Bisnis Jamu Sido Muncul yang Makin Bersinar di Tengah Pandemi

Katadata
Pabrik jamu dan suplemen Sido Muncul.
Penulis: Sorta Tobing
15/9/2021, 18.22 WIB

Banyak bisnis terpuruk karena pandemi Covid-19. Namun, penjualan jamu justru laris manis. PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk membukukan pertumbuhan laba bersih dua digit pada paruh kedua tahun ini.

Emiten berkode efek SIDO itu mencatat kenaikan laba bersih sebesar 21,32% secara tahunan (year-on-year). Nilainya mencapai Rp 502 miliar. 

Penjualan jamu herbal dan suplemen menjadi kontributor terbesar. Kenaikannya mencapai 64,14% menjadi Rp 1,06 triliun. Ini pertama kalinya penjualan segmen tersebut tembus lebih Rp 1 triliun. 

Tahun depan, perusahaan berencana melakukan ekspansi ke kawasan Asia Tenggara dan Afrika. Produsen obat herbal merek Tolak Angin ini siap menjajaki adalah Thailand, Myanmar, Vietnam, dan negara-negara Arab.

Rencana tersebut sebenarnya tertunda setahun. "Pandemi Covid-19 masih belum menentu terutama negara tujuan ekspor. Jadi kami lebih berhati-hati untuk ekspansi ekspor,” kata Direktur Keuangan Sido Muncul Leonard, Kamis (9/9).

Sejarah Sido Muncul

Dilansir dari situs resmi perusahaan, umur SIDO telah mencapai 70 tahun. Kehadirannya merupakan buah kerja keras pasangan suami-istri, Siem Thiam Hie dan Rakhmat Sulistio (Go Djing Nio). 

Di awal bisnisnya, keduanya berkecimpung dalam bisnis pemerah susu dengan nama Melkrey di Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. 

Usaha tersebut terpaksa mereka tutup terimbas perang. Siem dan Rakhmat pindah ke Solo. Pada 1930, sang istri yang dikenal Nyonya Rakhmat, meracik jamu untuk menangani masuk angin.

Jamu itulah yang sampai kini dikenal dengan merek Tolak Angin. Di tahun yang sama pasangan tersebut membuka toko roti bernama Roti Muncul. 

Keahlian Rakhmat mengolah jamu membuat suaminya percaya diri membuka usaha di Yogyakarta pada 1940. Pada awal merintis, usaha ini hanya dibantu oleh tiga karyawan.

Jamu yang pertama mereka jual berbentuk rebusan alias godokan. Masyarakat menyambut kehadiran Tolak Angin dengan positif. Resepnya tak berubah hingga sekarang.

Delapan tahun berbisnis, Siem dan Rakhmat pindah lagi ke Semarang karena terjadi perang pada 1948. Mengutip liputan6.com, di tahun 1951, Rakhmat mendirikan pabrik sederhana di bawah nama Sido Muncul di Jalan Mlaten Trenggulun, Semarang. 

Kehadiran pabrik itu menjadi awal berdirinya perusahaan Sido Muncul. Nama ini terambil dari keinginan pendirinya agar impian dapat terwujud. Tolak Angin lalu muncul dalam bentuk serbuk, dengan kemasan berlogo perusahaan.

Logo alat pembuat jamu tradisional masih bertahan sampai sekarang. Di dalamnya terdapat gambar seorang perempuan dan anak laki-laki. Keduanya merupakan ilustrasi Rakhmat dan cucunya yang sekarang direktur SIDO, Irwan Hidayat. 

Produk Sido Muncul. (Katadata)

Ekspansi Bisnis Sido Muncul

Pada 1970, Sido Muncul berbentuk persekutuan komanditer atau CV bernama CV Industri Jamu dan Farmasi Sido. Lima Tahun kemudian, perusahaan menjadi perseroan terbatas dengan nama PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul. 

Lalu, masuk ke dekade 1990an perusahaan mulai melakukan berbagai perusahaan. Jamu Tolak Angin dikemas dalam bentuk cair agar lebih mudah dikonsumsi. Sido muncul juga membangun pabrik seluas 30 hektare di Klepu, Kecamatan Bergas, Ungaran, Jawa Timur.

Pada 2000, perusahaan meresmikan pabrik baru. Empat tahun kemudian, Sido Muncul memproduksi lebih dari 250 jenis produk, termasuk Tolak Angin, Tolak Linu, dan Kuku Bima Kopi Ginseng.

Perusahaan memperluas pangsa pasarnya ke Malaysia dan Nigeria. Kedua negara ini mendorong kinerja penjualan ekspor perusahaan di semester pertama 2021.

Kenaikannya mencapai 94% secara tahunan. “Kinerja ekspor Sido Muncul sangat didorong produk Kuku Bima Ener-G yang dijual ke Nigeria dan Malaysia,” kata Leonard pada awal Agustus lalu.  

Pada 18 Desember 2013, Sido Muncul mencatatkan sahamnya perdana di lantai Bursa Efek Indonesia. Melansir dari laporan semester pertama 2021, pemegang saham mayoritas perusahaan adalah PT Hotel Candi baru sebesar 81,7% dan sisanya dimiliki publik. 

Keluarga Hidayat memegang saham Sido Muncul melalui PT Hotel Candi Baru. Perusahaan ini memiliki Hotel Tentrem di Yogyakarta, Hotel Chanti dan Hotel Candi Baru di Semarang. 

Irwan Hidayat pada 2020, melansir dari Forbes, berada di posisi ke-17 dalam Indonesia’s 50 Richest Net Worth. Total kekayaannya mencapai US$ 1,55 miliar atau setara Rp 22,38 triliun.

Posisinya naik dari tahun sebelumnya yang berada di urutan ke-30. Forbes juga memberikan penghargaan Best of the Best Awards 2020 kepada Sido Muncul karena memiliki kinerja positif sepanjang tahun. 

Melansir dari Tirto.id, Irwan menyebut keberhasilan perusahaan terjadi karena dua hal. Pertama, usahanya yang memang cocok dengan situasi pandemi. "Kedua, kami telah melakukan persiapan jauh sebelum pandemi," ucapnya pada Desember lalu.

Persiapan itu termasuk penjualan produk secara daring. Sido Muncul mengandalkan penjualan melalui situs sidomunculstore.com dan e-commerce, seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, dan Bukalapak.

Strategi tersebut terbukti berhasil karena Covid-19 membuat gerak masyarakat terbatas. Aktivitas berbelanja online terdongkrak dan menjadi kebiasaan baru di tengah pandemi. Plus, kebutuhan suplemen untuk meningkatkan imunitas tubuh meningkat. 

Penyumbang bahan: Amartya Kejora (magang)