Aturan Pemberian THR di Indonesia, Berlaku Juga untuk Pekerja Kontrak

ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/nym.
Ilustrasi, pekerja menghitung uang tunjangan hari raya (THR) yang diterimanya saat pembagian di pabrik rokok PT Djarum, Kudus, Jawa Tengah, Selasa (11/4/2023).
Penulis: Agung Jatmiko
20/3/2024, 17.32 WIB

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah telah mengeluarkan aturan terkait kewajiban pemberian tunjangan hari raya (THR), melalui Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2024 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

Dalam aturan tersebut, pelaku usaha wajib memberikan THR paling lambat sepekan sebelum Idul fitri 1445 H atau 3 April 2024. Tunjangan hari raya ini, diberikan kepada seluruh pekerja, termasuk pekerja kontrak atau pekerja dengan status perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan pekerja dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT).

Ini juga termasuk pembayaran THR untuk pekerja dengan sistem kemitraan, seperti driver ojek online misalnya. Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri mengatakan, pekerja dengan sistem kemitraan dimasukkan dalam PKWT.

"Ojek online kami imbau dibayarkan tunjangan hari rayanya. Meski kerja kemitraan, tapi masuk PKWT, jadi masuk dalam coverage Surat Edaran THR," kata Indah dalam konferensi pers di kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Senin (18/3).

Pembagian uang tunjangan hari raya atau THR (ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/nym)

Aturan Pemberian THR bagi Pekerja Kontrak

Terkait dengan pemberian THR bagi pekerja dengan status kontrak atau PKWT, aturannya tertera dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 tahun 2016.

Dalam aturan ini, dijabarkan kategori pekerja atau karyawan berstatus kontrak yang mendapatkan THR. Pertama, pekerja dengan status PKWT dan PKWTT, dengan masa kerja satu bulan secara terus menerus atau lebih.

Kedua, karyawan berstatus PKWTT yang mengalami pemutusan kontrak 30 hari sebelum hari raya. Terakhir, karyawan yang dipindah ke perusahaan lain dengan perhitungan masa kerja berlanjut, dan pada perusahaan lama belum mendapatkan THR.

Hal ini diatur secara jelas dalam Pasal 3 Ayat (3) Permenaker 6/2016, yang memiliki dua pokok isi, yaitu:

  • Pekerja yang telah mempunyai masa kerja dua belas bulan atau lebih, upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam dua belas bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.
  • Pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari dua belas bulan, upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.

Permenaker 6/2016 ini menjadi acuan bagi aturan-aturan pemberian THR hingga saat ini. Termasuk SE M/2/HK.04/III/2024 yang telah diteken Menaker pada 15 Maret lalu.

Pekerja atau karyawan dengan masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, maka THR diberikan sebesar satu bulan upah. Namun, jika masa kerjanya baru berjalan kurang dari 12 bulan, maka THR dihitung secara proporsional sesuai masa kerja. Misalnya, jika seseorang sudah bekerja selama sebulan, maka perhitungan THR-nya adalah 1/12 dikali upah atau gaji.

Sementara, bagi pekerja yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian, maka THR yang diberikan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12  bulan. Ini dengan catatan pekerja tersebut bekerja selama 12 bulan berturut-turut.

Upah yang dimaksud, adalah upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages) atau upah pokok, termasuk tunjangan tetap.

Pembagian tunjangan hari raya atau THR (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/aww)

Adapun, jika pekerja harian bekerja kurang dari 12 bulan, maka THR dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja. Ini juga dengan catatan pekerja yang dimaksud, bekerja selama satu bulan berturut-turut atau lebih.

Kata 'bekerja selama satu bulan berturut-turut' sendiri, berarti seseorang bekerja selama lima atau enam hari dalam seminggu (tergantung kebijakan perusahaan), selama satu bulan.

Terkait pekerja lepas yang upahnya ditetapkan secara harian, maka perhitungan upah sehari adalah sebagai berikut:

  • Upah sebulan dibagi 25 untuk perusahaan dengan sistem kerja enam hari dalam seminggu.
  • Upah sebulan dibagi 21 untuk perusahaan dengan sistem kerja lima hari dalam seminggu.

Jika pekerja atau karyawan baru masuk perusahaan, dan masa kerjanya belum mencapai satu bulan, maka tidak mendapatkan THR. Aturan ini, juga berlaku untuk pekerja lepas harian.

Permenaker 6/2016 juga mengatur sanksi bagi perusahaan yang terlambat membayarkan atau memberikan THR kepada pekerjanya. Dalam Pasal 10 Ayat (1) Permenaker 6/2016 menyebutkan, perusahaan yang terlambat memberikan tunjangan hari raya, akan dikenakan denda sebesar 50% dari total tunjangan yang seharusnya diberikan.

Pembayaran THR juga tidak boleh dicicil. Hal ini telah ditegaskan Menaker, yang meminta perusahaan agar membayar tunjangan hari raya keagamaan lebih awal sebelum jatuh tempo kewajiban.

THR wajib dibayarkan secara penuh dan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan dan tak boleh dicicil. Saya minta perusahaan agar memberikan perhatian dan taat terhadap ketentuan ini," ujar Ida dalam keterangan resminya, Selasa (19/3).

Ia juga meminta gubernur beserta seluruh jajarannya di daerah untuk mengupayakan agar perusahaan di wilayah provinsi dan kabupaten/kota membayar THR keagamaan sesuai dengan aturan.