Direktorat Jenderal Pajak mencatat realisasi pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau restitusi pajak per April 2023 mencapai Rp60,9 triliun. Sementara itu, jumlah permohonan restitusi yang telah direalisasikan penyelesaiannya tercatat sebanyak 18.222 permohonan.
Menurut Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo, dari jumlah tersebut sebanyak 57% di antaranya atau sekitar Rp34,8 triliun merupakan realisasi dari restitusi dipercepat. "Yang penting pajak yang dipotong dan dipungut sudah dilaporkan oleh pihak yang memotong dan memungut, sehingga kami dapat melakukan validasi pajak yang sudah disetorkan kepada negara," kata dia mengutip Antara, Senin (22/5).
Adapun kebijakan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) maksimal Rp5 miliar menjadi restitusi dipercepat telah diperkenalkan pada 2019-2020 dan menjadi permanen pada 2022. Sementara itu, restitusi dipercepat tanpa pemeriksaan diberikan kepada wajib pajak pribadi atau perorangan untuk pajak penghasilan (PPh) dengan nilai lebih bayar maksimal Rp100 juta.
Restitusi tanpa pemeriksaan itu diberikan setelah Ditjen Pajak melakukan klarifikasi dan menghitung jumlah pajak terutang. Apabila dalam perhitungan ditemukan kelebihan bayar, restitusi akan diberikan dengan cepat tanpa melakukan pemeriksaan lanjutan dalam batas waktu 15 hari kerja.
Menurut Suryo, kebijakan restitusi dipercepat ini merupakan bentuk dukungan pemerintah agar wajib pajak dapat menggunakan restitusi itu untuk mengembangkan kegiatan ekonominya atau untuk berekspansi.
Mengenal Restitusi Pajak
Mengacu pada Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), restitusi pajak merupakan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang diajukan oleh wajib pajak kepada negara. Dengan demikian, restitusi yang dimaknai sebagai pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak, merupakan hak bagi wajib pajak.
Kelebihan pembayaran pajak dapat terjadi akibat kesalahan wajib pajak dalam menghitung pajak yang terutang. Kekeliruan itu juga dapat terjadi apabila wajib pajak melakukan pembayaran atas pajak yang seharusnya tidak perlu dibayarkan oleh wajib pajak.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 39/PMK.03/2018 mengatur siapa saja wajib pajak yang dapat mengajukan permohonan restitusi pajak. Dalam aturan itu disebutkan, wajib pajak yang berhak mendapatkan hak restitusi pajak adalah wajib pajak kriteria tertentu, wajib pajak persyaratan tertentu, dan pengusaha kena pajak berisiko rendah.
Ditjen Pajak menetapkan wajib pajak kriteria tertentu dengan mempertimbangkan beberapa aspek, antara lain selalu tepat waktu menyampaikan SPT, tidak memiliki tunggakan pajak apapun, memiliki laporan keuangan yang diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama tiga tahun berturut-turut, dan tak pernah melakukan tindak pidana perpajakan.
Sementara itu, wajib pajak persyaratan memiliki kriteria: wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha, wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan SPT Tahunan PPh dengan lebih bayar restitusi maksimal Rp100 juta, wajib pajak badan yang menyampaikan SPT Tahunan PPh dengan restitusi maksimal Rp1 miliar, dan pengusaha kena pajak yang menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan restitusi maksimal Rp1 miliar.
2023, Restitusi Pajak WP Pribadi Dipercepat dan Dipermudah
Pada awal Mei 2023, Ditjen Pajak menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-5/PJ/2023 tertanggal 9 Mei 2023 yang khusus mengatur mengenai percepatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Dalam perdirjen itu, beberapa kemudahan dan percepatan restitusi diberikan khusus kepada wajib pajak orang pribadi.
Percepatan tersebut terlihat dalam jangka waktu realisasi restitusi yang semula diberikan dalam jangka waktu 12 bulan, dengan aturan baru, restitusi diberikan dalam jangka waktu 15 hari kerja. Percepatan itu dilakukan tanpa pemeriksaan dengan catatan nilai restitusi pajak yang diajukan tidak melebihi Rp100 juta.
Untuk mendukung percepatan, proses restitusi dilakukan dengan secara minim intervensi dan minim tatap muka. Cara ini dianggap mampu meningkatkan kinerja proses selain menjamin akuntabilitas dan menghindari penyalahgunaan kewenangan.
Namun setelah restitusi direalisasikan pembayarannya oleh negara, tak menutup kemungkinan muncul kurang bayar. Dalam akun media sosial resmi Ditjen Pajak @ditjenpajakri, disebutkan jika ada kurang bayar dalam pemeriksaan setelah dikembalikan, wajib pajak akan dikenakan sanksi administratif.
Hanya saja, kebijakan restitusi baru untuk wajib pajak orang pribadi memberikan relaksasi atas pengenaan sanksi tersebut. Sanksi dihitung per bulan berdasarkan suku bunga acuan ditambah uplift factor 15% untuk paling lama 24 bulan.
Sebelum kebijakan terbaru ini terbit, wajib pajak akan dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100 persen. Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dwi Astuti, pengenaan sanksi tersebut jauh lebih rendah dibandingkan sanksi kenaikan 100 persen.