CEO alias Direktur Utama Bukalapak, Rachmat Kaimuddin mengundurkan diri dari jabatannya. Hal itu menyusul pernyataan Corporate Secretary Bukalapak, Perdana A Saputro pada Rabu (29/12).
Rachmat menjadi salah satu “kunci” yang memuluskan langkah Bukalapak bisa melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham BUKA tahun ini. Adapun dalam keterbukaan informasi BEI, manajemen perusahaan telah menerima surat permohonan pengunduran diri Rachmat, kemarin (28/12).
“Permohonan pengunduran diri tersebut, akan dilakukan dengan memerhatikan ketentuan anggaran dasar Perseroan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Perdana dalam keterbukaan informasi hari ini (29/12).
Di samping itu, Perdana juga menjelaskan tidak terdapat dampak kejadian, informasi atau fakta material yang akan memengaruhi kegiatan usaha. Begitu juga dengan kelangsungan usaha perusahaan BUKA tersebut.
“Mengingat, penyampaian keterbukaan informasi ini merupakan pemenuhan kewajiban berdasarkan Peraturan OJK tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten, atau Perusahaan publik,” ujarnya.
Rachmat Gantikan Zaky
Sebelumnya, nakhoda Bukalapak ditempati Achmad Zaky selaku founder alias pendiri perusahaan e-commerce yang identik dengan warna merah tersebut. Zaky kemudian mundur dari posisi CEO Bukalapak dan digantikan pria 42 tahun dengan nama lengkap Muhammad Rachmat Kaimuddin pada Januari 2021.
Dalam perjalanannya yang singkat di Bukalapak, Rachmat berkontribusi cukup banyak dalam perkembangan e-commerce ini, hingga menjadi unicorn. Selama bekerja di Bukalapak, Rachmat juga fokus menggaet lebih banyak usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). BUKA juga telah menggaet 8,7 juta warung dan agen per Oktober 2021.
Tak sampai di situ, Bukalapak juga menyediakan beragam layanan baru layaknya aplikasi super atau Super App, seperti Gojek dan Grab. Produk anyar ini di antaranya agregator logistik, pencarian hunian, konsultasi hukum, teknologi finansial (fintech) hingga Agen Penjual Reksa Dana (APERD).
Gencar melakukan pengembangan bisnis, Bukalapak juga meluncurkan unit bisnis yang bergerak sebagai penyelenggara fintech dan APERD, yakni Buka Investasi Bersama (BIB). Sebelumnya, Bukalapak juga sudah menyediakan jasa pembelian reksa dana melalui BukaReksa sejak akhir 2016. Layanan tersebut juga sudah digunakan ratusan ribu lebih investor pemula.
Di bawah kepemimpinan Rachmat, Bukalapak juga bekerja sama dengan Grab dan Elang Mahkota Teknologi (Emtek) membuat program ‘Kota Masa Depan’ atau Kolaborasi Nyata untuk Masa Depan. Ketiganya membangun ‘Kota Masa Depan’ di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Oktober (14/10). Kemudian di Solo, Jawa Tengah pada pekan ini (23/12).
Kota Masa Depan merupakan program akselerator yang berfokus pada tiga prioritas, yakni vaksinasi, adopsi platform digital, serta pelatihan dan pendampingan pengembangan usaha bagi UMKM. Ketiganya menargetkan lebih dari 1.500 pelaku UMKM di Solo beralih ke digital atau onboarding. lewat platform Grab dan Bukalapak.
Cakupan program Kota Masa Depan di Solo yakni terdiri dari:
- Menargetkan lebih dari 1.500 pelaku UMKM di Solo onboarding ke platform Grab dan Bukalapak
- Promosi dan potongan harga di ekosistem Grab dan Bukalapak
- 54 UMKM terpilih akan mengikuti program akselerator dalam mengelola bisnis yang dimentori oleh Bukalapak dan Grab
- Tiga UMKM terbaik akan mendapatkan publikasi melalui jaringan media Emtek
Rachmat Sang Perantau
Mengutip Kompas, pria kelahiran Makassar 15 April 1979 tersebut memantapkan diri untuk merantau dari kampung halaman pada 1994. Dari Sulawesi Selatan, Rachmat yang saat itu berusia 15 tahun memilih Jawa, tepatnya Magelang sebagai tujuan pertama perantauannya. Dia bersekolah di SMA Taruna Nusantara hingga 1997.
Siapa sangka, saat itu Rachmat satu angkatan dengan salah satu putra mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, yakni Agus Harimurti Yudhoyono yang juga dikenal sebagai AHY. Ketika masih di bangku SMA, Rachmat dikenal sebagai salah satu siswa unggulan, bahkan sempat turut kejuaraan Olimpiade di Kanada.
Setelah menamatkan pendidikan SMA, Rachmat memilih melanjutkan kuliah ke Massachusetts Institute of Technology (MIT), Boston, pada 1998-2001, dan meraih gelar BSc. Belum berhenti di sana, Rachmat juga sempat menyabet gelar MBA dari Stanford University, California pada 2006-2008.
Dalam obrolannya dengan Kompas.com beberapa waktu lalu, Rachmat memastikan alasannya mengenyam pendidikan di luar negeri, sebatas karena dirinya tidak lolos Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN).
“Rezeki saya waktu itu, saya dapat beasiswa, dapatnya beasiswa luar negeri. Mungkin sudah jalan Tuhan, bukan karena tidak nasionalis sok sekolah di luar negeri,” ujarnya, dilansir dari Kompas.com.
Selama menjadi mahasiswa, Rahmat sempat menjajal berbagai pekerjaan di Amerika Serikat (AS) seperti menjadi grader hingga menjaga perpustakaan. Upahnya, cukup untuk membeli makanan. Lulus kuliah pada 2001, Rachmat bekerja di salah satu perusahaan chip sebagai design engineer.
Namun pada 2003, Rachmat memutuskan kembali ke Indonesia dan memulai karier sebagai Consultant di Boston Consulting Group Jakarta. Dia membandingkan gaji yang diterima di Indonesia, hanyalah separuh dari gajinya yang dia peroleh saat bekerja di Negeri Paman Sam. Namun, semangat nasionalis justru menjadi alasannya untuk kembali ke Indonesia.
Bahkan, meskipun Rachmat sempat melanjutkan pendidikan S2 di Stanford University hingga 2009, dia tetap kembali ke Tanah Air. Beberapa jabatan penting di perusahaan juga dia sambangi, seperti Managing Director di PT Cardig Air Services pada 2009, Vice President di Baring Private Equity Asia pada 2021, Chief Financial Officer alias CFO di PT Bosowa Corporindo pada 2014, hingga menjadi Managing Director PT Semen Bosowa Maros pada 2016.
Pada 2018 Rachmat sempat menjadi Direktur Keuangan dan Perencanaan di PT Bukopin Tbk. Empat tahun sebelumnya dia sudah menghuni kursi Komisaris di Bank Bukopin. Hingga pada 2020, Rachmat resmi bergabung di Bukalapak.