Pemerintah mengatur terkait agraria atau pertanahan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UU No. 5/1960). Urgensi adanya pengaturan ini adalah salah satunya karena bagi rakyat asli, hukum agraria penjajahan tidak menjamin kepastian hukum.
Di dalam peraturan tersebut, terdapat pengaturan terkait berbagai hal. Beberapa diantaranya yakni pendaftaran tanah, hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa untuk bangunan, hak membuka tanah dan memungut hasil hutan, hak guna air serta pemeliharaan dan penangkapan ikan, hak guna ruang angkasa, hak tanah untuk keperluan suci dan sosial, ketentuan lain dan ketentuan pidananya.
Berkaitan dengan hak milik sebagai salah satu hak tanah yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) UU No. 5/1960 atau kerap disebut dengan UUPA, menarik untuk mengetahuinya lebih lanjut. Hak tersebut adalah salah satu macam hak menguasai dari negara yang diberikan kepada dan dimiliki oleh orang-orang, baik sendiri atau bersama orang lain serta badan-badan hukum.
Hak Milik atas Tanah dalam UUPA
Hak milik atas tanah dalam UU Pokok Agraria diatur pada bagian III UUPA secara khusus. Hak milik merupakan hak turun temurun yang terkuat dan terpenuhi dan dapat dimiliki orang atas tanah.
Kepemilikan tersebut wajib mengingat ketentuan dalam Pasal 6 UUPA yang berbunyi: “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.” Hak ini dapat beralih dan dialihkan kepada orang lain.
Pasal 21 UUPA menegaskan hanya warga negara Indonesia saja yang dapat memiliki hak milik. Pemerintah juga menetapkan badan hukum yang dapat mempunyai hak milik tersebut.
Hak pertanahan ini berbeda dengan hak lainnya. Hak milik adalah hak yang “terkuat dan terpenuh” yang dapat dimiliki oleh seseorang atas tanah.
Sifat tersebut tidak lantas berarti bahwa hak tersebut adalah hak mutlak, tidak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat. Pengertian ini adalah pengertian hak eigendom menurut pengertian yang asli dulu.
Jika pengertian itu dipahami demikian, maka sifat itu bertentangan dengan sifat hukum adat dan fungsi sosial setiap hak. Frasa “terkuat dan terpenuhi” ini sebagai pembeda dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai lainnya. Frasa tersebut juga menunjukkan bahwa diantara hak atas tanah yang dapat dimiliki orang lain, hak milik lah yang paling kuat dan paling penuh.
Hak Milik atas Tanah yang Hapus karena Hukum
Dalam keadaan tertentu yang perlu dicermati terkait kepemilikan tanah tersebut. Berikut ini keadaan-keadaan tersebut:
- Orang asing yang memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat.
- Orang asing yang memiliki hak milik karena percampuran harta atas adanya perkawinan.
- Warga negara Indonesia yang memiliki hak milik dan kehilangan kewarganegaraannya setelah berlakunya UUPA tersebut.
- Warga negara Indonesia yang memiliki kewarganegaraan asing.
Terhadap keempat jenis pihak tersebut, dikenakan kewajiban berupa melepaskan hak tersebut dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak itu. Jika para pihak tersebut tidak melakukannya, maka hak tersebut hapus karena hukum. Pengaruhnya, tanah tersebut akan menjadi milik negara dengan ketentuan hak pihak lain yang ada dalam tanah tersebut tetap berlangsung.
Selain itu, hak milik dapat terhapus apabila tanahnya musnah. Hak milik yang terhapus karena tanahnya jatuh kepada negara dilandasi dengan kondisi berupa penjelasan di atas, penyerahan dengan sukarela oleh sang pemilik, ditelantarkan, dan untuk kepentingan umum seperti yang dimaksud Pasal 18 yang berbunyi sebagai berikut:
“Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang.”
Tak hanya itu, hak milik atas tanah dapat terhapus apabila adanya jual beli, penukaran, pemberian dengan wasiat, penghibahan dan perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak tersebut kepada orang lain. Orang lain tersebut dapat berupa orang asing, warga negara yang disamping kewarganegaraan Indonesia memiliki kewarganegaraan lain, atau kepada suatu badan hukum kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Hak Milik atas Tanah dalam Hukum Adat
Seperti yang telah diketahui, Indonesia mengakui adanya masyarakat adat dan hukum adat. Berkaitan dengan hukum adat dan hak milik, pemerintah mengaturnya secara spesifik.
Hak milik menurut hukum adat diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Selain itu, hak milik tersebut dapat terjadi karena adanya penetapan pemerintah sesuai cara dan syarat yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dan ketentuan undang-undang.
Hak Milik atas Tanah yang Terkait dengan Hak Lain
Masih terdapat beberapa ketentuan mengenai hak lain yang masih mencakup hak milik atas tanah tersebut. Berikut ini hak tersebut beserta penjelasannya:
1. Hak Membuka Tanah dan Memungut Hasil Hutan
Hak ini hanya dapat dimiliki WNI.jika penggunaannya sah, maka ia memperoleh hak milik atas tanah tersebut.
2. Hak-Hak Tanah untuk Keperluan Suci dan Sosial
Hak milik tanah badan keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi oleh pemerintah. Pengakuan dan perlindungan tersebut berlangsung selama digunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial.
Itulah penjelasan terkait pengaturan hak milik dalam Undang-Undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.