Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati, Ini Beda Tuntutan dan Vonis

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nym.
Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo bersiap menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (13/2/2023).
13/2/2023, 18.38 WIB

Keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk memvonis mati Ferdy Sambo resmi diumumkan, Senin (13/2). Sebelum dijatuhi vonis mati, Sambo telah melalui proses persidangan yang panjang, termasuk mendapatkan sejumlah tuntutan.

Ferdy Sambo telah menjadi terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Adapun vonis mati dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Wahyu Iman Santoso di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2).

Dalam putusannya, hakim menyatakan tidak ada alasan pembenar dan pemaaf yang bisa meringankan hukuman Sambo. Bahkan, hakim menyebut Ferdy Sambo terbukti melakukan perencanaan pembunuhan yang menyebabkan hilangnya nyawa Brigadir J.

Sebelumnya, Jaksa Pengadilan Negeri Jakarta telah membacakan tuntutan terhadap Ferdy Sambo pada 17 Januari 2023. Tuntutan tersebut memberikan gambaran terkait hukuman apa saja yang berpotensi diputuskan bagi terdakawa.

Saat itu, jaksa membacakan tuntutan hukuman penjara seumur hidup untuk Sambo, karena diyakini melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua bersama terdakwa lain, serta merusak barang bukti elektronik terkait pembunuhan Brigadir J tersebut.

Mendengar beberapa istilah hukum terkait tuntutan dan vonis tersebut, tentunya cukup membingungkan bagi orang awam. Untuk itu, Katadata.co.id mencoba merangkum beda tuntutan dan vonis, disertai penjelasannya.

Pengertian Tuntutan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tuntutan berarti hasil menuntut, sesuatu yang dituntut, hal menuntut. Adapun pengertian mengenai penuntutan yang diatur dalam Pasal 1 butir 7 KUHAP sebagai berikut:

“Tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.”

Secara singkat, tuntutan pidana diartikan sebagai permohonan jaksa (penuntut umum) kepada pengadikan (majelis hakim) atas hasil persidangan. Tuntutan pidana muncul apabila pelaku tindak pidanan sudah disidangkan di pengadilan dan pemeriksaan dinyatakan selesai oleh hakim. 

Tuntutan juga salah satu dasar pertimbangan hakim sebelum menjatuhkan hukuman kepada terdakawa. Untuk itu, terdapat beberapa proses yang dilakukan dalam menentukan tuntutan. Berikut beberapa tahapan dalam menentukan tuntutan, sebagaimana dilansir dari laman IJRS:

1. Surat Tuntutan

Sebelum memutuskan daftar tuntutan bagi terdakwa, diperlukan adanya surat tuntutan. Didalamnya, akan dijelaskan kesimpulan jaksa atas pemeriksaan perkara, yang dibuat berdasarkan proses pembuktian di persidangan.

Untuk menyusun tuntutan, jaksa akan merujuk pada surat dakwaan yang sudah dibacakan pada hari pertama sidang. Di mana, surat dakwaan mengandung informasi mengenai identitas terdakwa, kronologis duduk perkara, hingga pasal yang didakwakan.

2. Surat Edaran Jaksa Agung (SEJA)

Jaksa memiliki pedoman dalam menentukan besarnya tuntutan pemidanaan. Di mana, jaksa akan terikat dengan SEJA tentang pedoman penuntutan, SEJA kemudian dicabut dan diganti dengan Pedoman No 3 Tahun 2019 tentang Penuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum.

Menurut pedoman penuntutan tersebut, jaksa dapat mempertimbangkan beberapa faktor dalam menentukan berat, ringannya sanksi pidana yang akan dituntut. Hal itu mengacu pada kondisi terdakwa, seperti motif/tujuan berbuat, pendidikan, hingga jabatan/profesi. Selain itu, perbuatan terdakwa, akibat yang ditimbukan dan faktor-faktor lainnya. 

