Menelaah Aspek PPN dalam Jasa Rumah Sakit

ANTARA FOTO/Umarul Faruq/nym.
Ilustrasi, warga mengantre di loket pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sidoarjo Barat saat mulai dioperasikan di Krian, Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (1/4/2022).
Penulis: Risma Kholiq
22/2/2024, 16.05 WIB

Dalam menelaah aspek PPN dalam jasa rumah sakit, penting untuk memahami perlakuan perpajakan terhadap berbagai layanan kesehatan yang disediakan oleh rumah sakit.

Hal ini termasuk pemahaman tentang kriteria jasa yang tidak dikenakan PPN, perbedaan dalam perlakuan perpajakan antara pasien rawat jalan dan rawat inap, serta ketentuan mengenai pengenaan PPN terhadap obat-obatan di rumah sakit.

Dengan memahami aspek-aspek ini, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif tentang implikasi perpajakan dalam layanan kesehatan di rumah sakit.

PPN Jasa Rumah Sakit

Jasa rumah sakit sejatinya dikecualikan dari pengenaan PPN. Hal ini diatur dalam Pasal 4A ayat 3 dalam UU Nomor 42 Tahun 2009 yang mengatur mengenai Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Dalam aturan tersebut, terdapat jenis-jenis jasa tertentu yang juga tidak dikenakan PPN. Salah satu contohnya adalah jasa pelayanan medis di rumah sakit. Berikut ini adalah beberapa jenis jasa tersebut:

  • Layanan dari dokter umum.
  • Dokter spesialis.
  • Dokter gigi.
  • Dokter hewan.
  • Profesional di bidang kesehatan (seperti ahli gizi, ahli akupuntur, fisioterapis, dan sebagainya).
  • Bidan.
  • Paramedis dan perawat.
  • Jasa yang diberikan oleh rumah sakit.
  • Pusat bersalin.
  • Klinik kesehatan.
  • Laboratorium medis.
  • Tempat penyembuhan.
  • Ahli psikologi.
  • Psikiater.
  • Layanan pengobatan termasuk yang dilakukan oleh praktisi paranormal.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, meskipun jasa rumah sakit tidak termasuk dalam kategori jasa yang dikenakan PPN, istilah "PPN atas jasa rumah sakit" masih sering digunakan.  Hal ini disebabkan oleh kurangnya penjelasan detail mengenai jenis-jenis jasa yang dimaksud dalam peraturan perpajakan.

Untuk memperjelas konsep jasa rumah sakit, dapat merujuk pada definisi yang disediakan oleh instansi lain, seperti Kementerian Kesehatan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, jasa pelayanan minimal yang disediakan oleh rumah sakit mencakup berbagai layanan seperti gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, bedah, bersalin dan perinatologi, intensif, radiologi, dan laboratorium patologi klinik.

Kemudian, jasa rehabilitasi medik, farmasi, gizi, transfusi darah, pelayanan keluarga miskin, rekam medis, pengelolaan limbah, administrasi manajemen, ambulans atau kereta jenazah, pemulasaraan jenazah, layanan laundry, pemeliharaan sarana rumah sakit, dan pengendalian infeksi.

Dengan demikian, dari daftar tersebut, kita dapat menentukan jenis atau kriteria jasa rumah sakit yang tidak dikenakan PPN.

Jasa Rumah Sakit yang Tidak Dikenakan PPN Tidak Termasuk Obat untuk Rawat Jalan

Seperti yang diketahui, setiap rumah sakit memiliki unit farmasi yang melayani pasien rawat inap maupun rawat jalan.

Namun, dalam hal perlakuan perpajakan, terdapat perbedaan antara pasien rawat inap dan rawat jalan terkait penggunaan jasa instalasi farmasi. Ketika pasien menjalani rawat inap, obat-obatan yang digunakan biasanya tidak dikenakan PPN oleh rumah sakit. Di sisi lain, untuk pasien rawat jalan, obat-obatan yang diberikan masih terkena PPN.

Konsep ini mengasumsikan bahwa instalasi farmasi dalam rumah sakit memiliki perlakuan serupa dengan apotek yang mengenakan PPN atas obat-obatannya. Pemahaman ini juga telah ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ.52/2000 mengenai Pajak Pertambahan Nilai atas Penggantian Obat di Rumah Sakit.

Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan yang telah disampaikan, beberapa kesimpulan dapat ditarik, antara lain:

  1. PPN tidak dikenakan pada jasa yang diberikan oleh rumah sakit, seperti yang diatur dalam Pasal 4A ayat (3) UU Nomor 42 Tahun 2009.
  2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 secara terperinci menjelaskan jenis layanan rumah sakit yang tidak dikenakan PPN.
  3. Kriteria pelayanan yang diatur dalam peraturan tersebut termasuk dalam kategori jasa yang tidak dikenakan PPN.
  4. Meskipun demikian, istilah PPN dalam konteks jasa rumah sakit lebih mengacu pada penjualan obat-obatan kepada pasien rawat jalan. Sementara itu, obat-obatan yang diberikan kepada pasien rawat inap dianggap sebagai bagian dari pelayanan rumah sakit dan tidak dikenakan PPN.
  5. Dasar hukum untuk pengenaan PPN terhadap obat-obatan pasien rawat jalan dapat ditemukan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ.52/2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penggantian Obat di Rumah Sakit.

Dengan menelaah aspek PPN dalam jasa rumah sakit secara lebih mendalam, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang kompleksitas peraturan perpajakan yang mengatur layanan kesehatan.

Hal ini penting untuk memastikan kepatuhan perpajakan yang tepat dalam penyediaan layanan kesehatan di rumah sakit, serta untuk menghindari potensi kesalahan yang dapat berdampak pada pasien dan penyelenggara layanan kesehatan itu sendiri.