewah, dikenakan pajak.

Adapun cara menghitung PPh 22 adalah sebagai berikut:

Tarif pajak x nilai impor/harga jual lelang/DPP PPN/harga beli

Adapun, badan yang ditunjuk untuk melakukan pemungutan atau pemotongan antara lain:

  • Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)
  • Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
  • Bendahara pengeluaran
  • Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat yang menerbitkan Surat Perintah Membayar
  • Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
  • Industri maupun eksportir yang berjalan di sektor kehutanan, peternakan, perkebunan, pertanian, serta perikanan, dengan pembelian bahan pedagang yang diperlukan industri usaha tersebut atau aktivitas ekspor.
  • Industri atau badan usaha yang membeli komoditas mineral logam, tambang batubara maupun mineral yang bukan logam, dari badan atau perorangan yang memegang perizinan usaha pertambangan.

Sementara, wajib pajak yang terkena pungutan PPh Pasal 22 adalah sebagai berikut:

  • Badan usaha di bidang industri semen, kertas, baja, otomotif, dan farmasi, dengan penjualan produknya kepada distributor dalam negeri;
  • Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor.
  • Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, atau pelumas.
  • Badan usaha di bidang industri baja.
  • Pedagang pengumpul yang merupakan badan atau perorangan yang menyatukan hasil barang kehutanan, pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan.
  • Penjual barang tergolong mewah yang termasuk dalam PPh Pasal 22.

Tarif PPh Pasal 22

Terkait tarif yang dikenakan untuk pemungutan PPh Pasal 22, dibagi menjadi dua, yakni tarif umum dan tarif khusus. Untuk tarif umum, besarannya adalah 1,5% x Harga Beli (tidak termasuk PPN).

Sementara, untuk tarif khusus, dibebankan terhadap tujuh kegiatan, yakni sebagai berikut:

1. Impor

Tarif PPh Pasal 22 untuk kegiatan impor dibagi menjadi tiga, yakni pelaku usaha yang menggunakan angka pengenal importir (API), non-API, dan yang tidak dikuasai. Secara spesifik, tarif yang dikenakan untuk kegiatan impor ini adalah sebagai berikut:

  • Menggunakan API = 2,5% x nilai impor.
  • Non-API = 7,5% x nilai impor.
  • Yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.

2.Pembelian dilakukan oleh pemerintah

Pembelian barang oleh pemerintah yang dimaksud, adalah dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, dan Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD). Tarif PPh Pasal 22 yang dikenakan terhadap kegiatan pembelian yang dilakukan tiga jenis institusi ini adalah 1,5% x harga pembelian (tak termasuk dan tidak final).

3. Penjualan hasil produksi berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak

Terhadap penjualan produk yang ditentukan atas dasar Keputusan Direktur Jenderal Pajak, tarif PPh Pasal 22 dibagi untuk beberapa produk, antara lain:

  • Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
  • Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
  • Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
  • Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)

4. Penjualan produk atau pemberian produk oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, pelumas, serta gas. Pemungutan PPh Pasal 22 kepada agen/penyalur, sifatnya final. Di luar agen/penyalur, sifatnya tidak final.

5. Pembelian bahan yang diperlukan industri atau ekspor dari pedagang, maka ditentukan 0,25 % x harga beli (tak termasuk PPN).

6. Impor kedelai, tepung terigu serta gandum oleh importir yang memakai API dikenakan tarif PPh sebesar  0,5% x nilai impor.

7. Atas penjualan beberapa produk tertentu, dikenakan tarif sebesar 5% dari harga jual (tidak termasuk PPN dan PPnBM). Produk-produk tertentu yang dimaksud, adalah sebagai berikut:

  • Pesawat udara seharga lebih dari Rp 20.000.000.000
  • Kapal pesiar serta sejenisnya seharga lebih dari Rp 10.000.000.000
  • Rumah dan tanahnya seharga atau pengalihan harganya lebih dari Rp 10.000.000.000 dengan luas bangunan lebih dari 500 meter persegi (m2).
  • Apartemen, kondominium, serta sejenisnya seharga atau pengalihan harganya lebih dari Rp 10.000.000.000 dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
  • Kendaraan roda empat dengan pengangkutan kurang dari sepuluh orang berupa seharga lebih dari Rp 5.000.000.000. Selain itu, juga kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.

Sementara, bagi pelaku usaha yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), pungutan yang dikenakan adalah sebesar 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22 yang tercantum.

Misalnya, jika pelaku usaha membeli empat printer dari PT ABC dengan harga beli Rp 22.000.000, termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Maka, perhitungan pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian tersebut adalah sebagai berikut:

  • Harga pembelian = Rp22.000.000
  • Dasar Pengenaan Pajak = Rp20.000.000 (100/110 X Rp22.000.000)
  • PPh Pasal 22 (1,5% x Rp20.000.000) = Rp300.000