Nama Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Jahja Setiaatmadja, menjadi perbincangan setelah menghibahkan delapan juta lembar saham yang ia miliki kepada dua anaknya. Hibah tersebut tercatat pada Jumat (18/8) dengan harga saham Rp 9.250 per lembar.
Dengan jumlah saham tersebut, nominal hibah yang diberikan Jahja kepada dua anaknya, Enrica Ariestia PS dan Elizabeth Ariestia MS, sebesar Rp 74 miliar. Hingga saat ini, Jahja masih memiliki sisa saham sebanyak 32.818.853 lembar atau sekitar 0,027%.
Menjadi Orang Nomor Satu di BCA sejak 2011
Mengutip dari situs web BCA, Jahja Setiaatmadja menjabat Presiden Direktur BCA sejak 2011. Pengangkatannya saat itu berdasarkan RUPS Tahunan 2011 dan mendapatkan persetujuan dari Bank Indonesia pada 17 Juni 2011.
Sebelum menjabat sebagai presiden direktur, Jahja menjabat sebagai wakil presiden direktur dengan tanggung jawab atas bisnis perbankan cabang, divisi treasury, divisi perbankan internasional, dan seluruh kantor perwakilan di luar negeri. Jahja mulai menjabat berbagai posisi manajerial utama di BCA sejak 1990.
Jahja memulai kariernya sebagai seorang akuntan level junior di Price Waterhouse Coopers (PWC) pada 1979. Sebagai alumnus Departemen Akuntansi Universitas Indonesia, berkarier di biro akuntan besar menjadi keniscayaan bagi Jahja yang mampu menyelesaikan kuliah hanya dalam waktu 4,5 tahun saat itu.
Dari kantor akuntan, ia berpindah ke korporasi. Pada 1980, Jahja meneruskan karier sebagai akuntan di PT Kalbe Farma. Kariernya terus berkembang hingga ia mampu menduduki level Direktur Keuangan di usia yang tergolong masih sangat muda, 33 tahun.
Pada 1989, ia 'dibajak' oleh PT Indomobil. Di sana, lagi-lagi ia dipercaya untuk mengurusi bagian keuangan. Ia menempati posisi Direktur Keuangan Indomobil hingga 1990.
Setahun berkarier di Indomobil, ia ditawari untuk mengurusi Bank BCA, bisnis Grup Salim yang lain. Jahja menerima tawaran tersebut meskipun ia harus turun pangkat menjadi Wakil Kepala Divisi Keuangan Bank BCA.
Namun, pada 1996 ia mendapatkan promosi menjadi Kepala Divisi Treasury dan terus menanjak hingga mendapatkan posisi sebagai Direktur Bank BCA pada 1999. Prestasinya dianggap moncer ketika BCA berada di bawah Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) karena nyaris ambruk.
Dalam sejarah perjalanan BCA, bank swasta dengan kapitalisasi pasar terbesar di Indonesia ini pernah nyaris bangkrut karena adanya rush money dan penjarahan besar-besaran dalam peristiwa 1998. Pada 28 Mei 1998, BCA diambil alih oleh BPPN untuk menyelamatkannya agar tidak memberikan efek domino yang lebih besar kepada perekonomian negara.
Karier Jahja terus menanjak hingga ia diangkat menjadi Wakil Presiden Direktur dan ditunjuk menjadi Presiden Direktur BCA sejak 2011. Pada 2021 lalu, dalam RUPS Tahunan BCA, ia kembali ditunjuk untuk memegang kendali sebagai Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk untuk masa lima tahun.