8 Risiko Obligasi yang Perlu Dipertimbangkan Sebelum Berinvestasi

Unsplash
Ilustrasi, indeks obligasi.
Editor: Agung
6/10/2023, 14.24 WIB

Di tengah situasi ekonomi yang sulit, banyak orang mulai melirik investasi sebagai salah satu cara untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Investasi memiliki beragam jenis. Salah satunya yaitu obligasi yang banyak diminati karena bisa mendatangkan banyak keuntungan.

Dilansir dari KBBI, obligasi memiliki pengertian sebagai surat utang berjangka (waktu) lebih dari satu tahun dan bersuku bunga tertentu, dikeluarkan oleh perusahaan untuk menarik dana dari masyarakat guna menutup pembiayaan perusahaan.

Meskipun obligasi menawarkan pendapatan yang tetap dalam jangka waktu tertentu,  seorang investor harus mengerti bahwa investasi memiliki konsep dasar high risk high return.

Itu berarti, setiap keuntungan yang ditawarkan pasti terdapat risiko. Begitu pula dengan instrumen obligasi. Lantas, apa saja saja risiko yang dimiliki instrumen obligasi? Berikut dibawah ini informasinya.

Risiko Obligasi

Berikut ini penjelasan mengenai delapan risiko obligasi yang perlu dipertimbangkan sebelum mulai berinvestasi.

Risiko Obligasi  (Unsplash)

1. Risiko Likuiditas

Risiko pertama dan yang paling sering ditemui dalam obligasi adalah risiko likuiditas. Risiko ini sendiri bisa terjadi dikarenakan obligasi biasanya membutuhkan waktu lebih lama untuk dijual kembali di pasar sekunder dalam waktu singkat.

Selain itu, pada saat berinvestasi di instrumen obligasi dana investasi investor akan ditahan dalam tempo waktu tertentu yang cukup lama (2-5 tahun). Jika investor ingin menjual kembali obligasi tersebut sebelum jatuh tempo, maka investor berpotensi mengalami kerugian.

2. Risiko Gagal Bayar

Risiko obligasi selanjutnya adalah risiko gagal bayar yang terjadi pada obligasi korporasi. Hal ini bisa terjadi dikarenakan terdapat kemungkinan terjadinya gagal bayar dari perusahaan penerbit obligasi.

Risiko ini terjadi saat perusahaan gagal dalam membayarkan kupon dan pokok utang pada jangka waktu yang telah disepakati, risiko ini juga umum disebut dengan risiko default.

Namun risiko obligasi ini tidak akan terjadi dengan obligasi pemerintah. Hal ini dikarenakan obligasi ini dijamin telah oleh pemerintah melalui peraturan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2022. 

Peraturan tersebut menyatakan bahwa negara akan menjamin pembayaran pokok dan kupon obligasi sampai dengan jatuh tempo melalui dana yang berasal dari APBN.

3. Risiko Suku Bunga

Risiko obligasi berikutnya yaitu risiko suku bunga yang biasanya ditentukan oleh kondisi ekonomi negara yang sedang dihadapi. Sebagai contoh, jika BI Rate turun maka tingkat kupon akan bertambah, begitupun sebaliknya.

BI Rate sendiri adalah kebijakan suku bunga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia setiap bulannya, sebagai representasi kondisi perekonomian negara.

4. Risiko Pasar

Risiko berikutnya yaitu risiko pasar yang berkaitan erat dengan capital loss. Ini merupakan kerugian akibat faktor tertentu yang mempengaruhi pasar keuangan, seperti perubahan suku bunga, serta perubahan kondisi ekonomi dan politik yang tidak stabil.

Capital loss juga dapat terjadi saat investor menjual kembali obligasi kepada investor lainnya di pasar sekunder sebelum jatuh tempo dengan harga jual lebih rendah daripada harga beli sebelum.

Hal ini justru merugikan karena nilai obligasi yang  dimiliki investor jadi lebih rendah. Oleh karena itu, investor harus lebih berhati-hati jika ingin berinvestasi dengan obligasi.

Selain itu, investor juga perlu memastikan bahwa ia benar-benar mengetahui bagaimana kondisi pasar saat melakukan transaksi.

Risiko Obligasi (Freepik)

5. Risiko Peringkat

Berikutnya, risiko peringkat yang merupakan suatu kondisi di mana lingkungan pasar keuangan sangat memengaruhi nilai investasi, sehingga dapat mengubah posisi peringkatnya.

Oleh karena itu, saat terjadinya kondisi risiko peringkat, permintaan di pasar akan menurun, sementara nilai obligasi mengalami fluktuasi.

6. Risiko Maturitas

Risiko maturitas merupakan risiko obligasi yang bisa terjadi baik pada obligasi korporasi maupun obligasi yang diterbitkan negara meskipun kecil kemungkinannya. Risiko obligasi ini sendiri berkaitan dengan masa jatuh tempo.

Umumnya, semakin lama masa jatuh tempo sebuah obligasi, maka akan semakin besar tingkat ketidakpastiannya, sehingga tinggi risiko maturitasnya.

7. Risiko Reinvestasi

Risiko obligasi berikutnya yaitu risiko reinvestas yang dapat terjadi jika seorang investor tidak akan menanamkan modalnya kembali pada tingkat pengembalian dana yang sebanding.

Umumnya, risiko reinvestasi akan terjadi saat tingkat permintaan di pasar lebih rendah daripada nilai kupon obligasi. Berikut contoh perumpamaannya.

Misalnya, tingkat kupon obligasi senilai Rp1.000.000 adalah 8%, sedangkan permintaan di pasar mencapai 4%.

Kemudian, investor memperoleh kupon sebanyak Rp80.000 yang diperoleh dari tingkat pasar, apabila ingin menginvestasikan kembali hanya berlaku sebesar 4%, bukan pada nilai di awal yaitu 8%. Itulah yang disebut risiko reinvestasi.

8. Risiko Inflasi atau Daya Beli

Terakhir, ada risiko obligasi daya beli yang berpengaruh terhadap tingkat inflasi suatu negara. Oleh karena itu, apabila proses inflasi naik, maka daya beli obligasi (interest rate) akan menurun, begitu pula sebaliknya. Selain itu, apabila jumlah pendapatan yang sama justru akan menurunkan permintaan di pasar keuangan.

Contoh risiko obligasi inflasi yaitu, saat tingkat inflasi pada suatu negara mencapai 4%, sehingga apabila pengembalian dana sebesar Rp 10.000.000, jumlah investasi obligasi yang didapat senilai Rp 9.600.000.

Oleh karena itu, investor perlu memperhitungkan dengan matang dan melakukan forecasting terhadap suku bunga agar investasinya memperoleh untung yang optimal.