Dalam dasar negara dan ideologi Indonesia, yakni Pancasila, terdapat satu sila yang secara gamblang menekankan keadilan, yakni sila ke-5, yang berbunyi "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia". Dalam sistem perpajakan negeri ini, keadilan sosial diejawantahkan dalam penerapan sistem pajak progresif.
Sistem pajak ini diterapkan secara eksplisit di Indonesia pertama kali pada 1983, melalui Reformasi Pajak. Pada saat itu, pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1983 tentang Perubahan Ketujuh atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) mulai menetapkan tarif pajak progresif untuk pajak penghasilan (PPh) wajib pajak pribadi.
Sebelum reformasi tersebut, tarif PPh di Indonesia bersifat proporsional atau tetap, yakni tarif dikenakan sama untuk semua tingkat penghasilan. Namun, melalui UU KUP, diperkenalkan tarif pajak bersifat progresif.
Apa yang dimaksud dengan pengenaan pajak bersifat progresif, dan apa saja karakteristik utamanya? Simak selengkapnya dalam ulasan berikut ini.
Definisi Sistem Pajak Progresif
Sistem perpajakan bersifat progresif artinya pengenaan tarif pajak yang mengikuti peningkatan pendapatan. Kebijakan ini menerapkan tarif pajak yang lebih rendah bagi masyarakat berpendapatan rendah, dan tarif pajak lebih tinggi bagi masyarakat berpendapatan tinggi. Hal ini dicapai dengan membuat kelompok atau lapisan, yang mengelompokkan wajib pajak berdasarkan kisaran pendapatan.
Alasan penerapan sistem pajak progresif, adalah bahwa persentase tarif pajak yang tetap akan menjadi beban yang tidak proporsional bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Nominal yang terutang mungkin lebih kecil, namun dampaknya terhadap daya beli riil lebih besar.
Konsep sistem perpajakan progresif, mempunyai akar sejarah yang berasal dari peradaban kuno. Namun, penerapan sistem pajak progresif modern, seperti yang kita pahami saat ini, pertama kali diperkenalkan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Inggris kerap disebut sebagai salah satu pionir dalam memperkenalkan sistem pajak progresif modern. UU Pajak Penghasilan tahun 1799 menandai upaya awal perpajakan progresif di Inggris. Namun, UU Keuangan yang ditetapkan pada 1907 lah yang meletakkan dasar bagi pengenaan pajak progresif modern. UU ini memperkenalkan tarif pajak berdasarkan tingkat pendapatan, serta membuka jalan bagi pengembangan sistem perpajakan yang lebih komprehensif.
Di Amerika Serikat (AS), Amandemen Konstitusi ke-16, yang diratifikasi pada 1913, memberi Kongres wewenang untuk memungut pajak penghasilan. Pada tahun yang sama, UU Pendapatan tahun 1913 diberlakukan, yang menetapkan sistem pajak pendapatan federal AS yang modern. UU ini memperkenalkan struktur pajak progresif, dengan tarif pajak berbeda untuk kelompok pendapatan berbeda.
Meskipun Inggris dan AS memainkan peran penting dalam pengembangan sistem pajak progresif modern, negara-negara lain juga mengikuti jejaknya di tahun-tahun berikutnya, dengan memasukkan prinsip-prinsip serupa ke dalam peraturan perpajakan mereka. Salah satunya, adalah Indonesia.
Penerapan Sistem Pajak Progresif di Indonesia
Di Indonesia, sistem pajak progresif diterapkan pada pajak penghasilan atau PPh, dan telah mengalami perubahan, dengan menambahkan satu tingkatan pendapatan, dengan tarif yang lebih besar. Sebelumnya, merujuk pada UU Nomor 36 Tahun 2008, besaran tarif PPh adalah sebagai berikut:
- Tarif PPh 5% untuk tingkatan pendapatan setahun sebesar Rp 50 juta.
- Tarif PPh 15% untuk tingkatan pendapatan setahun Rp 50-250 juta.
- Tarif PPh 25% untuk tingkatan pendapatan setahun Rp 250-500 juta.
- Tarif PPh 30% untuk tingkatan pendapatan setahun di atas Rp 500.
Berdasarkan UU 36/2008, sejatinya sistem pajak progresif sudah diterapkan. Namun, pemerintah kemudian mengubahnya, untuk menciptakan keadilan bagi wajib pajak. Perubahan dilakukan melalui dikeluarkannya UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP. Berdasarkan UU HPP, tarif PPh terbaru, adalah sebagai berikut:
- Tarif PPh 5% untuk tingkatan pendapatan setahun sampai dengan Rp 60 juta.
- Tarif PPh 15% untuk tingkatan pendapatan setahun di atas Rp 60 juta hingga Rp 250 juta.
- Tarif PPh 25% untuk tingkatan pendapatan setahun di atas Rp 250 juta hingga Rp 500 juta.
- Tarif PPh 30% untuk tingkatan pendapatan setahun di atas Rp 500 juta hingga Rp miliar.
- Tarif PPh 35% untuk tingkatan pendapatan setahun di atas Rp 5 miliar.
Pengenaan tarif dalam sistem pajak progresif di Indonesia pun tidak mentah-mentah dikenakan langsung terhadap jumlah pendapatan yang diperoleh. Melainkan, memperhitungkan nominal pendapatan tidak kena pajak (PTKP) yang ditentukan oleh pemerintah. Saat ini, besaran PTKP adalah Rp 54 juta.
