Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil membentuk tim investigasi untuk menelusuri dugaan kegiatan sesat di Pondok Pesantren Al Zaytun yang berlokasi di Desa Gantar, Haur Geulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Tim itu terdiri dari kepolisian, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Ridwan mengatakan tim investigasi tersebut akan bekerja mulai hari ini, Selasa (20/6), selama tujuh hari ke depan.
Ia mengatakan jika ada pelanggaran secara fiqih, syariat, atau pelanggaran lainnya yang bersifat administrasi dan melanggar norma hukum di Indonesia, akan ditindak. "Kami tidak mau mengambil keputusan secara emosional tanpa ada tabayyun atau verifikasi terlebih dahulu," kata dia Senin (19/6).
Identik dengan Panji Gumilang
Sejarah pembangunan pondok pesantren Al Zaytun dimulai ketika Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang mendirikan Yayasan Pesantren Indonesia pada 1994. Menurut situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yayasan ini didirikan pada 25 Januari 1994 dengan pimpinan bernama Imam Prawoto.
Usai mendirikan yayasan, Panji Gumilang melanjutkan misinya untuk membangun pondok pesantren pada 13 Agustus 1996 dan diresmikan oleh Presiden B.J. Habibie pada 27 Agustus 1999. Meski baru diresmikan pada 27 Agustus, aktivitas pembelajaran pertama kali diadakan pada 1 Juli 1999.
Panji Gumilang yang merupakan alumnus IAIN (UIN) Syarif Hidayatullah Ciputat ini tercatat pernah mencecap kehidupan pesantren di Pondok Pesantren Gontor. Di kampus itu, ia mengambil Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab.
Panji mendirikan Pondok Pesantren Al Zaytun di atas lahan seluas 1.400 hektare yang pada saat itu menjadi pesantren terbesar di Asia Tenggara. Dalam salah satu situsnya, disebutkan seluas 200 hektare digunakan sebagai kawasan kampus dan pondokan, sedangkan 1.200 hektare sisanya digunakan sebagai sarana berkebun, budi daya ikan, pengembangan industri skala mikro, hingga untuk pengolahan pakan ternak.
Dikutip dari situs yang sama, pengurus pondok mengklaim pada 2000-2001 Al Zaytun menerima 9.000 santri yang berasal dari luar Indonesia seperti Malaysia, Kamboja dan Thailand. Lalu pada 2011 disebutkan pondok pesantren ini mengasuh sekitar 7.000 santri dari berbagai wilayah Indonesia.
Panji membangun model pendidikan berjenjang yang berkelanjutan dari tingkat pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi.
Pondok pesantren ini pernah menjadi tempat halaqah alim ulama se-Indonesia pada 2012. Menteri Agama saat itu, Suryadharma Ali, mengatakan pemilihan Al Zaytun sebagai lokasi halaqah untuk memberikan motivasi dan inspirasi bagi alim ulama lainnya untuk menata lembaga pendidikan.
Panen Kontroversi
Pada Kamis (15/6) pondok pesantren yang mengklaim sebagai 'Pusat Peradaban Islam, Toleransi dan Perdamaian' itu digeruduk oleh Forum Indramayu Menggugat. Massa menuntut ponpes yang diduga mengajarkan aliran sesat tersebut dibubarkan.
Kehebohan ini bermula pada akhir April 2023. Saat itu beredar foto yang memperlihatkan salat Idulfitri dengan saf campur antara jemaah perempuan dengan laki-laki.
Dalam foto itu terlihat ada sosok perempuan yang melaksanakan salat di saf terdepan, bersebelahan persis dengan jemaah laki-laki.
Jauh sebelum itu, tepatnya pada 2002, Majelis Ulama Indonesia menyatakan Al Zaytun memiliki keterkaitan dengan Negara Islam Indonesia (NII) KW9 secara kepemimpinan dan finansial.
Namun, Panji Gumilang membantah pernyataan tersebut dan mengatakan NII sudah selesai pada 1962. Ia juga menolak tuduhan pondok terkait secara finansial dengan gerakan NII. Menurut dia, pondok pesantren mampu bertahan secara finansial dari kegiatan ekonomi yang dilakukan pesantren dan para santri, di samping dari iuran rutin para santri.
Pada 2011, isu itu kembali merebak. Untuk meredam rumor pondok yang terafiliasi dengan NII, Moeldoko yang saat itu menjabat panglima Kodam III/Siliwangi, melakukan investigasi lalu menjalin komunikasi dengan Panji Gumilang sebagai pemilik pondok.
Moeldoko saat itu mengatakan kecurigaan mengenai pengajaran pondok yang mendidik para santri untuk menolak Pancasila, tidak terbukti. "Tidak ada kecurigaan lagi. Ini masalahnya komunikasi," kata dia saat itu dikutip dari Republika (10/8/2014).
Kemudian pada 2012, Kementerian Agama berupaya meredam isu tersebut dengan mengundang seluruh alim ulama untuk menggelar pertemuan akbar di Al Zaytun. "Pesantren ini mengedepankan perdamaian dan toleransi, jauh dari pesan keras. Kesan Islam garis keras jauh, penyajian musik-musiknya pun beragam, bernuansa Islami dan ke-Indonesiaan," kata Menteri Agama Suryadharma Ali, Minggu (25/3/2012) dikutip dari situs Kemenag.
Kontroversi lain yang menyelimuti pondok pesantren adalah mengenai nyanyian 'Havenu Shalom Alachem' yang juga viral di media sosial. Menurut Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat lirik lagu itu sarat dengan agama Yahudi, baik secara historis maupun penggunaannya.
Menurut LBM NU Jabar, menyanyikan lagu tersebut haram karena mensyiarkan tradisi agama lain.
Selain itu, pengurus pondok diduga melakukan penyimpangan dalam melakukan penafsiran Alquran, salah satunya memaknai "Tafassahu" dalam ayat Alquran. Menurut LBM NU, salat dengan menjaga barisan salat berguna untuk mempersilahkan orang lain menempati barisan yang kosong sehingga barisan salat menjadi rapat.
Namun dalam praktik salat yang dilaksanakan di pondok Al Zaytun, salat dilakukan dengan memberikan jarak yang cukup lebar sehingga terlihat sangat renggang. Selain itu, pimpinan Al Zaytun terekam pernah mengucapkan zina boleh dilakukan asal ditebus dengan sejumlah uang.