3. Rencana Tuntutan (Rentut)

Sebelum mengajukan tuntutan, jaksa harus mengantongi persetujuan dari atasannya melalui mekanisme pelaporan Rentut. 

Pengertian Vonis

Mengutip Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), vonis diterjemahkan sebagai putusan hakim (pada sidang pengadilan) yang berkaitan dengan persengketaan di antara pihak yang maju ke pengadilan; hukuman (pada perkara pidana).

Sementara itu, menurut buku Hukum Acara Peradilan Agama, putusan secara bahasa disebut dengan vonnis (Belanda) atau al-aqda’u (Arab), yang berarti produk Pengadilan Agama, karena adanya dua pihak yang berlawanan dalam perkara, yaitu penggugat dan tergugat. Adapun produk pengadilan semacam ini biasa diistilahkan dengan “produk peradilan yang sesungguhnya atau jurisdictio cententiosa.

Adapun definisi Putusan yang tercantum dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menjelaskan bahwa:

“Putusan adalah keputusan pengadilan atas perkara gugatan berdasarkan adanya suatu sengketa".

Menurut Sudikno Mertokusumo dalam Hukum Acara Perdata Indonesia, putusan adalah suatu pernyataan yang diberikan oleh Hakim, sebagai pejabat negara yang diberi wewenang, dan diucapkan di dalam persidangan yang terbuka untuk umum. Tujuannya, untuk menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara pihak yang berperkara.

Untuk memahami beda tuntutan dan vonis, bisa dilihat melalui asas pelaksanaan putusan atau vonis. Menurut buku Kepaniteraan Peradilan Agama, terdapat empat asas pelaksanaan putusan yang harus dipenuhi, di antaranya:

1. Putusan pengadilan telah memiliki kekuatan hukum tetap.

2. Putusan atau vonis, tidak dilaksanakan secara sukarela, meskipun telah dilakukan teguran atau aanmaning oleh Ketua Pengadilan Agama.

3. Putusan harus mengandung amar condemnatoir, di mana ciri putusan mengandung salah satu amar yang diawali dengan kata menghukum atau memerintahkan.

4. Eksekusi di bawah pimpinan Ketua Pengadilan yang berwenang melaksanakan eksekusi atau diberi delegasi atau wewenang untuk memutuskan. 

Macam-macam Putusan atau Vonis

Berdasarkan buku Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Prof. Dr. H. Abdul Manan membagi macam-macam putusan Hakim pengadilan dari beberapa sisi. Mulai dari segi sifatnya, segi isinya dan dari segi jensinya.

1. Segi Sifatnya

Putusan berdasarkan segi sifatnya terbagi lagi menjadi tiga, yakni declaratoir, constitutif dan condemnatoir. Untuk declaratoir, berarti putusan dinyatakan sah menurut hukum, sedangkan constitutif bersifat menghentikan atau menimbulkan hukum baru. 

Adapun putusan condemnatoir bersifat menghukum pihak yang kalah, untuk memenuhi prestasi yang ditetapkan hakim.

2. Segi Isinya

Putusan jenis ini terbagi menjadi tujuh, mulai dari putusan yang tidak dapat diterima gugatannya, gugatan dikabulkan, serta gugatan ditolak. Ada juga gugatan yang didamaikan, digugurkan, dibatalkan, hingga terakhir gugatan dihentikan atau aan hanging. 

 3. Segi Jenisnya

Untuk jenis putusan satu ini terbagi lagi menjadi tiga, yakni putusan sela, putusan provisi, hingga putusan akhir. 

Demikian beberapa penjelasan untuk memberikan pemahaman mengenai beda tuntutan dan vonis. Intinya, tuntutan akan dilakukan terlebih dahulu oleh jaksa, untuk bisa menghasilkan vonis atau putusan yang akan dijatuhkan atau ditetapkan oleh Majelis Hakim berwenang.