Artinya, jika pendapatan seseorang dalam setahun mencapai Rp 60 juta, maka akan dikurangi dengan PTKP Rp 54 juta, sehingga didapatkan besaran Rp 6 juta. Nah, Rp 6 juta inilah yang kemudian akan dikalikan dengan tarif sebesar 5% untuk menemukan pajak terutang.
Selain itu, dalam sistem pajak progresif Indonesia, pemungutan pajak juga didasarkan atas status wajib pajak tersebut, apakah belum atau sudah menikah, serta apakah memiliki tanggungan atau tidak. Ini mempengaruhi besaran PTKP yang akan menjadi pengurang penghasilan untuk mendapatkan jumlah pajak terutang.
Saat ini, besaran PTKP yang mengikuti status wajib pajak, apakah tidak kawin (TK), kawin (K) dan kawin dengan penghasilan suami-istri digabung (K/I), serta mengikuti banyaknya anggota keluarga yang ditanggung, adalah sebagai berikut:
Golongan | Status WP | PTKP |
Tidak Kawin | TK/0 | Rp 54.000.000 |
TK/1 | Rp 58.500.000 | |
TK/2 | Rp 63.000.000 | |
TK/3 | Rp 67.500.000 | |
Kawin | K/0 | Rp 58.500.000 |
K/1 | Rp 63.000.000 | |
K/2 | Rp 67.500.000 | |
K/3 | Rp 72.000.000 | |
Kawin, penghasilan suami-istri digabung | K/I/0 | Rp 112.500.000 |
K/I/1 | Rp 117.000.000 | |
K/I/2 | Rp 121.500.000 | |
K/I/3 | Rp 126.000.000 |
Karakteristik Sistem Pajak Progresif
Sistem pajak progresif memiliki beberapa karakteristik khusus yang membedakannya dari sistem pajak lainnya, antara lain:
1. Tarif Pajak Meningkat Seiring Peningkatan Pendapatan
Salah satu ciri utama dari sistem pajak progresif adalah bahwa tarif pajak meningkat seiring dengan peningkatan tingkat pendapatan. Artinya, semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin tinggi pula tarif pajak yang harus mereka bayar.
2. Mengikuti Prinsip Kemampuan Bayar
Sistem ini didasarkan pada prinsip kemampuan bayar, yang mengakui bahwa orang yang memiliki pendapatan lebih tinggi memiliki kemampuan membayar pajak yang lebih besar. Ini menciptakan proporsi pajak terhadap pendapatan, bukan jumlah pajak yang tetap.
3. Diterapkan untuk Mengurangi Disparitas Ekonomi
Salah satu tujuan sistem pajak progresif adalah mengurangi disparitas ekonomi, dengan memastikan bahwa kelompok dengan pendapatan lebih tinggi memberikan kontribusi pajak yang lebih besar untuk mendukung pelayanan publik dan proyek-proyek pemerintah.
4. Perlindungan Sosial
Sistem pajak progresif dapat digunakan sebagai alat untuk mendanai program-program perlindungan sosial, seperti pendidikan, kesehatan, dan kebijakan kesejahteraan lainnya. Penerimaan pajak yang lebih tinggi dari kelompok dengan pendapatan lebih tinggi dapat dialokasikan untuk memberikan dukungan kepada kelompok yang lebih rentan.
5. Insentif untuk Pertumbuhan Ekonomi:
Sistem pajak progresif dapat dirancang untuk memberikan insentif bagi pertumbuhan ekonomi dengan memberikan beban pajak yang lebih ringan pada tingkat pendapatan yang lebih rendah, dapat mendorong konsumsi, dan investasi.
6. Fleksibilitas dan Penyesuaian
Sistem pajak progresif dapat memberikan fleksibilitas untuk disesuaikan dengan kondisi ekonomi dan kebutuhan fiskal. Pemerintah dapat menyesuaikan tarif pajak atau batasan pendapatan tertentu sesuai dengan keadaan ekonomi yang berubah.
Selain itu, sistem progresif dalam perpajakan juga memastikan adanya keadilan sosial di masyarakat. Ini karena pajak yang diterapkan secara progresif, dapat memberikan kontribusi signifikan untuk mendukung program-program kesejahteraan dan proyek-proyek pembangunan sosial.
Melalui sistem pajak progresif, Penerimaan yang lebih tinggi dari golongan masyarakat yang mampu, dapat dialokasikan untuk meningkatkan layanan pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan program-program sosial lainnya. Ini pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Kemudian, sistem ini juga dapat mendukung prinsip keadilan antar generasi, dengan memastikan bahwa generasi saat ini memberikan kontribusi yang cukup untuk mendukung kebijakan dan program yang memberikan manfaat jangka panjang, tanpa meninggalkan beban yang berat kepada generasi mendatang.
Penting untuk diingat bahwa implementasi sistem pajak progresif dapat melibatkan sejumlah kebijakan dan regulasi yang kompleks. Selain itu, evaluasi terus-menerus terhadap efektivitasnya diperlukan, agar dapat mencapai tujuan pembangunan ekonomi dan sosial yang diinginkan. Seperti yang dilakukan pemerintah melalui UU HPP.