Tarif Preferensi, Pengertian, Skema, dan Syarat Memanfaatkannya

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/tom.
Ilustrasi, pekerja berjalan di Terminal Petikemas Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (16/6/2023).
Penulis: Agung Jatmiko
26/7/2023, 15.39 WIB

Pada awal pandemi Covid-19 melanda Indonesia, pemerintah melalui Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 45/PMK.04/2020, yang memberikan relaksasi penyerahan dokumen surat keterangan asal (SKA) untuk pemanfaatan fasilitas impor menggunakan tarif preferensi bea masuk.

Pemberian relaksasi ini dilakukan untuk merespons terganggunya aktivitas impor akibat pandemi virus Corona atau Covid-19. Sebab, merebaknya Covid-19 berdampak pada proses penerbitan dan pengiriman SKA oleh negara mitra dagang Indonesia.

Hambatan tersebut menimbulkan efek domino terkait dengan proses klaim tarif preferensi atas barang impor. Pasalnya, SKA menjadi salah satu syarat agar importir dapat menggunakan tarif preferensi.

Nah, apa yang dimaksud dengan tarif preferensi dalam kepabeanan ini, di skema apa saja tarif ini berlaku, serta syarat apa saja yang harus dipenuhi untuk dapat memanfaatkan tarif preferensi ini? Simak ulasan berikut ini.

Ilustrasi, aktivtas bongkar-muat peti kemas dalam rangka ekspor dan impor (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.)

Pengertian Tarif Preferensi

Berdasarkan International Bureau of Fiscal Documentation (IBFD) International Tax Glossary, tarif preferensi adalah tarif khusus, di mana impor dari negara tertentu atau impor barang tertentu dikenakan tarif yang lebih rendah dibandingkan tarif yang telah ditetapkan.

Sementara, menurut Pasal 1 Angka 14 PMK 11/PMK.04/2019, tarif preferensi didefinisikan sebagai tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional, di mana besarannya ditetapkan dalam PMK mengenai penetapan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional.

Kemudian, dilansir dari laman resmi e-SKA Kementerian Perdagangan, tarif preferensi adalah fasilitas pengurangan atau pembebasan bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional.

Skema Tarif Preferensi

Tarif preferensi masuk dalam skema perjanjian perdagangan antara satu negara dengan negara lain, atau sekelompok negara dengan negara lain.

Untuk Indonesia, saat ini tarif preferensi telah diterapkan dalam beberapa skema, di antaranya ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) dan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), dan ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA).

Kemudian, Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA), ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement (IPPTA) dan ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP).

Perincian tarif prefrensi untuk setiap skema tersebut telah ditetapkan dalam PMK mengenai penetapan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional. Misalnya, tarif preferensi ATIGA tercantum dalam PMK 25/PMK.010/2017, dan ACFTA dimuat dalam PMK 26/PMK.010/2017.

Selanjutnya, AKFTA tertera dalam PMK 24/PMK.010/2017, IJEPA diatur dalam PMK 30/PMK.010/2017 dan AIFTA termuat PMK 27/PMK.010/2017. Sebagai suatu fasilitas, besaran tarif preferensi dapat berbeda dari tarif bea masuk yang berlaku umum.

Misalnya, dalam IJEPA terdapat 10.813 item atau barang yang masuk dalam skema dengan mayoritas tarif yang dikenakan sebesar 0%. Skema kerja sama lainnya, tentu memiliki besaran tarif preferensi yang berbeda satu dengan yang lain.

Secara terperinci, tarif preferensi dapat diberikan terhadap impor barang untuk dipakai, impor barang untuk dipakai dari tempat penimbunan berikat (TPB) maupun pusat logistik berikat (PLB) yang telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan tarif preferensi saat pemasukan barang.

Tarif khusus ini juga dapat diterapkan atas pengeluaran barang hasil produksi dari kawasan bebas ke tempat lain dalam daerah pabean (TLDDP) sepanjang memenuhi tiga ketentuan. Pertama, bahan baku atau bahan penolong berasal dari luar daerah pabean.

Kedua, pada saat pemasukan barang ke kawasan bebas telah mendapat persetujuan penggunaan tarif preferensi. Ketiga, dilakukan oleh pengusaha di kawasan bebas yang telah memenuhi persyaratan sebagai pengusaha yang dapat menggunakan tarif preferensi.

Adapun, importir yang mampu mendapatkan tarif preferensi, adalah importir perseorangan atau badan hukum, penyelenggara atau pengusaha TPB, penyelenggara atau pengusaha PLB, dan pengusaha di Kawasan Bebas.

Ilustrasi, aktivitas bongkar-muat peti kemas dalam rangka ekspor dan impor (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.)

Syarat Memanfaatkan Tarif Preferensi

Untuk menikmati tarif preferensi terkait barang yang diimpor, harus memenuhi ketentuan asal barang (rules of origin). Ini merupakan ketentuan khusus berdasar perjanjian atau kesepakatan internasional yang diterapkan suatu negara untuk menentukan negara asal barang.

Guna memenuhi rules of origin barang yang diimpor, importir harus memenuhi tiga ketentuan, yaitu kriteria asal barang (origin criteria), kriteria pengiriman (consignment criteria) dan ketentuan prosedural (procedural provisions).

Pemenuhan syarat rules of origin dibuktikan dengan penyerahan certificate of origin atau surat keterangan asal (SKA) pada saat importasi. SKA adalah dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh instansi penerbit SKA (IPSKA) yang menyatakan barang tersebut dapat diberikan tarif preferensi.

Selain SKA, kriteria asal barang dapat dibuktikan dengan invoice declaration eksportir yang telah disertifikasi IPSKA, SKA Form D yang dapat dikirim secara elektronik antar negara ASEAN, atau movement certificate yang dirilis negara pengekspor kedua berdasarkan SKA negara anggota.