Majelis Hakim Pengadilan Tipikor memberikan vonis nihil kepada Benny Tjokrosaputro dalam kasus korupsi PT Asabri. Ini artinya, Benny ditetapkan bersalah tetapi tidak diberikan hukuman berupa kurungan atau denda.
Ketua majelis hakim Ignatius Eko Purwanto mengatakan vonis nihil diberikan karena Benny sudah dihukum seumur hidup dalam kasus Jiwasraya. Kendati demikian, pihak Kejaksaan Agung keberatan dengan vonis tersebut dan berencana melakukan banding.
Sebelumnya, jaksa menuntut Benny dengan hukuman mati. Kepala pusat penerangan hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan bahwa vonis pidana nihil bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Tipikor.
(Baca: Kejagung Ajukan Banding atas Vonis Nihil Benny Tjokro di Kasus Asabri)
Vonis pidana nihil Benny merupakan muara dari kasus korupsi yang diperkirakan menimbulkan kerugian negara hingga Rp22,78 triliun yang melibatkan Asabri. Walaupun memperoleh vonis pidana nihil, Benny dituntut untuk membayar uang pengganti senilai Rp5,73 triliun.
Berdiri pada 1971, perusahaan pelat merah ini menyediakan asuransi jiwa untuk personel aparat keamanan. Mulai dari prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri. Selain itu, nasabahnya juga mencakup PNS di kedua institusi tersebut.
Asabri lahir dari inisiatif Departemen Pertahanan untuk mengelola asuransi anggota angkatan bersenjata yang terpisah dari PNS pada umumnya. Ini berkaitan dengan perbedaan usia pensiun prajurit TNI dan anggota Polri dari PNS. Usia pensiun prajurit TNI dan Polri adalah 58 tahun, sementara itu PNS berkisar antara 58 dan 65 tahun.
Selain itu, Departemen Pertahanan mendorong pembentukan Asabri karena “sifat khas prajurit TNI dan Polri memiliki risiko tinggi, banyak yang berhenti karena gugur atau tewas dalam melaksanakan tugas."
Sebelum Asabri hadir, prajurit TNI dan anggota Polri menjadi nasabah perusahaan asuransi pelat merah lainnya, yaitu PT Taspen. Berdiri pada 1963, Taspen mengelola asuransi, dana pensiun, dan tabungan hari tua untuk PNS.
Asabri saat ini mengelola empat program. Ini terdiri dari tabungan hari tua (THT), jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JKm), dan pensiun. JKK, misalnya, mencakup santunan untuk nasabah yang gugur atau tewas.
Menyusul kasus korupsi, pemerintah mengeluarkan peraturan No. 54 Tahun 2020 yang mengubah ketentuan program-program. Untuk santunan kematian karena gugur, misalnya, pemerintah meningkatkan jumlahnya ke Rp 450 juta dari Rp 400 juta.
Sejalan dengan peningkatan santunan, pemerintah juga menaikkan iuran untuk program JKK ke 0,61% dari 0,41% dari gaji pokok peserta.