Pemerintah akan menerbitkan SBN Ritel jenis Sukuk Negara Ritel (SR) seri SR017. Melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pemerintah menetapkan nilai minimal pembelian ialah Rp 1 juta. Sementara, nilai maksimal pembelian ditetapkan sebesar Rp 5 miliar per investor.
Pemerintah mencatat minat investasi SBN masih cukup besar, meski Indonesia masih di tengah suasana pandemi Covid-19. Ini setidaknya ditunjukkan dari hasil pemesanan saving bond ritel seri SBR011 pada Juni 2022 lalu, yang menembus Rp 13,94 miliar. Padahal, pemerintah hanya memasang target Rp 5 miliar.
Nah, apa sebenarnya SBN itu, dan ada berapa macam jenis investasi obligasi ini, serta seperti apa perlakuan perpajakan untuk investasi SBN? Simak ulasan singkat berikut ini.
Pengertian SBN
SBN atau Surat Berharga Negara adalah instrumen investasi berupa surat utang negara yang produk investasi yang diterbitkan dan dijamin oleh pemerintah Republik Indonesia (RI).
Melalui SBN, pemerintah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) guna pembiayaan pembangunan.
Nantinya, pemerintah akan memberikan kupon atau keuntungan setiap bulan sebagai imbal hasil atas modal yang diinvestasikan. SBN diyakini sebagai investasi yang rendah risiko dan mudah dilakukan, sehingga sangat direkomendasikan untuk investor yang baru saja terjun ke dunia investasi.
Setiap bulannya, investor akan menerima imbal hasil berupa bunga ke rekening. Pada saat jatuh tempo, pemerintah akan mengembalikan dana investor secara penuh.
Melakukan investasi SBN bisa dikatakan menjadi salah satu ciri seseorang yang sudah mulai sadar finansial. Dengan investasi, seseorang dapat mengamankan kondisi keuangan di masa depan. Selain itu, investasi SBN ini dapat mendatangkan keuntungan yang signifikan.
Jenis-jenis SBN
Secara umum, instrumen investasi SBN ini terbagi menjadi dua jenis, berdasarkan pengelolaannya, yakni SBN konvensional dan syariah. Kedua jenis SBN ini terdiri dari beberapa produk, yang saat ini sudah beredar cukup luas.
1. SBN Konvensional
Jenis SBN ini juga sering disebut sebagai surat utang. Bunga dari jenis SBN konvensional umumnya diterima tiap bulan dan pokok akan dibayarkan oleh pemerintah pada akhir bulan. Dana investasi yang telah diberikan akan dicatat sebagai penyerahan terhadap aset negara.
SBN konvensional terbagi menjadi dua jenis, yaitu Saving Bonds Ritel (SBR) dan Obligasi Negara Ritel Indonesia (ORI).
- Saving Bonds Ritel (SBR)
SBR adalah produk surat utang dengan risiko rendah, yang mirip seperti tabungan. Melalui SBR, penduduk dapat berinvestasi mulai dari Rp 1 juta dan kelipatannya sampai dengan Rp 3 miliar. SBR tidak dapat diperdagangkan kembali di pasar sekunder. Namun, investasi ini memiliki fasilitas pencairan lebih awal (early redemption) dengan nilai pencairan maksimal 50% dari total kepemilikan.
- Obligasi Negara Ritel Indonesia (ORI)
ORI adalah produk surat utang yang dapat diperdagangkan kembali di pasar sekunder. Jenis surat utang ini, memiliki kupon imbal hasil tetap yang dibayarkan setiap bulan. Namun, ORI memiliki potensi capital gain and loss. Masyarakat dapat membeli ORI mulai dari Rp 1 juta dan maksimal Rp 3 miliar.
2. SBN Syariah
Sesuai namanya, SBN syariah merupakan SBN yang dikelola dengan prinsip syariah. Cara kerja instrumen investasi SBN syariah ini, dapat diartikan bahwa investor seperti menyewakan aset berwujud pada pemerintah, dan akan menerima uang sewa atau ujrah sebagai imbalannya.
