Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan disebut salah satu calon wakil presiden yang potensial untuk calon presiden Anies Baswedan. Pria yang akrab disebut Aher tersebut telah berkarier dalam politik sejak 1999 dan dianggap tidak memiliki rekam jejak yang problematik.
Nama Aher mengemuka dalam bursa kandidat cawapres untuk Anies dalam beberapa terakhir. Hal ini berkaitan dengan keputusan Anies untuk menambah kebersihan rekam jejak ke dalam kriteria calon pasangannya.
Anies menyebutnya “kriteria nol.” Menurut petinggi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera, Aher cocok dengan kriteria tambahan tersebut.
Anies sebelumnya telah menetapkan lima kriteria. Kriteria ini terdiri dari bisa berkontribusi ke kemenangan Pemilihan Presiden alias Pilpres 2024, mampu menyolidkan koalisi partai politik, dapat mengefektifkan kerja sama dalam pemerintah, mempunyai visi-misi yang selaras, dan memiliki kecocokan.
“Mudah-mudahan (dalam) beberapa waktu ke depan bisa selesai proses pemilihan bakal calon wakil presiden saya. Sekarang lagi dibahas pemenuhan kriterianya. Kalau lima kriteria sebelumnya, mudah. Tapi kriteria nol ini yang lagi dicari,” kata Anies di acara Indonesia Data and Economic (IDE) Conference di Jakarta Pusat pada 20 Juli 2023.
Selain Aher, ketua umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) juga mewarnai bursa kandidat bakal cawapres untuk Anies. Berbeda dengan Aher, AHY belum pernah mengemban jabat publik yang terpilih.
Dosen yang Terjun ke Politik
Jauh sebelum memperoleh mandat gubernur, Aher berkarier sebagai dosen di sejumlah universitas. Pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat, ini pernah mengajar di Lembaga Dakwah dan Studi Islam Al-Hikmah di Jakarta Selatan, Universitas Ibnu Chaldun di Jakarta Timur, dan Universitas Indonesia di Depok, Jawa Barat.
Aher mengajar setelah memperoleh gelar sarjana dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) di Jakarta Selatan pada 1992 . Pria kelahiran 1966 itu menyelesaikan studi sarjana dengan beasiswa dari pemerintah Arab Saudi.
LIPIA merupakan universitas yang terafiliasi dengan Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud di Riyadh, Arab Saudi. Perguruan tinggi berbasis Islam itu telah meluluskan sejumlah politisi, termasuk Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Anis Matta.
Aher mulai terlibat dalam politik secara institusional ketika ia bergabung ke dalam Partai Keadilan. Partai ini berdiri di tengah transisi rezim pada Juli 1998. Partai yang dibangun oleh aktivis Muslim ini menjadi cikal bakal dari PKS.
Dengan dukungan Partai Keadilan, Aher mulai mengemban jabatan publik pada Agustus 1999 ketika ia memperoleh mandat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta. Ia menjabat sebagai wakil dari warga ibu kota hingga Juni 2008.
Di DPRD DKI Jakarta, karier Aher memuncak ketika politisi PKS ini memegang posisi wakil ketua pada Oktober 2004 hingga Juni 2008. Pada periode ini, PKS dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sama-sama menguasai jumlah kursi terbanyak, yaitu 18.
Bergeser ke Jawa Barat
Aher memangkas masa jabatannya di DPRD DKI Jakarta untuk memimpin Jawa Barat. Pada April 2008, Aher dan pasangan calon wakil gubernur Dede Yusuf memenangkan pemilihan gubernur Jawa Barat dengan pangsa suara 40,5%. Aher memperoleh dukungan bukan hanya dari PKS, tapi juga dari Partai Amanat Nasional (PAN).
Pada Februari 2013, Aher kembali mempertahankan kekuasaannya setelah memenangkan pemilihan kembali dengan pangsa suara 32,4%. Kali ini, ia maju bersama aktor Deddy Mizwar sebagai pasangan calon wakil gubernurnya. Pasangan calon ini memperoleh dukungan dari PKS, Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Bulan Bintang (PBB).
Usai menjabat, Aher sempat menjadi saksi pada 2019 dalam kasus dugaan suap terkait pembangunan kota terencana Meikarta di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin terbukti menerima suap dalam perizinan proyek tersebut. Lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Aher.