Dalam sistem Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dikenal adanya dokumen bernama faktur pajak, yang merupakan bukti pungutan PPN dari pengusaha kena pajak (PKP) yang melakukan penyerahan barang/jasa kena pajak (BKP/JKP).
Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012, faktur pajak memiliki 16 digit angka. Digit pertama dan kedua merupakan kode transaksi atau yang sering disebut kode faktur pajak.
Setiap transaksi tentu memiliki kode faktur pajak yang berbeda. Kode tersebut terdiri atas angka 01 hingga 09, yang telah ditentukan penggunaannya.
Ulasan berikut ini, akan membahas mengenai pengertian kode faktur pajak 03, serta mekanisme penggunaannya.
Pengertian Kode Faktur Pajak 03
Kode faktur pajak 03, adalah kode yang digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN lainnya selain instansi pemerintah, yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya dipungut oleh pemungut PPN lainnya.
Yang dimaksud pemungut PPN lainnya selain instansi pemerintah adalah, pihak pemungut PPN yang ditunjuk berdasarkan peraturan menteri keuangan (PMK) yang mengatur mengenai penunjukan pemungut PPN yang bersangkutan.
Ini termasuk perusahaan yang tunduk terhadap kontrak karya pertambangan, yang di dalam kontrak tersebut secara lex specialist ditunjuk sebagai pemungut PPN.
Secara perinci, pemungut PPN lainnya yang atas transaksi terhadap pihak tersebut harus menggunakan kode faktur pajak 03, adalah sebagai berikut:
- Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
- Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas.
- Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi atau wajib pajak lainnya yang ditunjuk sebagai pemungut PPN, termasuk perusahaan yang tunduk terhadap kontrak karya pertambangan yang bersifat khusus dan ditunjuk sebagai pemungut PPN.
Mekanisme Penggunaan Kode Faktur Pajak 03
Ketentuan mengenai penggunaan kode faktur pajak 03 termaktub dalam PMK Nomor 85/PMK.03/2012. PMK ini mengatur tentang penunjukan BUMN untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM. Termasuk juga tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporannya.
Dalam PMK 85/PMK.03/2012, terdapat beberapa ketentuan penggunaan kode faktur pajak 03, yakni sebagai berikut:
1. Rekanan wajib membuat faktur pajak dan SSP atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada BUMN.
2. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dibuat sesuai dengan ketentuan di bidang perpajakan.
3. SSP diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh BUMN sebagai penyetor atas nama Rekanan.
4. Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM, maka rekanan harus mencantumkan juga jumlah PPnBM yang terutang pada faktur pajak.
5. Faktur pajak dibuat menjadi tiga rangkap.
- Lembar pertama untuk pembeli BKP atau penerima JKP sebagai bukti pajak masukan.
- Lembar kedua diberikan kepada PKP yang menerbitkan faktur pajak sebagai bukti pajak keluaran.
- Lembar ketiga diberikan kepada wajib pungut atau WAPU sebagai laporan SPT ke KPP.
6. Pihak rekanan membuat rangkap 5 SSP dengan identitas rekanan yang mencantumkan nama dan NPWP BUMN.
- Lembar kesatu untuk rekanan.
- Lembar kedua untuk KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos.
- Lembar ketiga untuk rekanan yang dilampirkan pada SPT Masa PPN.
- Lembar keempat untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos.
- Lembar kelima untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.
7. BUMN yang melakukan pemungutan harus membubuhkan cap "Disetor Tanggal" dan menandatanganinya pada faktur pajak.
Ketentuan yang telah disebutkan, berlaku untuk transaksi di atas Rp 10 juta. Sementara, untuk nilai transaksi di bawah Rp 10 juta, berlaku mekanisme pemungutan PPN seperti biasa.
Tata Cara yang diatur dalam PMK 85/PMK.03/2012 telah mengalami beberapa perubahan, yakni melalui PMK 136/PMK.03/2012. Perubahan yang dimaksud, antara lain:
- Rangkap dalam faktur pajak ditentukan hanya 2 rangkap, dan SSP dibuat dalam 4 rangkap
- Penegasan kewajiban pemungutan oleh BUMN dan kewajiban pelaporan serta penyetoran, dilakukan paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya.