Saat ini, evolusi metode pembayaran telah berjalan menuju cashless transaction atau transaksi non-tunai. Metode non-tunai ini juga diadaptasi pemerintah, melalui penerbitan kartu kredit pemerintah, dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Kartu kredit yang khusus digunakan oleh pemerintah ini, dikeluarkan unuk mendukung Inisiatif Strategis Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia 2013-2025.
Salah satu inisiatif strategis tersebut, adalah pengelolaan likuiditas keuangan Negara dengan keuangan modern serta mampu mendukung inklusi keuangan.
Mengenal Kartu Kredit Pemerintah
Pada dasarnya, pembiayaan pada anggaran pemerintah terbagi menjadi dua kategori, yakni uang persediaan, dan pembayaran langsung. Pada metode uang persediaan, mekanisme pembayaran dikelola langsung oleh bendahara dan digunakan untuk keperluan operasional. Mekanisme ini dilakukan secara tunai.
Sementara, dalam pembayaran langsung, metode yang digunakan adalah transaksi non-tunai (cashless). Transaksi dilakukan atas barang operasional kantor hingga perjalanan bisnis, dan dilakukan melalui transfer langsung dari rekening kas nasional ke rekening pihak yang menyediakan atau menjual segala kebutuhan.
Mekanisme ini, umumnya digunakan untuk pembayaran kontrak aparatur sipil negara (ASN), gaji pegawai, tunjangan makan, uang lembur dan tunjangan kinerja, serta biaya barang untuk perjalanan dinas.
Merujuk pada usaha untuk melaksanakan anggaran dalam pembayaran APBN secara non-tunai, maka pemerintah per 1 Juli 2019 telah memberlakukan kartu kredit pemerintah.
Mengutip kemenkeu.go.id, kartu kredit pemerintah adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu, yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas belanja yang dapat dibebankan pada APBN.
Bisa dikatakan kartu kredit pemerintah merupakan salah satu bentuk corporate card. Pembedanya adalah, kartu ini digunakan satuan kerja (Satker) pemerintah, untuk melakukan pembayaran atas transaksi belanja negara.
Secara sederhana, kartu kredit pemerintah berfungsi layaknya kartu kredit pada umumnya. Hanya saja, kartu kredit pemerintah hanya dikhususkan penggunaannya untuk belanja barang yang memang dibiayai oleh uang persediaan. Selain itu, kartu ini hanya digunakan untuk orang tertentu, serta dipergunakan untuk transaksi tagihan tertentu.
Namun, pada prinsipnya kartu kredit pemerintah sama dengan kartu kredit yang beredar, yakni kewajiban dari pemilik kartu akan dipenuhi terlebih dahulu oleh bank selaku penerbit. Lalu, pemilik kartu akan melaksanakan kewajibannya dalam pelunasan pembayaran terhadap transaksinya pada waktu yang telah disepakati.
Penggunaan kartu kredit pemerintah dilakukan dengan memperhatikan beberapa prinsip, yakni antara lain:
- Fleksibel, yaitu kemudahan penggunaan kartu dengan jangkauan pemakaian yang lebih luas dan transaksi dapat dilakukan di seluruh merchant yang menerima pembayaran melalui mesin electronic data capture (EDC) atau media daring.
- Aman dalam bertransaksi dan menghindari terjadinya penyimpangan (fraud) dari transaksi secara tunai.
- Efektif dalam mengurangi uang persediaan yang menganggur (idle cash) dan biaya dana (cost of fund) pemerintah dari transaksi uang persediaan.
- Akuntabilitas pembayaran tagihan negara dan pembebanan biaya penggunaan uang persediaan kartu kredit pemerintah.
Dasar Hukum dan Pemanfaatan Kartu Kredit Pemerintah
Penerbitan dan penggunaan kartu kredit pemerintah memiliki landasan hukum berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 97/PMK.05/2021. PMK ini merupakan perubahan PMK 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah.
Perincian mengenai macam-macam pengeluaran yang dapat menggunakan kartu kredit pemerintah, diatur dalam Pasal 25 Ayat (2) PMK 97/PMK.05/2021. Dalam aturan tersebut, pengeluaran yang dapat dibiayai dengan menggunakan kartu kredit pemerintah, antara lain:
- Belanja barang operasional, antara lain belanja keperluan perkantoran, belanja pengadaan bahan makanan, belanja penambah daya tahan tubuh, dan belanja barang operasional lainnya.
- Belanja barang non-operasional, antara lain belanja bahan dan belanja barang non-operasional lainnya.
- Belanja barang untuk persediaan, antara lain belanja barang persediaan barang konsumsi.
- Belanja sewa.
- Belanja pemeliharaan gedung dan bangunan, antara lain belanja pemeliharaan gedung dan bangunan, belanja barang persediaan pemeliharaan gedung dan bangunan, dan belanja pemeliharaan gedung dan bangunan lainnya.
- Belanja pemeliharaan peralatan dan mesin, antara lain belanja pemeliharaan peralatan dan mesin, belanja bahan bakar minyak dan pelumas dan pelumas khusus non-Pertamina, belanja barang persediaan pemeliharaan peralatan dan mesin, dan belanja pemeliharaan peralatan dan mesin lainnya.
- Belanja pemeliharaan lainnya, antara lain belanja barang persediaan pemeliharaan lainnya dan belanja pemeliharaan lainnya.
Dalam PMK 97/PMK.05/2021, juga diatur mengenai batasan maksimum belanja yang diperbolehkan menggunakan kartu kredit pemerintah. Hal ini diatur dalam Pasal 25 Ayat (2a), di mana disebutkan bahwa penggunaan kartu kredit pemerintah dilakukan dengan nilai belanja paling banyak Rp 200 juta, untuk satu penerima pembayaran.