Menilik 3 Fasilitas Perpajakan di Kawasan Ekonomi Khusus

ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah/foc.
Foto udara pelabuhan peti kemas yang berada di sekitar Kawasan Ekonomi Khusus Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (30/4/2023).
Penulis: Agung Jatmiko
3/6/2024, 16.00 WIB

Indonesia bakal memiliki tambahan kawasan ekonomi khusus, setelah Dewan KEK menyetujui pembentukan tiga KEK baru, yakni dua sektor kesehatan di Bumi Serpond Damai (BSD) dan di Batam, serta satu KEK bidang pengembangan nikel di Morowali.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, KEK di BSD merupakan kawasan kesehatan, pendidikan, dan teknologi. Sementara itu, KEK kesehatan di Batam bekerja sama dengan Rumah Sakit Apollo dari India. Kerja sama tersebut, diharapkan dapat memberikan kualitas pelayanan kesehatan yang lebih untuk masyarakat di Kepulauan Riau dan Sumatera Utara.

Adapun, KEK Morowali bertujuan untuk pengembangan nikel yang turut melibatkan PT Vale Indonesia Tbk. Airlangga menegaskan, pengembangan ketiga KEK tersebut tidak menggunakan APBN, melainkan seluruh pembiayaan murni berasal dari swasta.

Pembangunan infrastruktur Kawasan Ekonomi Khusus Likupang (ANTARA FOTO/Adwit B Pramono/tom)

Fasilitas Perpajakan di Kawasan Ekonomi Khusus

KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Indonesia, yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.

Dasar hukum KEK adalah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus. Dalam UU ini, disebutkan bahwa KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi.

KEK yang telah ditetapkan, berfungsi menampung industri, ekspor, impor, dan kegiatan lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional.

Untuk meningkatkan penanaman modal dan mempercepat pelaksanaan berusaha di KEK, pemerintah memberikan perlakuan khusus di bidang perpajakan. Perlakuan khusus yang dimaksud adalah, fasilitas kemudahan di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai.

Berbagai macam fasilitas perpajakan untuk kawasan ekonomi khusus ini, tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.010/2020. Fasilitas perpajakan yang dimaksud, antara lain:

1. Fasilitas Pajak Penghasilan (PPh)

Berdasarkan Pasal 4 Ayat (1) PMK 237/PMK.010/2020, fasilitas PPh yang diberikan di kawasan ekonomi khusus meliputi pengurangan PPh Badan, dan fasilitas PPh untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu.

Fasilitas yang diberikan untuk pelaku usaha yang menanamkan modal di kawasan ekonomi khusus, adalah sebesar 100% dari PPh Badan yang terutang. Namun, fasilitas pengurangan PPh Badan ini diberikan untuk badan usaha yang menanamkan modal paling sedikit Rp 100 miliar. Sementara, jangka waktu pemberian fasilitas ini adalah 10-20 tahun.

Secara perinci, fasilitas pengurangan PPh Badan selama 10 tahun diberikan untuk pelaku usaha yang menanamkan modal paling sedikit Rp 100 miliar sampai dengan kurang dari Rp 500 miliar.

Kemudian, untuk penanaman modal di kawasan ekonomi khusus senilai Rp 500 miliar sampai dengan kurang dari Rp 1 triliun, diberikan fasilitas pengurangan PPh Badan selama 15 tahun. Terakhir, untuk penanaman modal paling sedikit Rp 1 triliun, diberikan fasilitas pengurangan PPh Badan selama 20 tahun.

Setelah jangka waktu yang telah disebutkan, pelaku usaha yang menanamkan modal di KEK tetap mendapatkan fasilitas pengurangan PPh. Fasilitas yang diberikan adalan pengurangan PPh Badan sebesar 50% selama dua tahun.

Kawasan Ekonomi Khusus Bitung (ANTARA FOTO/Adwit B Pramono/wsj)

Fasilitas pengurangan PPh Badan di kawasan ekonomi khusus ini diberikan atas penghasilan yang diperoleh dari pengalihan tanah dan/atau bangunan di KEK. Pengurangan PPh juga diberikan atas penghasilan yang diperoleh dari penyewaan tanah dan/atau bangunan, serta penghasilan yang berasal dari kegiatan utama.

Terkait dengan penghasilan yang diperoleh di luar kegiatan utama serta pengalihan dan penyewaan tanah dan/atau bangunan, tetap dilakukan pemotongan dan pemungutan PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan.

2. Fasilitas PPN dan PPnBM

Berdasarkan Pasal 22 PMK 237/PMK.010/2020, PPN dan PPnBM dalam kawasan ekonomi khusus tidak dipungut atas beberapa kegiatan sebagai berikut:

  • Impor Barang kena pajak (BKP) tertentu ke KEK.
  • Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar daerah pabean ke kawasan ekonomi khusus.
  • Penyerahan BKP tertentu ke KEK oleh pengusaha dari tempat lain dalam daerah pabean (TLDDP), kawasan bebas, atau tempat penimbunan berikat (TPB).
  • Penyerahan BKP tidak berwujud dan/atau JKP tertentu ke kawasan ekonomi khusus oleh pengusaha dari TLDDP, kawasan Bebas, atau TPB.
  • Penyerahan BKP tertentu antar badan usaha dalam satu KEK atau antar KEK.
  • Penyerahan BKP tidak berwujud dan/atau JKP, antar badan usaha dalam satu atau antar kawasan ekonomi khusus, tidak termasuk jasa penyewaan tanah dan/atau bangunan untuk jangka waktu dibawah lima tahun.
Maket Kawasan Ekonomi Khusus Lido (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/aww)

Dari segi administrasi, fasilitas PPN tidak dipungut di kawasan ekonomi khusus tidak menghilangkan kewajiban pelaku usaha menerbitkan faktur pajak.

Pasalnya, transaksi penyerahan BKP/JKP secara umum terutang PPN, sehingga pelaku usaha wajib membuat faktur pajak. Namun, karena mendapatkan fasilitas ini, maka faktur pajak yang dibuat diberi kode khusus, yakni "07".

3. Fasilitas Bea Masuk, PDRI, dan/atau Cukai

Mengutip www.kek.go.id, pemerintah memberikan fasilitas kepabeanan dan cukai dalam kawasan ekonomi khusus, seperti pembebasan bea masuk dan cukai.

Secara perinci, fasilitas kepabeanan dalam KEK meliputi pembebasan bea masuk untuk impor barang modal selama tiga tahun, dan pembebasan bea masuk untuk impor barang modal dan bahan baku produksi selama dua tahun.

Pelaku usaha di KEK juga mendapat fasilitas kepabeanan dalam bentuk penangguhan bea masuk. Ini berlaku untuk impor bahan baku produksi, barang modal dan pengemas.

Fasilitas lain yang diberikan adalah pemberian tarif bea masuk 0% atas hasil produksi yang menggunakan tingkat komponen dalam negeri minimal 40%. Namun, fasilitas penangguhan bea masuk ini tidak berlaku untuk pelaku usaha dalam kawasan ekonomi khusus yang kegiatan utamanya adalah pariwisata.