Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD optimistis Indonesia dapat bergabung dalam Organisasi Anti Pencucian Uang Global atau Financial Action Task Force (FTAF) pada Juni 2023. Negara ini menjadi satu-satunya anggota G20 yang belum masuk organisasi tersebut.
Mahfud menyebut salah satu kunci kepesertaan Indonesia dalam organisasi ini adalah pengesahan Rancangan Undang-Undang atau RUU Perampasan Aset. Karena itu, ia akan berkomunikasi dengan ketua partai politik demi mempercepat pengesahan aturan tersebut.
“Kami sudah menerima berita tadi dari Ibu Menteri Keuangan, dia memberi tahu bahwa rencana aksi tentang perampasan aset dan lain-lain yang terkait tugas TPPU itu bisa selesai 21 April,” kata Mahfud saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Jumat (14/4).
RUU itu sebenarnya sudah diajukan sejak masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hal yang masih menjadi perdebatan hingga kini adalah aturan pengelolaan aset yang telah dirampas.
Presiden Joko Widodo sudah meminta Dewan Perwakilan Rakyat alias DPR menyelesaikan pembahasannya. “Ini akan memudahkan proses penanganan tindak pidana korupsi karena payung hukumnya jelas,” kata Jokowi dalam kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu pekan lalu.
Apa Itu FATF?
FATF dibentuk sejak 1989 atas inisiatif negara-negara G7 untuk membentuk standar kebijakan dan menyepakati strategi melawan pencucian uang. Tujuh negara yang tergabung adalah Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat.
Saat awal dibentuk, FATF bertanggung jawab memeriksa teknik dan kecenderungan tindak pidana pencucian uang alias TPPU. Badan ini juga meninjau dan menentukan peraturan aksi pencegahan TPPU di taraf nasional dan internasional. Pada 2001, mandat FATF berkembang untuk menangani tindak pidana pendanaan terorisme atau TPPT.
Tanggungjawab organisasi tersebut ditulis dalam rekomendasi. Sejak 1990, FATF sudah menerbitkan 40 rekomendasi terkait TPPU, sembilan rekomendasi khusus terkait TPPT, dan 30 Interpretive Notes untuk berbagai rekomendasi lainnya. Interpretive Notes ini terkait dengan perkembangan teknologi seperti blockchain dan mata uang kripto yang sering menjadi bagian dari TPPT dan TPPU.
FATF hanya mengeluarkan panduan dan rekomendasi untuk mencegah TPPT dan TPPU. Organisasi ini tidak berhak menghukum negara atau organisasi yang melanggar panduan dan rekomendasi. Tapi FATF membuat daftar hitam alias blacklist dan abu-abu alias greylist bagi negara yang tidak mengikuti rekomendasi.
Ada konsekuensi besar yang mengintai bila sebuah negara masuk dalam daftar-daftar itu. Tingkat surat utang alias obligasi negara dapat turun sehingga sulit untuk terhubung dalam sistem perbankan nasional. Akhirnya perdangan internasional dan investasi ke negara tersebut akan bermasalah.
Keanggotaan FATF
Hingga 2021, FATF memiliki 39 anggota, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Bank Dunia. Namun, bila menghitung anggota lain yang sudah berkomitmen menerapkan standar FATF, totalnya mencapai 200 negara dan organisasi.
Indonesia adalah salah satu di antara dua negara ini, dengan status anggota peninjau alias observer. Seluruh anggota FATF tergabung dalam sembilan asosiasi berdasarkan daerah masing-masing:
- Asia/Pacific Group on Money Laundering (APG),
- Eurasian Group (EAG),
- Middle East and North Africa Financial Action Task Force (MENAFATF),
- Eastern and Southern Africa Anti-Money Laundering Group (ESAAMLG)
- Committee of Experts on the Evaluation of Anti-Money Laundering Measures (MONEYVAL)
- GABAC
- Inter-Governmental Action Group against Money Laundering in West Africa (GIABA)
- Caribbean Financial Action Task Force (CFATF)
- Financial Action Task Force of Latin America (GAFILAT)
Untuk menjadi anggota FATF, sebuah negara harus masuk dalam kategori penting secara strategis, bersedia mengikuti standar keuangan global, dan terdaftar sebagai anggota di organisasi internasional lainnya. Beberapa tolok ukur sebuah negara penting secara strategis adalah populasi yang besar, PDB yang besar, sistem perbankan yang sudah maju, dan lainnya.
Bila sebuah negara atau organisasi sudah menjadi anggota FATF, maka ia harus mendukung rekomendasi, berkomitmen untuk dievaluasi dan mengevaluasi anggota lain, serta bekerjasama dengan FATF untuk mengembangkan rekomendasi berikutnya.