Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal Masuk Bursa Cawapres

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Imam Besar Masjid Istiqlal KH. Nasaruddin Umar menyampaikan paparannya saat Kuliah Kebangsaan di Wisma Antara, Jakarta, Kamis (17/10/2019).
22/5/2023, 16.49 WIB

Imam besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar masuk ke dalam bursa calon wakil presiden dalam pemilihan presiden atau Pilpres 2024. Eks wakil menteri agama itu telah menarik perhatian dari koalisi pengusung calon presiden Ganjar Pranowo.

Romahurmuziy atau Romy dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengatakan partainya telah membujuk Nasaruddin untuk menjadi pasangan cawapres bagi Ganjar. Imam besar Masjid Istiqlal itu dianggap memenuhi kriteria seperti tokoh masyarakat dari luar pulau Jawa, petinggi di Nahdlatul Ulama (NU), dan memiliki pandangan yang moderat terkait agama. 

Ganjar dalam akun Instagramnya menuliskan momen pertemuan dengan Nasaruddin di Sulawesi Utara pada dua hari lalu. "Terima kasih Pak Kiai Profesor Nasaruddin Umar atas segala kesejukan petuah dan doa-doanya," tulis Gubernur Jawa Tengah yang merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut. 

Nasaruddin mengatakan belum ada perwakilan dari koalisi pengusung Ganjar yang telah menghubunginya terkait pencalonan sebagai calon wakil presiden. Meskipun ia lebih tertarik mengurus umat, ia akan mengambil keputusan terkait tawaran potensial ini setelah melakukan salat istikharah.

“Saya kira kami tidak pernah dihubungi apapun. Kami lebih enjoy mengurus umat,” kata Nasaruddin di kantor Komisi Pemilihan Umum di Jakarta Pusat pada Jumat (19/5).

Kehadiran Nasaruddin dalam bursa calon wakil presiden menandai kandidat potensial lainnya yang terafiliasi dengan NU. Ini sejalan dengan keputusan koalisi partai politik pengusung Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memasangkannya dengan Ma’ruf Amin dalam Pilpres 2019.

Istri Perdana Menteri Malaysia Wan Azizah Wan Ismail bersama Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/hp.)

Profil Nasaruddin Umar 

Nasaruddin mengawali kariernya dari sektor pendidikan. Pria kelahiran Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, itu pertama-tama menamatkan pendidikan sarjana di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 1984.

Pada 1992, Nasaruddin menyelesaikan pendidikan pascasarjana di IAIN Syarif Hidayatullah di Jakarta Selatan. Pria kelahiran 1959 itu memperoleh gelar magister tanpa tesis.

Nasaruddin kemudian memperoleh gelar doktor dari IAIN Syarif Hidayatullah pada 1998. Ia memperoleh gelar ini dengan disertasi yang membahas perspektif gender dalam Al-Qur'an. Menurut situs web Masjid Istiqlal, ia merupakan lulusan terbaik di angkatannya.

Nasaruddin kemudian menerbitkan pada 1999 buku berjudul Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Quran, yang selaras dengan disertasinya. Menurut situs web Masjid Istiqlal, lulusan pesantern di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, itu telah menulis 12 buku.

Presiden Joko Widodo menyerahkan sapi kurban ke Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar.  (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/tom.)

Imam Masjid Istiqlal

Pada 2002, IAIN Syarif Hidayatullah mengukuhkan Nasaruddin sebagai guru besar dalam bidang tafsir di Fakultas Ushuluddin. Dalam agama Islam, ushuluddin berarti ilmu tentang dasar-dasar agama yang berkaitan dengan keyakinan kepada Allah, rasul, kitab suci, soal-soal gaib seperti hari kiamat, dan kada-kadar.

Karier Nasaruddin memasuki babak baru pada 2011 ketika ia menjabat sebagai wakil menteri agama dalam pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang ke-2. Nasaruddin merupakan orang pertama yang mengemban jabatan baru ini. Ia memegang jabatan ini hingga 2014.

Nasaruddin mulai menjadi imam besar Masjid Istiqlal pada 2016. Masjid yang berlokasi di Jakarta Pusat ini memiliki kapasitas 200 ribu jemaah. Kapasitas ini menjadikannya sebagai masjid terbesar di Asia Tenggara dan terbesar ketujuh di dunia.

Di luar masjid, Nasaruddin merupakan komisioner purnabakti di Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Sang professor telah bergabung ke dalam lembaga independen ini sejak 1999.

Reporter: Dzulfiqar Fathur Rahman