Profil InJourney, Punya Utang Rp 4,6 T dan Ajukan Penyertaan Modal
Induk badan usaha milik negara di bidang pariwisata, PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) alias InJourney, mengajukan penyertaan modal negara sebesar Rp 1,193 triliun. Pengajuannya melalui anak usahanya, PT Pengembangan Pariwisata Indonesia atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC).
Direktur Utama InJourney Dony Oskaria mengatakan, dari total PMN itu, sebesar Rp 1,05 triliun untuk membayar utang. Dari proyek Sirkuit Mandalika, perusahaan menanggung utang Rp 4,6 triliun.
Akibatnya, InJourney menghadapi kewajiban pembayaran jangka pendek alias short terim sebesar Rp 1,2 triliun. Lalu, ada pula kewajiban jangka panjang atau long term senilai Rp 3,4 triliun.
Doni mengakui perusahaan tidak bisa menyelesaikan kewajiban jangka pendek tersebut. Satu-satunya cara melunasi utang adalah dengan mengajukan PMN. “Untuk membayar pembangunan grand stand, vip village, dan kebutuhan modal saat acara,” ucapnya saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, Rabu (14/6).
Profil InJourney
Melansir dari situs resminya, Indonesian Journey atau InJourney adalah holding BUMN untuk sektor aviasi dan pariwisata. Di dalamnya terdapat perusahaan pelat merah PT Angkasa Pura I, PT Angkasa Pura II, PT Hotel Indonesia Natour, PT Pengembangan Pariwisata Indonesia, PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, serta PT Sarinah.
Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2021 tentang PMN untuk PT Aviasi Pariwisata Indonesia. Harapannya, InJourney dapat mendorong sektor pariwisata domestik dan menjadi wadah kolaborasi pengembangan wisata.
Dalam struktur dewan komisarisnya terdapat Triawan Munaf sebagai Komisaris Utama. Lalu, jajaran komisaris lainnya adalah Wihana Kirana Jaya, Odo Manuhutu, dan Elwin Mok.
Sedangkan dewan direksi terdiri dari Direktur Utama Dony Oskaria, Wakil Direktur Utama Edwin Hidayat Abdullah, Direktur Pemasaran dan Program Wisata Maya Watono, dan Direktur Sumber Daya Manusia dan Digital Herdy Harman.
Sejarah InJourney
InJourney muncul di tengah pandemi Covid-19. Perusahaan bergerak dalam beberapa klaster bisnis, yaitu bandara, maskapai, manajemen destinasi, layanan kargo, perhotelan, dan ritel.
Sebelumnya, nama perusahaan adalah Perum Survai Udara Penas. Kehadirannya sudah ada sejak zaman kemerdekaan. Ketika itu, Tentara Nasional Indonesia membentuk Skuadron Pemotretan Udara.
Skuadron itu lalu berubah menjadi Lembaga Aerial Survey. Pada 1961, pemerintah mengubahnya menjadi Perusahaan Negara Aerial Survey (Penas) dan bergerak di bidang pemetaan, pemotretan, dan survei udara.
Masuk ke dekade 1990-an, aktivitas Penas berkurang karena kemunculan jasa pemotretan udara via satelit. Pada Agustus 2015, Kementerian perhubungan mencabut sertifikat operator udara perusahaan karena tidak memenuhi persyaratan jumlah pesawat terbang minimum.
Lalu, pada Juli 2021, pemerintah mengubah namanya menjadi PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) alias InJourney.
Kehadirannya menjadi jawaban atas masalah banyaknya BUMN memiliki bisnis serupa tapi terpecah. Misalnya, perhotelan. Beberapa perusahaan pelat merah mempunyai hotel tapi tidak memberi manfaat maksimal ke bisnis utamanya.
Karena itu, Menteri BUMN Erick Thohir melakukan penggabungan melalui InJourney. Bisnis hotel, misalnya, kini berada di bawah Hotel Indonesia Group sebagai operator.
Kinerja InJourney
Pada triulan pertama 2023, InJourney mencatat laba konsolidasi Rp 355,6 miliar (unaudited). Angka ini naik 126,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pendapatan usaha konsolidasi perusahaan juga naik, sebesar 72,7% menjadi Rp 5,04 triliun.
Wakil Direktur Utama InJourney Edwin Hidayat Abdullah mengatakan kenaikan tersebut karena penurunan kasus Covid-19 yang mendorong lagi sektor pariwisata. “Libur Natal dan tahun baru semakin mendongkrak kunjungan wisatawan,” katanya.
Angkasa Pura I dan II masing-masing berkontribusi 38,7% dan 54,7% dari keseluruhan kinerja holding. Pada sektor retail, Sarinah berkontribus sebesar 3,8% dari pendapatan usaha konsolidasi, yaitu Rp 193 miliar.
Sedangkan pada sektor destinasi pariwisata heritage management dan hotel management, masing-masing berkontribusi Rp 77 miliar dan Rp 17 miliar.
Tahun lalu, perusahaan mendukung acara KTT G20 di Bali dan MotoGP di Mandalika. Untuk triwulan kedua 2023, InJourney fokus dalam mendukung KTT ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, NUsa Tenggara Timur dan perayaan Waisak di Candi Borobudur.
Proyek besar lainnya yang sedang dikerjakan perusahaan adalah Kawasan Ekonomi Khusus atau KEK Sanur, Bali. Di lahan seluas 43 hektare tersebut nantinya akan berdiri rumah sakit dan klinik bertaraf internasional, bekerja sama dengan Mayo Clinic dari Amerika Serikat.
KEK Sanur juga dilengkapi fasilitas kesehatan standar internasional, seperti rumah jompo dan klinik operasi dari Korea Selatan, klinik fertilitas dari Australia, dan teknologi imunologi dari Jepang.
Pembangunan kawasan itu targetnya akan selesai pada November 2023 sehingga dapat beroperasi pada kuartal pertama 2024. Pemerintah berharap, klinik ini dapat mencegah devisa sebesar Rp 97,5 triliun keluar dari Indonesia.