Dalam ranah perpajakan Indonesia, penerbitan dan pengelolaan faktur pajak memiliki peran yang sangat penting. Untuk memastikan kepatuhan dan keteraturan dalam pelaporan serta pembayaran pajak, pemerintah mengatur berbagai jenis sanksi yang terkait dengan faktur pajak.
Dari denda hingga sanksi pidana, pemahaman akan jenis-jenis sanksi ini sangatlah vital bagi para pelaku bisnis dan wajib pajak. Mari kita telaah lebih lanjut mengenai beragam jenis sanksi yang berkaitan dengan faktur pajak.
Mengetahui dan memahami sanksi terkait faktur pajak, sangat penting bagi wajib pajak untuk menghindari pelanggaran dan konsekuensi yang menyertainya.
Seperti diketahui, pajak memiliki sifat pemaksaan, sehingga jika wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya, baik dalam pembayaran maupun pelaporan pajak, maka akan ada sanksi yang harus ditanggung sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jenis Sanksi Terkait Faktur Pajak
Diketahui bahwa pengusaha kena pajak atau PKP memiliki kewajiban untuk membuat faktur pajak setiap kali melakukan penyerahan Barang/Jasa Kena Pajak (BKP/JKP). Ini termasuk juga ekspor BKP tidak berwujud dan/atau ekspor JKP.
Dalam peraturan perpajakan di Indonesia, terdapat dua jenis sanksi yang dikenakan. Pertama, sanksi administrasi yang mencakup denda, bunga, dan kenaikan. Kedua, sanksi pidana yang meliputi hukuman penjara dan kurungan. Berikut penjelasannya:
1. Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi terkait pelanggaran pada faktur pajak mencakup tiga hal, yakni sanksi berupa denda, bunga, dan kenaikan.
Sanksi Denda
Dalam undang-undang perpajakan, salah satu bentuk sanksi administrasi yang sering diterapkan adalah sanksi denda. Besarnya denda yang dikenakan bisa bervariasi, tergantung pada persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak dibayarkan atau berdasarkan perkalian dari jumlah pajak yang terlambat dibayarkan. Terkadang, dalam beberapa kasus pelanggaran, sanksi denda ini juga menjadi bagian dari hukuman pidana. Berikut adalah nilai-nilai yang dikenakan sebagai sanksi administrasi, yaitu denda.
- Wajib Pajak Orang Pribadi yang terlambat melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Tahunan akan dikenakan denda sebesar Rp 100.000 per SPT Masa Pajak.
- Wajib Pajak Badan yang terlambat melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Tahunan akan dikenakan denda sebesar Rp 1.000.000 per SPT Tahunan Pajak.
- Sanksi administrasi untuk Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah sebesar Rp 500.000 per SPT Masa Pajak dan Rp 100.000 per SPT Masa Pajak untuk SPT dengan masa lainnya.
- PKP yang tidak mengeluarkan faktur pajak atau mengeluarkannya tidak tepat waktu akan dikenakan denda sebesar 2% dari Nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
- PKP yang tidak mengisi faktur pajak akan dikenakan sanksi sebesar 2% dari Nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
- PKP yang melaporkan faktur pajak dengan kesalahan pada masa penerbitan akan dikenakan sanksi sebesar 2% dari Nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
Sanksi Bunga
Sanksi administrasi berupa bunga diberlakukan ketika pelanggaran menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar dari sebelumnya. Besarnya bunga dihitung berdasarkan persentase tertentu dari jumlah tertentu, mulai dari saat bunga tersebut menjadi hak/kewajiban hingga saat pembayaran dilakukan.
Sanksi Kenaikan
Salah satu sanksi administrasi yang paling dihindari oleh Wajib Pajak adalah sanksi administrasi kenaikan. Ini disebabkan oleh potensi penggandaan bunga yang dikenakan. Sanksi kenaikan diukur dengan persentase tertentu dan berdasarkan jumlah pajak yang kurang dibayar.
Berikut adalah persentase dari sanksi administrasi kenaikan yang penting untuk diketahui:
- Pengungkapan ketidakbenaran dalam Surat Pemberitahuan (SPT) sebelum terbitnya Surat Ketetapan Pajak (SKP) akan mengakibatkan kenaikan sebesar 51% dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
- Jika SPT tidak disampaikan sesuai dengan surat teguran, PPN/Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang seharusnya tidak dikenakan kompensasi atau tidak memiliki tarif 0%, dan tidak memenuhi persyaratan Pasal 28 dan 29, yaitu:
1) PPh yang tidak atau kurang dibayar akan dikenakan kenaikan sebesar 50% dari jumlah PPh yang tidak atau kurang dibayar.
2) Tidak atau kurangnya pemotongan, pemungutan, atau penyetoran PPh akan mengakibatkan kenaikan sebesar 100% dari jumlah PPh yang tidak atau kurang dipotong, dipungut, atau disetorkan.
3) Jika terjadi ketidak atau kurang pembayaran PPn/PPnBM, akan dikenakan kenaikan sebesar 100% dari jumlah PPn/PPnBM yang tidak atau kurang dibayarkan.
- Kekurangan pajak yang diidentifikasi dalam Surat Ketetapan Pajak (SKPKBT) akan dikenakan kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
2. Sanksi Pidana
Menurut Undang-Undang Perpajakan, terdapat tiga bentuk sanksi pidana yang berlaku, di antaranya:
- Denda Pidana: Diberlakukan terhadap individu atau entitas yang terbukti melakukan tindak pidana perpajakan, baik itu dalam bentuk pelanggaran ringan maupun kejahatan serius. Sanksi pidana ini dapat dikenakan kepada wajib pajak, pejabat pajak, atau pihak ketiga yang terlibat dalam pelanggaran hukum perpajakan.
- Pidana Kurungan: Hanya diberlakukan terhadap wajib pajak yang melanggar ketentuan perpajakan. Meskipun hukumannya serupa dengan denda pidana, yaitu kurungan, namun pidana ini hanya berlaku untuk wajib pajak atau pihak ketiga yang terlibat.
- Pidana Penjara: Sama dengan pidana kurungan, pidana penjara juga merupakan hukuman atas pelanggaran perpajakan, namun dalam bentuk lebih berat, yaitu penjara. Ancaman pidana penjara hanya ditujukan kepada pejabat pajak dan wajib pajak yang melanggar hukum perpajakan.
Pemahaman yang mendalam tentang berbagai jenis sanksi terkait faktur pajak menjadi kunci penting bagi setiap pelaku bisnis dan wajib pajak untuk menjaga kepatuhan perpajakan.
Dengan memahami sanksi-sanksi ini, diharapkan dapat mengurangi risiko pelanggaran peraturan perpajakan dan menjaga keberlangsungan usaha secara legal dan beretika.