Sebagai warga negara, baik orang pribadi maupun badan usaha, memiliki kewajiban membayar pajak. Pungutan pajak ini bersifat memaksa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk orang pribadi, kewajiban membayar pajak ini dikenakan untuk semua profesi tidak terkecuali. Salah satu profesi yang memiliki kewajiban membayar pajak adalah pekerjaan di sektor kreatif, seperti penulis dan musisi.
Salah satu sumber pendapatan dari sektor kreatif ini, adalah royalti. Atas royalti yang diterima ini, dikenakan pajak penghasilan (PPh). Oleh karena itu, dikenal istilah pajak royalti.
Definisi Pajak Royalti
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), royalti diartikan sebagai uang jasa yang dibayarkan oleh seseorang atau suatu badan atas barang yang diproduksi kepada pihak yang memiliki hak paten atas barang tersebut.
Berdasarkan ketentuan yang tercantum pada Pasal 4 Ayat (1) huruf h Undang-undang (UU) Nomor 36 tahun 2008 mengenai Pajak Penghasilan atau UU PPh, royalti dapat didefinisikan sebagai suatu jumlah yang dibayar atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun yang dilakukan secara berkala maupun tidak untuk dijadikan sebagai imbalan atas beberapa hal.
Beberapa hal yang dimaksud, antara lain bidang yang mencakup kesenian, kesusastraan, karya ilmiah, paten, desain, model rencana, dan merek dagang.
Kemudian, pemberian dan penggunaan atas informasi di bidang ilmiah atau komersial, gambar atau rekaman suara yang disalurkan melalui satelit. Lalu, pemberian bantuan yang sehubungan dengan rekaman serta penggunaan suatu radio komunikasi.
Dapat disimpulkan, bahwa royalti merupakan uang yang diterima oleh seseorang atas karya intelektualnya. Royalti dikategorikan ke dalam jenis penghasilan yang menjadi objek pajak.
Sehingga, pajak royalti dapat diartikan sebagai pungutan wajib yang dikenakan dari penghasilan atas royalti yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan.
Tarif Pajak Royalti
Mengacu UU PPh, pajak atas royalti yang diterima termasuk ke dalam elemen PPh Pasal 23. Pajak yang yang dikenakan atas royalti tersebut, adalah pajak atas imbalan yang diterima oleh wajib pajak.
Kemudian, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 141/PMK.03/2015, tarif PPh Pasal 23 ditetapkan sebesar 15% dari penghasilan bruto, dan tidak bersifat final. Tarif tersebut dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan yang diterima.
Mengutip pajakku.com, royalti yang dimaksud adalah jenis royalti terhadap subjek pajak dalam negeri, baik orang pribadi maupun badan termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Pengenaan tarif PPh Pasal 23 sebesar 15% ini, berlaku jika wajib pajak sudah memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Namun, pemotongan pajak ini, dikecualikan untuk pihak bank sebagai subjek dalam negeri.
Jika wajib pajak yang dimaksud tidak memiliki NPWP, maka tarif PPh Pasal 23 yang dikenakan adalah 30%. Dalam hal ini, dasar pengenaan pajak (DPP), adalah jumlah bruto royalti yang terutang atau kita bayarkan dengan nama dalam bentuk apa pun.
Sementara, berdasarkan Pasal 26 Ayat (1) UU PPh, penghasilan berupa royalti yang diterima oleh subjek pajak luar negeri dari wajib pajak dalam negeri akan dikenakan PPh Pasal 26, dengan tarif sebesar 20% dari jumlah bruto, atau disesuaikan dengan persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B).
Artinya, subjek pajak luar negeri tersebut tidak memiliki kewajiban melaporkan surat pemberitahuan (SPT) di Indonesia. Sementara, wajib pajak dalam negeri yang membayarkan royalti tersebut, memiliki kewajiban memotong, menyetorkan, dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 26 atas transaksi tersebut. Pajak royalti sendiri terutang pada saat penandatangan kontrak atau faktur atas royalti.
Pemotongan Pajak Royalti
Apabila seseorang atau suatu badan usaha membayarkan royalti kepada pihak penerima royalti, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama, melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas royalti sebesar 15% dari jumlah bruto dan membuat bukti potong PPh Pasal 23.
Kedua, melakukan penyetoran PPh Pasal 23 atas royalti dengan membuat kode billing yang kode akun pajaknya 411124 dan kode jenis setoran 103. Dalam hal ini, penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Ketiga, melakukan pelaporan PPh Pasal 23 atas royalti dengan menggunakan aplikasi e-Bupot Unifikasi melalui layanan daring yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yakni DJP Online. Pelaporan juga bisa dilakukan melalui Perusahaan Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP).