Empat bank besar yang tergabung dalam kreditur sindikasi sedang menghadapi kasus kredit macet sebuah perusahaan batu bara, Titan Infra Energy. Sindikasi yang beranggotakan Bank Mandiri, Bank CIMB Niaga, Credit Suisse, dan Trafigura tersebut memberikan kredit pada Titan Energy sebesar US$ 450 juta atau senilai Rp 6,75 triliun pada 2018.

Pihak sindikasi, dalam hal ini Bank Mandiri mengklaim sejak Februari 2020, debiturnya tidak melanjutkan cicilan utang kepada sindikasi. Selanjutnya, kreditur memilih untuk mengajukan gugatan hukum.

“PT Titan Infra Energy telah berhenti mencicil sesuai ketentuan yang berlaku pada Februari 2020. Berikutnya, label kredit macet ditetapkan oleh kreditur pada Agustus 2020. Hingga kini, perusahaan tersebut tidak melaksanakan kewajiban sesuai kesepakatan awal,” kata VP Corporate Communication Bank Mandiri, Ricky Andriano pada Jumat (1/7).

Bukannya tidak memiliki itikad baik, Direktur Utama Titan Infra Energy, Darwan Siregar memastikan kalau pihaknya sudah tiga kali mengajukan proposal restrukturisasi kepada pihak sindikasi. Perusahaan tambang tersebut juga mengajukan permintaan penjualan aset dari tiga anak usahanya, agar bisa membayar utang. Sayangnya, pihak sindikasi menolak usulan tersebut. 

Darwan juga menjelaskan penyebab kredit macet adalah keuangan perusahaan yang memburuk, lantaran harga batu bara yang merosot. Padahal, emas hitam tersebut merupakan komoditas utama yang diproduksi perusahaan. Meskipun begitu, Titan Energy masih berupaya mencicil kewajibannya. Sepanjang 2021, pihaknya sudah mencicil utang sebesar US$ 46,4 juta, dan dilanjutkan US$ 35,12 juta pada semester pertama tahun ini.

“Sehingga pernyataan VP Corporate Communication Bank Mandiri Ricky Andriano bahwa PT Titan Infra Energy tidak mencicil utangnya sejak Februari 2020 dan oleh karenanya dianggap macet, jelas pembohongan publik,” kata Darwan dalam keterangan resmi, Senin (4/7).

Terkait gugatan hukum, Titan Infra Energy kemudian meminta Bank Mandiri untuk mencabut pernyataan tersebut. Permintaan itu diiringi itikad untuk menyelesaikan perjanjian secara musyawarah mufakat, salah satunya dengan menyelesaikan proses restrukturisasi yang diajukan. Meski begitu, belum ada jalan tengah yang diambil kedua pihak hingga saat ini.

Sebelumnya, aparat kepolisian telah memblokir rekening perusahaan Titan Energy serta anak usaha dengan total 40 rekening sekaligus. 

Siapa Itu Titan Infra Energy?

Titan Infra Energy dikenal sebagai perusahaan tambang sejak 2004, kala itu Titan Energy berhasil memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Jambi. Dua tahun berselang, perusahaan tambang tersebut melebarkan usahanya dengan mendirikan perusahaan kontraktor pertambangan, Manggala Usaha Manunggal. Pada tahun yang sama, perusahaan berhasil menjalin kontrak jangka panjang dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk memasok batu bara selama 20 tahun, terhitung sejak 2012. 

Pada 2007, perusahaan itu meresmikan joint venture bersama PT Rinjani untuk menambang batu bara di bawah nama Titan Wijaya. Selanjutnya, Titan Energy memperluas tambangnya pada 2010 dengan mengakuisisi 100 % saham Ganda Alam Makmur, konsesi batu bara yang terletak di Kalimantan Timur. Tidak hanya itu, perusahaan juga memulai usaha kapal tongkang dengan nama Nusantara Terminal Terpadu pada tahun yang sama.

Setelah memiliki tambang di Jambi dan Kalimantan Timur, pada 2011 Titan memutuskan untuk membangun layanan pelabuhan batu bara di Bengkulu, dengan nama Maritim Sumber Energi. Perusahaan ini mengelola pelabuhan yang digunakan untuk pengiriman batu bara. 

Titan Energy berhasil menjalin kerja sama dengan perusahaan asing, yakni LG Internasional pada 2012. Perusahaan asal Korea ini masuk ke Ganda Alam Makmur sebagai mitra ekuitas alias equity partner. LG menjadi pihak pengelola bisnis pertambangan Ganda Alam Makmur, termasuk bagian pemasaran dan pengembangan tambang. 

Dua tahun berselang, Titan Energy mengakuisisi Servo Meda Sejahtera (SMS) yang kemudian berganti nama menjadi Titan Infra Sejahtera. Anak perusahaan tersebut memiliki jalan seluas 116 km yang menghubungkan empat kabupaten di Sumatera Selatan, serta satu sungai yang dijadikan pelabuhan batu bara. 

Anak perusahaan baru tersebut kemudian diakuisisi oleh perusahaan penyedia perdagangan komoditas dan logistik independen, Trafigura. Perusahaan asal Swiss itu menjalin kerja sama dengan induk usaha, Titan Infra Energy kemudian mengambil alih Titan Infra Sejahtera.

Menciptakan Lini Bisnis Terintegrasi

Hampir dua dekade berdiri, Titan Energy menawarkan tiga jasa di bidang energi yang saling terintegrasi. Mulai dari produsen bahan tambang, penyedia jasa pertambangan, serta infrastruktur pertambangan.