Instrumen investasi SBN Syariah ini, terbagi menjadi dua jenis, yaitu Sukuk Tabungan (ST) dan Sukuk Ritel Indonesia (SR atau Sukri).
- Sukuk Tabungan (ST)
Investasi SBN berjenis Sukuk Tabungan bisa dikatakan mirip dengan SBR. Hal yang membedakan adalah, ST dikelola dengan prinsip syariah, di mana harus ada akad atau perjanjian. Masyarakat yang ingin membeli ST dapat memesan mulai dari Rp 1 juta sampai dengan nominal maksimal Rp 3 miliar.
- Sukuk Ritel Indonesia (Sukri)
Sukri sebenarnya mirip dengan ORI, hanya pengelolaannya dilakukan secara syariah. Sukri dapat diperdagangkan di pasar sekunder, dan memiliki potensi capital gain and loss.
Aspek Perpajakan Investasi SBN
Instrumen investasi SBN pada dasarnya tidak dikenakan pajak. Namun, kupon bagi hasil yang diterima investor tiap bulannya dapat diakui sebagai penghasilan.
Artinya, atas penghasilan yang diterima dari kupon bagi hasil ini, dapat dikenakan pajak penghasilan (PPh). Berikut ini, adalah penjelasan mengenai perhitungan potongan pajak untuk masing-masing jenis instrumen investasi SBN.
1. Pajak untuk SBR
Saat ini, pajak atas kupon bagi hasil investasi SBR adalah 10% dari total nilai kupon yang diterima investor. Besaran potongan ini, diakui sebagai potongan PPh final. Tarif PPh final sebesar 10% atas kupon SBR ini baru diberlakukan pada Agustus 2021. Sebelumnya, tarif PPh final atas kupon SBR adalah sebesar 15%.
Sebagai contoh, jika seorang investor memiliki 10 unit SBR senilai Rp 10 juta, dan pemerintah menetapkan kupon per unit SBR adalah sebesar Rp 7.000.
Maka, total kupon yang akan diterima investor tersebut, adalah Rp 7.000 x 10 unit SBR= Rp 70.000. Dari jumlah ini, potongan yang dikenakan berdasarkan PPh final 10% adalah Rp 7.000 (Rp 70.000 x 10%).
Kupon yang diterima oleh investor setiap bulan adalah jumlah yang telah dikurangi oleh PPh final ini. Maka kupon bersih yang diterima investor adalah Rp 70.000 – Rp 7.000 = Rp 63.000.
2. Pajak ORI
Saat ini, pemerintah menetapkan potongan PPh atas bunga SBN, termasuk ORI, adalah sebesar 10%. Tarif ini turun dari semula sebesar 15%. Pajak penghasilan yang dikenakan ini bersifat final.
Karena sama dengan SBR, maka contoh penghitungan potongan PPh untuk investasi SBN jenis ORI ini sama dengan pajak atas kupon SBR.
3. Pajak untuk Sukuk Tabungan
Sukuk merupakan instrumen investasi SBN yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 91 tahun 2021, Sukuk termasuk ke dalam pengertian obligasi. Sehingga, perlakuan perpajakannya mengikuti obligasi konvensional. Pada saat ini, pajak atas imbalan yang diterima dari Sukuk adalah sebesar 10% dan bersifat final.
Misalnya, jika seorang investor memiliki investasi Sukuk Tabungan sebesar Rp 1 juta. Dengan memperhitungkan batasan minimal per tahunnya sebesar 4,8% maka imbalan kotor yang didapatkan investor per bulan adalah sebesar Rp 4.000.
Sementara, jumlah potongan pajaknya dihitung dengan mengalikan imbalan kotor tersebut dengan tarif 10%. Sehingga, didapatkan hasil sebesar Rp 400. Berdasarkan jumlah potongan pajak tersebut, maka imbalan bersih yang diterima investor setiap bulan adalah Rp 4.000 – Rp 400 = Rp 3.600.
4. Pajak Sukri
Pajak penghasilan atas Sukuk Ritel tidak berbeda dengan Sukuk Tabungan. Pengenaan pajak penghasilan atas imbalan dari investasi SR/Sukri ini, bersifat final, dengan tarif sebesar 10%.