Profil Pembangkit Nuklir Fukushima, Heboh Buang Limbah ke Laut

ANTARA FOTO/REUTERS/Athit Prawongmetha/wsj/dj
Athit Prawongmetha Opsir polisi mengadakan operasi pencarian sisa jasad mereka yang hilang saat terjadi gempa dan tsunami pada 11 Maret 2011 di Namie, perfekur Fukushima, Jepang, Rabu (11/3/2020).
Penulis: Dini Pramita
25/8/2023, 14.26 WIB

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima mulai membuang limbah cair ke Samudra Pasifik pada Kamis (24/8), di tengah berbagai protes yang mengadang. Mengutip Reuters, operator pabrik Tokyo Electric Power (Tepco) 9501 mengatakan pembuangan dilakukan pada pukul 13.03 waktu setempat.

Volume limbah yang dibuang di awal sebanyak 7.800 meter kubik atau setara dengan tiga kolam renang standar Olimpiade. Pembuangan tersebut dijdawalkan berlangsung selama 17 hari.

Menurut Tepco, butuh waktu sekitar 30 tahun untuk membuang seluruh limbah cair dari pembangkit Fukushima Daiichi sebanyak 1,9 juta ton. Seluruh limbah itu akan diproses melalui penyaringan dan pengenceran sebelum dibuang ke laut.

Tepco mengklaim, limbah yang mengandung tritium tersebut aman dengan kandungan radioaktif sebesar 63 becquerel (Bq) tritium per liter. Angka tersebut berada di bawah ambang batas tritium yang dibuat pedomannya oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 10 ribu Bq per liter.

Becquerel adalah satuan nilai untuk mengukur tingkat keaktifan senyawa radioaktif. Sedangkan tritium merupakan isotop radioaktif hidrogen yang dihasilkan dari proses di reaktor nuklir. Tritium merupakan salah satu kontaminan yang membuat khawatir pakar nuklir di beberapa negara.

PERINGATAN 9 TAHUN BENCANA FUKUSHIMA (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/ama.)

Pembangkit Fukushima, Hadirkan Bencana usai Diterjang Gempa Bumi dan Tsunami

Tsunami besar yang dipicu gempa bumi berkekuatan 9,1 magnitudo mengguncang Jepang. Gempa bumi yang berpusat di 43 mil lepas pantai timur laut Honshu, pulau terpadat di Jepang, merupakan gempa terbesar dalam sejarah Negeri Sakura tersebut.

Gempa dan tsunami tersebut mendatangkan bencana kedua. Gelombang tsunami memporak-porandakan PLTN Fukushima yang berada di pantai timur Jepang. Pemerintah Jepang memberlakukan darurat nuklir dan mengevakuasi penduduk yang tinggal dalam radius 1,9 mil atau sekitar tiga kilometer dari PLTN.

Selama keadaan darurat, tiga reaktor nuklir dimatikan, tetapi terdapat kegagalan sistem pada daya cadangan dan sistem pendinginan. Akibatnya reaktor 1 meledak pada 12 Maret 2011, disusul reaktor 3 yang meledak pada 14 Maret 2011.

Sehari setelah ledakan tersebut, reaktor 2 ikut meledak yang melepaskan lebih banyak radiasi. Pemerintah Jepang lantas memutuskan untuk memperluas batas evakuasi menjadi 30 km.

Komisi Investigasi Independen Kecelakaan Nuklir Fukushima (NAIIC) pada 5 Juli 2012 menyatakan penyebab kecelakaan sesungguhnya telah lama diketahui oleh TEPCO. NAIIC menyatakan operator tersebut gagal memenuhi persyaratan keselamatan dasar seperti risiko penilaian, persiapan untuk mendapatkan kerusakan bangunan, dan pengembangan rencana evakuasi.

Pada 12 Oktober 2012, TEPCO akhirnya mau mengakui kegagalan untuk mengambil tindakan yang diperlukan. Bencana di Fukushima tersebut tercatat sebagai bencana nuklir terbesar kedua setelah Chernobyl, dengan kategori 7 dari Skala Kejadian Nuklir Internasional.

Sejak itu, PLTN Fukushima berhenti beroperasi. Reaktor nuklir dalam PLTN ini akan dinonaktifkan secara bertahap pada 2041 dan 2051.

Pada Juli 2016, TEPCO melaporkan mereka gagal mengoptimalkan dinding beku sebagai penghalang untuk mencegah kontaminasi lebih lanjut terhadap air tanah. Mereka menyatakan secara teknis tidak mampu menghalangi air tanah untuk bercampur dengan air yang mengandung radioaktif di dalam bangunan reaktor.

Reaksi Protes dari Cina dan Korea Selatan

Protes keras datang dari Pemerintah Cina yang menyatakan sikap pemerintah Jepang tersebut sangat egois dan tidak bertanggung jawab. "Mereka meluncurkan pembuangan limbah secara paksa, menempatkan kepentingan egoisnya sendiri di atas kesejahteraan seluruh umat manusia," kata juru bicara keselamatan nuklir Cina, Kamis (24/8).

Pemerintah Cina menyatakan akan memantau secara ketat tingkat radiasi di wilayah perairannya setelah pembuangan ini dan menyatakan menghentikan ekspor makanan laut dari Jepang.

Pernyataan ini ditangkis oleh kementerian luar negeri Jepang yang menyatakan kadar radioaktif dalam limbah itu sudah dalam level yang aman. Otoritas Tokyo dan TEPCO mengatakan klaim Cina tersebut tidak berdasar secara ilmiah.

Belakangan Jepang meminta agar Cina segera mencabut larangan impor tersebut. "Jepang mengupayakan jalur diplomasi untuk menjawab kekhawatiran mengenai dampak pelepasan air berdasarkan ilmu pengetahuan," kata Perdana Menteri Fumio Kishida seperti dikutip dari Reuters.

Cina merupakan pasar ekspor produk kelautan terbesar dari Jepang dengan nilai ekspor sebesar US$ 600 juta pada 2022. Hong Kong, yang ikut membatasi impor dari Jepang, berada di urutan kedua setelah Cina.

Selain Cina dan Hong Kong, rakyat Korea Selatan menyatakan kekhawatiran serupa yang disampaikan lewat beberapa kali aksi demonstrasi. Perdana Menteri Korea Selatan Han Duck-soo mengatakan pemerintah akan melarang impor produk makanan laut dari sekitar wilayah Fukushima. Larangan tersebut akan dipertahankan hingga kekhawatiran masyarakat mereda.