Langkah Djoko Susanto Membawa Alfamart Menjadi Perusahaan Publik

Arief Kamaludin / Katadata
Stand Alfamart di area pameran
14/12/2021, 07.05 WIB

Pagebluk Covid-19 telah melumpuhkan ekonomi berbagai sektor perusahaan. Rupanya, sektor ritel termasuk yang "aman" dari dampak signifikan secara kinerja keuangan. Salah satu perusahaan yang semakin sukses di masa pandemi yakni PT Sumber Alfaria Trijaya, dengan ritelnya Alfamart.

Perusahaan dengan kode saham AMRT itu berhasil meningkatkan laba sebesar 73 % menjadi Rp 1,14 triliun pada kuartal ketiga 2021. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu Alfamart hanya membukukan laba Rp 659 miliar year on year (yoy).

Kinerja positif Alfamart di sembilan bulan pertama tahun ini, turut didukung peningkatan pendapatan sebesar 12,1 % dari Rp 56,4 triliun menjadi Rp 63,2 triliun per September 2021.

Sejarah Singkat Alfamart dari Djoko Susanto

Sepak terjang Alfamart dimulai dari perusahaan dagang milik keluarga Djoko Susanto. Lelaki beralias Kwok Kwie Fo kelalahiran Jakarta pada Februari 1950 itu memulai bisnis saat masih 17 tahun dengan mengurus kios Sumber Bahagia milik orang tuanya di Pasar Arjuna, Jakarta.

Dagangan utamanya bahan makanan, lalu melebar ke rokok. Pada 1976 usahanya terpuruk lantaran tokonya terbakar. Saat memulai bangkit lagi, Djoko mengandalkan rokok sebagai jualan utamanya.

Karena itu, Djoko berkerja sama dengan Putera Sampoerna, pemilik perusahaan tembakau dan cengkeh terbesar di Indonesia kala itu. Dalam kongsi ini, mereka membuka 15 kios rokok.

Sebagai bendera usaha, dipakailah nama Alfa Toko Gudang Rabat. Debutnya makin berkibar tatkala dia mengakuisisi 141 gerai Alfa Minimart pada 1994, dan mengganti namanya menjadi Alfamart pada 2002.

Di kemudian hari, kolaborasi dengan Putera Sampoerna berakhir, dan Djoko membentuk Alfa Midi di bawah PT Midimart Utama. Pada 2009, Alfamart menggelar penawaran umum perdana alias IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pada tahun yang sama, Alfamart sudah mengoperasikan lebih dari 3.300 gerai.

Tidak ingin mentok di usaha ritel umum saja, Alfamart kemudian melebarkan sayapnya dengan membuka anak usaha ritel di bidang kesehatan dan kecantikan. Anak perusahaan ini bernama PT Sumber Indah Lestari dan berdiri pada 2012. Toko pertama didirikan pada Juli 2013 di Cibubur dengan nama Dan+Dan.

Memiliki visi menembus pasar global, Alfamart kemudian mendirikan anak perusahaan dengan nama Alfamart Retail Asia pada 2013. Dalam waktu singkat, setahun kemudian perusahaan ritel ini mendirikan Alfamart Trading Philippines di Filipina.

Selanjutnya, Sumber Alfaria Trijaya juga gencar mengakuisisi. Salah satunya saham PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI), sehingga total kepemilikannya per November 2021 mencapai 89,4 % atau setara 2,6 miliar lembar.

Tak berhenti berinovasi meski sudah berhasil menembus pasar global, Alfamart kemudian meningkatkan pelayanan teknologi mereka. Pada 2015, Alfamart membangun PT Sumber Trijaya Lestari (Alfacart) yang memungkinkan perusahaan berdagang eceran melalui internet.

Setahun kemudian, Alfamart meluncurkan AlfaMind, virtual store pertama di Indonesia yang memiliki augmented reality atau teori penggabungan konten pada 2019. Perusahaan meluncurkan aplikasi bernama Alfagift yang berisi promosi dan penawaran khusus di gerai Alfamart terdekat.

Kini, Sumber Alfaria Trijaya mengelola 16.194 minimarket Alfamart yang tersebar di Indonesia, lebih dari 750 gerai di Filipina, dan 217 gerai Dan+Dan. Untuk mendistribusikan produknya, Alfamart juga memiliki jasa titipan dan pengiriman, yakni PT Sumber Wahana Sejahtera.

Jalur Pemasaran Produk Alfamart

Alfamart memasarkan total 68 produk fast moving consumer goods (FMCG) serta rokok. Produk-produk ini dipasarkan melalui tiga saluran penjualan, yaitu pasar tradisional, minimarket, dan super hyper.

Hingga September 2021, saluran penjualan terbesar berasal dari pasar tradisional sebesar 68,1 %, kemudian 25,7 % melalui minimarket, dan 6,2 % melalui super hyper. Dari seluruh produk yang dijual Alfamart, peningkatan transkasi terbesar berasal dari produk farmasi.

Kini, Alfamart mempunyai 44 gudang untuk menyimpan produk yang akan dipasarkan ke 18.458 toko. Sebanyak 40,3 % gerai Alfamart ada di Jawa, 32,1% berada di luar Jawa, dan sisanya 27,6 % di Jabodetabek. Namun hanya 77,2 % atau 14.267 toko yang dimiliki langsung oleh Alfamart. Sisanya, sebanyak 22% atau 4.191 toko adalah waralaba (franchise).

Saham AMRT dalam Tren Hijau

Pergerakan harga saham AMRT dalam jangka panjang menunjukkan tren kenaikan dan masih bergerak di zona hijau. Hal ini tercermin dari pergerakan harga dalam lima tahun terakhir, yang mencatatkan kenaikan 97,5 %. Bahkan, dalam setahun terakhir saham AMRT sudah naik 61,8 %.

Dilansir dari RTI Business, tren harga saham AMRT di jangka pendek cenderung masih berada di zona merah. Di mana, dalam tiga bulan terakhir saham AMRT sudah turun 14,3 %. Adapun pada perdagangan akhir pekan lalu (10/12), saham Alfamart ditutup koreksi 1,27 % di level Rp 1.165 per lembar saham. 

Alfamart melantai di Bursa Efek Indonesia melalui proses IPO pada 15 Januari 2009. Kala itu, sebanyak 135,5 miliar lembar saham AMRT disebar dengan harga Rp 395 per lembar sahamnya. Dari aksi korporasi tersebut, Sumber Alfaria berhasil mengantongi dana segar Rp 135,5 miliar. 

Adapun kepemilikan saham AMRT dikuasai PT Sumber Alfaria Trijaya sebanyak 52,7 % atau sekitar 21,9 miliar lembar saham per November 2021. Dengan kepemilikan tersebut, Sigmantara Alfindo memegang kendali keputusan terbesar di perusahaan sebagai pemegang saham pengendali. Sementara itu, porsi kepemilikan masyarakat 47,3 % atau setara dengan 19,6 lembar saham.

Reporter: Amelia Yesidora