Profil Fintech iGrow, Digugat Investor karena Gagal Bayar

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Ilustrasi fintech.
Penulis: Dini Pramita
10/7/2023, 16.34 WIB

Platform teknologi finansial atau fintech yang berbasis peer-to-peer lending (P2P lending), PT iGrow Resources Indonesia atau iGrow, digugat oleh 40 lender atau investornya karena gagal bayar. Ke-40 lender itu mengklaim jumlah kerugian mencapai Rp 503 miliar atau sekitar US$ 33,4 juta.

Mengutip keterangan Vice President of Consumer Growth Group iGrow, Rizcky Alfath, di Tech in Asia, manajemen iGrow berkomitmen untuk mendiskusikan proses penyelesaian utang tersebut.

Gugatan dilayangkan oleh para lender yang merasa dirugikan tersebut pada Juni 2023 lalu. Sidang awal yang semula dijadwalkan pada 28 Juni ditunda hingga 18 Juli mendatang.

Sebagai Pionir Pembiayaan Digital untuk Sektor Pertanian

Dalam situs resmi iGrow, disebutkan tujuan pendiriannya adalah untuk menghubungkan masyarakat yang memiliki modal dan petani yang membutuhkan modal melalui kegiatan pendanaan komoditas pertanian. Kegiatan ini ditujukan untuk bersama-sama meningkatkan skala penanaman/budi daya dan kesejahteraan para pelaku dunia pertanian.

Perusahaan fintech ini mengklaim sebagai pionir perusahaan rintisan dalam sektor pertanian. PT iGrow Resources Indonesia didirikan pada 2014 oleh Andreas Senjaya, Muhaimin Iqbal dan Jim Oklahoma.

iGrow didirikan dengan ide untuk menghubungkan tiga aspek vital dalam bisnis pertanian yaitu pasar, keterampilan dan permodalan. Dalam platformnya, iGrow memungkinkan investor atau pemodal bertemu dengan petani lokal untuk mengoptimalkan pengelolaan lahan pertanian sehingga dapat menghasilkan produk pertanian berkualitas tinggi.

Cara kerja iGrow digambarkan mirip dengan permainan Farmville yang memungkinkan orang-orang yang tak memiliki lahan dan tak memiliki keterampilan bercocok tanam, dapat terlibat dalam aktivitas pertanian melalui penanaman modal.

Untuk menginvestasikan sejumlah uang, calon lender dapat memilih lahan dan pohon kemudian menginvestasikan sejumlah uang. Selanjutnya petani akan mengoptimalkan proses pertaniannya melalui tambahan modal dari lender.

Hasil panen yang terjual akan dibagi dengan penghitungan 40% untuk pengguna layanan, 40% untuk pengelola lahan dan 20% untuk iGrow.

Dalam situsnya, iGrow menyebutkan rata-rata margin sebesar 12-18% dengan total pendanaan yang tersalurkan sebesar Rp 681,8 miliar. Adapun jumlah penerima pendanaan sebanyak 1.059 dengan total outstanding pendanaan sebesar Rp 310,9 miliar dan Rp 7,1 miliar pendanaan tahun berjalan.

Namun dicantumkan pula tingkat keberhasilan 90 atau TKB90 yang menjadi ukuran tingkat keberhasilan P2P lending dalam menfasilitasi penyelesaian kewajiban pinjam meminjam dalam jangka waktu sampai dengan 90 hari terhitung sejak jatuh tempo, hanya berada di angka 53,44%.

Diakuisisi LinkAja pada 2021

Pada 29 April 2021, iGrow merilis informasi mengenai pengakuisisian oleh LinkAja, salah satu perusahaan yang bergerak di bidang uang elektronik. Akuisisi ini disebutkan untuk mendorong inklusi keuangan dan ekonomi rakyat.

Dengan akuisisi tersebut, iGrow menyebutkan LinkAja akan menjadi pemegang saham pengendali iGrow untuk memperkuat bisnis iGrow ke depannya. Saat itu, Direktur Pengembangan Bisnis PT iGrow Resources Indonesia Jim Oklahoma menyebutkan akuisisi tersebut diharapkan dapat memperkuat iGrow sebagai pelopor dan juga platform peer to peer lending terbesar di bidang agrikultur.

Di awal merintis, perusahaan ini mendapatkan pendanaan dari dua pemodal ventura, yaitu East Ventures dan 500 Startups.

Di tangan LinkAja, iGrow akan diubah menjadi Modalin yang akan memberikan pinjaman produksi closed-loop dalam ekosistem LinkAja. Cakupan bisnisnya ada dalam tiga jenis pembiayaan berisiko rendah yaitu invoice financing, retail financing, serta agri ecosystem financing yang bersifat closed loop.