Perusahaan ini memiliki empat tambang batu bara yang tersebar di tiga provinsi yang digarap dengan perjanjian kerja sama atau joint venture. Pertama, Titan Wijaya bergerak menambang batu bara di Bengkulu dan terbentuk atas joint venture dengan Firman Ketaun, pemilik PT Rinjani. Konsesi batu bara Firman Ketaun menghampar di lahan seluas 1,260 hektare dengan potensi sumber daya batu bara sebanyak 86 juta ton. Adapun Nilai kalori batu bara ini ada di angka 4.600 gross air-received (gar).

Kedua, Ganda Alam Makmur yang dibentuk melalui joint venture Titan Energy dan LG Internasional pada 2012. Ganda Alam Makmur memiliki konsesi batu bara seluas 10.000 hektare di Sangkulirang, Kalimantan Timur dan lebih dari 2.330 hektare lahan potensial telah dibebaskan untuk menjamin kelangsungan produksi batu bara hingga 20 tahun. 

Adapun 60 % lahan konsesi Ganda Alam Makmur sudah dieksplorasi, sehingga berhasil mengidentifikasi potensi sumber daya batu bara sebanyak 539 juta ton. Batu bara hasil eksplorasi Ganda Alam Makmur memiliki nilai kalori berkisar dari 3.500 hingga 4.800 gar.

Ketiga, tambang penghasil batu bara tingkat menengah yang ramah lingkungan, Bara Anugrah Sejahtera. Terletak di Muara Enim, Sumatera Selatan, Titan memiliki konsesi area senilai 2.164 hektare dengan potensi sumber daya batu bara 50 juta ton. Batu bara hasil produksi Bara Anugrah Sejahtera memiliki nilai kalori 4.700 gar dan rendah kandungan abu serta sulfur.

Masih di Sumatera Selatan, Titan Energy menambang batu bara di lahan konsesi seluas 519,8 hektare atas nama anak perusahaan Banjarsari Bumi. Lahan ini terletak di Lahat, Sumatera Selatan, dan hasil eksploitasi menunjukkan jumlah batu bara bisa mencapai 36 juta ton dengan nilai kalori dari 3.800 gar hingga 4.800 gar.

Melebarkan Usaha ke Jasa Pertambangan

Titan Energy memiliki dua anak perusahaan di bisnis jasa pertambangan, yaitu Manggala Usaha Manunggal dan Nusantara Terminal Terpadu. Manggala Usaha Manunggal sudah berdiri sejak 2006 dan menawarkan jasa pertambangan batu bara yang lengkap, mulai dari proses ekstraksi, pembersihan, pemuatan, dan pengangkutan. 

Batu bara ini kemudian melewati proses top soil removal, tahap pemisahan lapisan tanah penutup yang mengandung berbagai unsur hara. Lalu proses pembuangan, dan terakhir tahap re-contouring

Batu bara yang sudah ditambang dan diolah kemudian diangkut oleh anak usaha Titan bernama Nusantara Terminal Terpadu. Tongkang akan berlayar di jalur sungai atau laut untuk mengantarkan batu bara ke pelabuhan muat kliennya atau transit ke titik jangkar kapal induk. Secara khusus, Nusantara Terminal Terpadu ditugaskan mengirim batu bara hasil kerja sama induk usaha dengan PLN.

Melansir laman resmi perusahaan, Titan Energy menjadi pemasok 3,5 juta ton batu bara di empat lokasi pembangkit listrik milik PLN per tahunnya. Keempat pembangkit listrik tersebut bertenaga uap dan berada di Rembang, Jawa Tengah, kemudian Pelabuhan Ratu, Jawa Barat, lalu di Suralaya, Banten, dan Amurang, Sulawesi Utara.  

Untuk mencapai tujuan itu, Nusantara Terminal Terpadu mengoperasikan 39 set kapal tunda dan kapal tongkang (tug and barge), empat armada kapal tunda (tugboat), satu kapal tongkang dengan tenaga pendorong sendiri (self-propelled barge), dan satu unit kapal bongkar dengan tenaga pendorong sendiri (self-propelled unloading vessel).

Meski memiliki usaha pertambangan, namun Titan Infra Sejahtera sejatinya adalah perusahaan yang fokus dalam pengadaan infrastruktur pertambangan. Hal ini terlihat dari nama Titan Infra Sejahtera serta Maritim Sumber Energi yang dituliskan berada dalam lini bisnis tersebut. 

Titan Infra Sejahtera menyediakan jasa logistik batu bara terintegrasi di Sumatera Selatan. Perusahaan ini berupaya mengoptimalkan rantai pasok dari tambang ke titik konsumsi melalui infrastruktur jalan dan pelabuhan dengan kapasitas 30 juta ton batu bara per tahunnya.

Anak perusahaan kedua di bidang infrastruktur pertambangan bernama Maritim Sumber Energy. Melengkapi infrastruktur yang sudah ada sebelumnya, Maritim Sumber Energi menyediakan jasa pelabuhan beserta pemuatan dan pembongkaran kargo, penimbunan, dan transhipment. Perusahaan menyebut Maritim Sumber Energi sebagai yang pertama dari sejenisnya, sebuah pelabuhan batu bara yang menghadap Samudera Hindia. 

Pelabuhan ini memiliki draft air setinggi 6,5 meter dan mampu menangani kapal tongkang setinggi 300 kaki. Selain itu, kecepatan pemuatan konveyor (BLC) tongkang secepat 1,500 ton per jam, dan pemuatan manual dengan truk secepat 240 ton per jam.

Reporter: Amelia Yesidora