Presiden Joko Widodo mengambil sumpah Djan Faridz sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI hari ini, Senin (17/7). Ia menggantikan posisi Wantimpres sebelumnya, Mardiono, yang saat ini fokus mengurusi partai sebagai Plt Ketua Umum PPP.
Djan adalah anggota Majelis Kehormatan PPP dan pernah menduduki berbagai macam jabatan penting di partai dan pemerintahan.
Sebagai anggota Nahdatul Ulama (NU), ia pernah menjabat sebagai Bendahara NU DKI Jakarta pada 2009, dan menanjak menjadi Ketua NU Wilayah DKI Jakarta pada 2011-2014. Di dalam internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP), ia pernah terpilih menjadi Ketua Umum meski belakangan Mahkamah Agung menyatakan keterpilihannya tidak sah.
Pengusaha Multi Bidang
Di luar ingar-bingar politik, Djan merupakan pengusaha yang mendirikan perusahaan kontraktor swasta bernama PT Dizamatra Powerindo pada 1996. Pada 2002, namanya mencuat karena dianggap sukses menyulap Pasar Tanah Abang yang semula dikenal sebagai pasar kumuh.
Pada 2005, pasar itu diresmikan sebagai Pusat Grosir Terbesar se-Asia Tenggara. Upayanya menyulap Tanah Abang terus berlanjut ke Blok B yang diresmikan usai dibangun ulang pada 2010.
Djan mengelola Pasar Tanah Abang, khususnya Blok A dan Blok B di bawah perusahaannya PT Priamanaya Djan International. Hubungan Djan dengan Jokowi menghangat semasa Pilgub DKI Jakarta.
Saat itu, Jokowi yang berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) diberikan pinjaman sebuah rumah sebagai media center tim pemenangan Jokowi-Ahok oleh Djan Faridz.
Selain berbisnis properti, Priamanaya menggeluti bisnis energi dengan mengendalikan PLTU Keban Agung, PLTA Cirata, PLTU Rembang dan PLTP Sibayak. Di sektor tambang, Priamanaya memiliki beberapa Kuasa Pertambangan di antaranya KP Tambang Batubara di Riau dan Sumatera Selatan; KP Tambang Bijih Besi di Kalimantan Tengah dan Papua; KP Tambang Nikel di Papua.
Priamanaya memiliki bisnis perdagangan dan penjualan beragam komoditas. Bisnis perdagangan di bidang minyak dan gas bumi dilakukan dengan menjadi distributor produk-produk Petronas (Malaysia) untuk kawasan Indonesia. Diantaranya HSD (High Speed diesel/Solar Industri), MFO (Marine Fuel Oil) dan Lubricants (pelumas) yang ditujukan kepada industri manufaktur, pertambangan, migas dan transportasi.
Bisnis perdagangan pupuk dilakukan dengan menjadi distributor dari Petrokimia Gresik untuk produk NPK – Granular Costumized dan Pupuk Tunggal (Urea, KCl, DAP), Pupuk Sriwijaya (Pusri), dan Pupuk Kaltim (PKT). Priamanaya juga merupakan distributor semen yang memasarkan produk Semen Gresik Group (Semen Padang, Semen Gresik, dan Semen Tonasa) yang dipasarkan ke daerah Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Kota Dili (Timor Leste).
Karier Politik Bersinar, Pernah Menjabat Menteri Perumahan Rakyat di Era SBY
Ia dilantik menjadi Menteri Perumahan Rakyat pada masa Kabinet Indonesia Bersatu II era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 17 Oktober 2011.
Di masa itu, ia digadang-gadang menjadi salah satu bakal calon Gubernur DKI Jakarta. Namun, ia mundur dari bursa ketika diberi kepercayaan untuk menjabat Menpera periode 2011-2014.
Usai Pemilu 2014, ia terpilih menjadi Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil Munas PPP di Jakarta, menggantikan Suryadharma Ali yang menghadapi kasus korupsi penyelenggaraan haji. Namun, di masa ini konflik internal partai memuncak.
Munas PPP yang lain, yang diselenggarakan di Surabaya, memilih Romahurmuziy, yang sebelumnya menjabat sebagai Sekjen PPP, sebagai Ketua Umum PPP di waktu yang bersamaan. Akibatnya ada dua matahari di dalam tubuh PPP yang saling berseteru.
Namun, Kementerian Hukum dan HAM yang dijabat Yasonna Laoly justru mengakui kepengurusan PPP yang dipimpin oleh Rommy. Pada 2016, kubu Djan Faridz mengajukan gugatan terhadap keputusan itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hasilnya, Djan menang.
Namun, ia dikalahkan dalam kasasi yang diajukan oleh kubu lawan. Dualisme ini berakhir ketika Rommy tersandung kasus korupsi dan jabatannya diisi oleh Suharso Monoarfa, yang mengajak Djan berdamai dan membangun PPP yang solid.
Berkali-kali Disebut dalam Dugaan Korupsi
Mantan Menpera era SBY ini pernah diperiksa sebagai saksi atas dugaan korupsi proyek perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah tahun anggaran 2012 di Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Kupang dan Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Proyek itu merupakan salah satu proyek andalan Kementerian Perumahan Rakyat di masa kepemimpinan Djan Faridz. Saat itu, pemerintah berencana membangun 200 ribu rumah senilai Rp 25 juta per unit di 57 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia.
Meski bernama perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, perumahan itu dibangun untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, PNS, TNI dan POLRI.
Untuk penyelesaian, Kemenpera menugaskan Perum Perumnas untuk membangun perumahan tersebut. Kesepakatan itu melibatkan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perumahan Rakyat, Perum Perumnas, Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan para kepala daerah setingkat wali kota dan bupati.
Pembangunan 200 ribu rumah itu menelan anggaran sebanyak Rp 7 triliun, dengan perhitungan harga pembangunan satu rumah sebesar Rp 35 juta per unit. Tetapi, pembangunan rumah tersebut banyak menemui persoalan.
Di Kota Kupang, misalnya, pemerintah mengucurkan dana sebesar Rp 12 miliar untuk pembangunan 500 unit rumah, namun hanya 100 unit yang terbangun.
Nama Djan Faridz hanya diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi perumahan MBR tersebut. Meski begitu, namanya kembali disebut-sebut dalam kasus dugaan korupsi pelaksanaan haji oleh Kementerian Agama pada 2014.
Saat itu, Djan yang berada dalam satu partai dengan Suryadharma Ali (SDA) diduga mendapatkan proyek itu karena kedekatannya dengan SDA. Dalam kasus korupsi tersebut, SDA dihukum 6 tahun penjara, denda Rp 300 juta subsidair 3 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 1,821 miliar.
SDA dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010-2013 mulai dari penentuan petugas penyelenggara ibadah haji (PPIH), pengangkatan petugas pendamping amirul hajj, pemondokan, dan memanfaatkan sisa kuota haji.
SDA juga terbukti menyelewengkan dana operasional menteri sebesar Rp 1,8 miliar. Hingga persidangan berakhir, Djan Faridz tidak pernah diperiksa sebagai saksi atau tersangka dalam dugaan korupsi SDA tersebut.