Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) pada 2011-2021.
"Menetapkan serta mengumumkan tersangka GKK alias KA selaku Direktur Utama PT Pertamina (Persero) tahun 2009-2014," kata Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri dikutip dari Antara, Selasa (19/9).
Karen akan menjalani penahanan selama 20 hari di Rutan KPK guna kepentingan penyidikan. Penahanan ini terhitung sejak 19 September 2023 sampai 8 Oktober mendatang.
KPK menduga kasus korupsi tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar US$ 140 juta atau sekitar Rp 2,1 triliun.
Karier Karen Agustiawan
Galaila Karen Kardinah atau yang dikenal sebagai Karen Agustiawan merupakan perempuan kelahiran Bandung, 19 Oktober 1958. Dia merupakan putri dari seorang delegasi pertama Indonesia untuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan mantan Presiden Biofarma bernama Sumiyatno.
Karen menikah dengan Herman Agustiawan, mantan pegawai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang kini bekerja di Dewan Energi Nasional. Bersama Herman, Karen dikaruniai tiga orang anak laki-laki.
Perempuan berusia 64 tahun tersebut lulus sarjana Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1983. Setelah menamatkan pendidikan di ITB, Karen meniti kariernya dalam bidang energi, minyak, dan gas.
Awalnya, dia bekerja sebagai analis dan programmer pemetaan sistem eksplorasi pada perusahaan Mobil Oil Indonesia pada 1984 sampai 1986. Masih di perusahaan yang sama, Karen kemudian berpindah posisi pada bagian seismic processor dan quality controller. Saat memegang peran ini, ia terlibat beberapa proyek seismik, mulai dari Rokan, Sumatra Utara, hingga blok migas di Madura.
Puas dengan kinerja Karen, Mobil Oil lalu menempatkan dirinya pada kantor pusat yang berada di Dallas, Texas, Amerika Serikat (AS). Ia saat itu menjadi seismic processor serta seismic interpreter pada beberapa proyek internasional yang berjalan pada 1989 hingga 1992.
Setelah itu, melansir dari KompasTV, Karen kembali menjadi bagian Mobil Oil Indonesia. Dia menduduki kursi pimpinan proyek eksplorasi yang menggarap seluruh aplikasi studi geologi dan geofisika (G&>) serta infrastruktur hingga 1996.
Hengkang dari Mobil Oil Indonesia, Karen berpindah kerja pada CGG Petrosystem Indonesia. Dia menjabat sebagai produk G&> dan penerapan manajemen data.
Tirto.id menulis, Karen juga pernah menjadi bagian dari Landmark Concurrent Solusi Indonesia menjadi business development manager pada 1998 hingga 2002. Usai empat tahun bekerja di sana, Karen memutuskan untuk pindah ke Halliburton Indonesia sebagai commercial manager for consulting and project management dari 2002 sampai 2006.
Perjalanan karier Karen lalu berlabuh di Pertamina pada 2006. Berdasarkan catatan Tempo, Karen kala itu menjabat sebagai staf ahli bisnis hulu untuk Direktur Utama PT Pertamina Ari Soemarno.
Karen lalu mengalami kenaikan jabatan menjadi direktur hulu pada 5 Maret 2008. Kariernya kian bersinar di Pertamina. Hanya berselang setahun dia diberikan kepercayaan dari para pemegang saham untuk menduduki kursi pimpinan tertinggi pertamina sebagai direktur utama.
Pada 2014 Karen memutuskan beranjak dari kursi pimpinan Pertamina. Menurut Tempo, hal ini disebabkan karena dirinya menerima tekanan politik. Kendati demikian, Karen berulang kali menepis kabar tersebut.
Tuntas dengan perannya dalam memimpin Pertamina, Karen memutuskan untuk berkarier dalam bidang pendidikan. Ia menjadi pembicara pada sejumlah seminar di Harvard Kennedy School of Government (HKS), Boston, Amerika Serikat.
Tersangka Dugaan Korupsi Pengadaan LNG
Dalam gelar perkara yang disampaikan saat pengumuman tersangka, Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan, perkara korupsi tersebut diduga berawal sekitar 2012. Saat itu Pertamina memiliki rencana untuk mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia.
Perkiraan defisit gas akan terjadi di Indonesia pada kurun waktu 2009 hingga 2040 sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PLN, industri pupuk, dan petrokimia di Indonesia.
Karen yang saat itu menjabat sebagai bos Pertamina kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri. Antara lain Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat.
Ia diduga secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian dengan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh. Selain itu, ia tidak melaporkan pada dewan komisaris Pertamina.
Berdasarkan informasi dari sejumlah saksi yang telah dipanggil, KPK menyimpulkan saat itu Karen tidak melaporkan rencana kebijakan itu pada dewan komisaris Pertamina. Pelaporan tidak dilakukan untuk menjadi bahasan di lingkup rapat umum pemegang saham, termasuk pada pemerintah.
“Akibatnya tindakan Karen tidak mendapat persetujuan pemerintah saat itu,” ujar Firli.
Buntut keputusan tersebut, kargo LNG milik Pertamina yang dibeli dari perusahaan CCL menjadi tidak terserap di pasar domestik. Akibatnya, terjadi kelebihan pasokan dan tidak pernah masuk ke Indonesia. Kondisi tersebut kemudian membuat Pertamina menjual rugi LNG di pasar internasional.
Firli menyatakan perbuatan Karen telah bertentangan dengan akta pernyataan keputusan RUPS tanggal 1 Agustus 2012 tentang anggaran dasar Pertamina. Tindakan itu juga bertentangan dengan Peraturan Menteri BUMN tertanggal 3 September 2008, Peraturan Menteri BUMN tertanggal 1 agustus 2011 dan Peraturan Menteri Negara BUMN tentang pedoman kerja sama BUMN.
Perbuatan Karen menurut Firli menyebabkan timbulnya kerugian negara sebesar US$ 140 Juta dolar atau setara dengan Rp 2,1 triliun. Atas perbuatan itu Karen disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.