Profil Rahmah El Yunusiyah, Pendiri Sekolah Islam Perempuan Pertama di Indonesia
Presiden Prabowo Subianto resmi memberi gelar pahlawan nasional bagi sepuluh tokoh dari berbagai daerah, Senin (10/11). Salah satu yang mendapat gelar adalah Hajjah Rahmah El Yunusiyah dari Sumatra Barat.
Berikut ini profil Rahmah El Yunusiyah yang dikenal sebagai pendiri sekolah perempuan pertama pada masa pendudukan Belanda, yaitu Diniyyah Puteri School. Seperti dikutip dari jurnal "Kesetaraan Pendidikan Perspektif Rahmah El-Yunusiyah" yang ditulis oleh Firmansyah pada 2022, Rahmah mendirikan pondok pesantren khusus putri ini di kota kelahirannya, Padang Panjang, pada November 1923.
Rahmah lahir tahun 1900 di Nagari Bukit Surungan (sekarang Kelurahan Bukit Surungan) di Padang Panjang, Sumatra Barat.
Ia berasal dari keluarga terpandang. Ayahnya adalah seorang qadhi (hakim dalam hukum Islam) dan ahli ilmu falak di Pandai Sikat. Kakek Rahmah adalah ulama dan tokoh tarekat Naqsyabandiyah yang terkenal di Tanah Minang. Latar belakang keluarganya ini membuat Rahmah giat belajar, termasuk kepada sejumlah ulama terkenal di Minangkabau.
Meski begitu, Rahmah prihatin karena melihat pendidikan di Sumatra Barat tidak terjamah oleh kelompok perempuan. Rahmah berpandangan perempuan harus mendapatkan akses pendidikan yang sama layaknya laki-laki.
Mendirikan Diniyyah Puteri dan Sekolah-Sekolah Lain
Berdasarkan jurnal ‘Peran Rahmah El Yunusiyah dalam Pendidikan Islam Modern di Indonesia’ (Nuraeni et al., 2022), Rahmah baru berusia 23 tahun ketika mendirikan sekolah khusus perempuan yang dikenal sebagai Diniyyah Puteri.
Diniyyah Puteri menggabungkan sistem pendidikan tradisional dengan sistem pendidikan modern yang Rahmah dapatkan saat bersekolah di Sekolah Diniyyah. Ia didukung kakak tertuanya, Zainuddin Labay El-Yunusiy, yang juga adalah pendiri Sekolah Diniyyah pada 1915.
Rahmah bertekad Diniyyah Puteri akan mengikhtiarkan penerangan agama dan meluaskan kemajuan kepada perempuan-perempuan yang selama ini hanya mendapatkan pendidikan agama Islam secukupnya dibandingkan kelompok laki-laki.
Pada tahun pertama sekolah berdiri, murid Diniyah Puteri mencapai 71 orang. Mayoritas berasal dari perempuan yang telah berkeluarga.
Hingga kini, semangat Rahmah untuk meningkatkan pendidikan kaum muslimah diteruskan di beberapa wilayah lain. Selain di Kota Padang Panjang, nama dan pola pendidikan Diniyyah Puteri juga ditemukan di sejumlah kota lain seperti Jakarta, Pekanbaru, Lampung, Jambi, bahkan sampai ke luar negeri, seperti di Malaysia dan Singapura.
Setahun setelah mendirikan Diniyyah Puteri, Rahmah mendirikan sekolah khusus perempuan buta huruf yang dinamai Menyesal School. Pada tahun-tahun berikutnya, ia juga mendirikan sekolah kejuruan tenun hingga sekolah guru untuk perempuan.
Karena itu, Rahmah dijuluki salah satu reformator pendidikan perempuan tanah air. Rahmah bahkan dianugerahi gelar kehormatan tertinggi ‘Syaikhah’ dari Universitas Al-Azhar Mesir.
Aktif Memperjuangkan Kemerdekaan
Selain di bidang pendidikan perempuan, Rahmah juga aktif dalam politik dan perjuangan kemerdekaan.
Pada masa kependudukan Jepang, ia bersama teman-temannya mendirikan organisasi sosial politik Anggota Daerah Ibu (ADI). Organisasi ini menentang pengerahan perempuan Indonesia, terutama di Sumatra Utara, sebagai jugun ianfu atau perempuan ‘penghibur’ bagi tentara Jepang.
Presiden Soekarno lantas sempat memasukkan namanya dalam Anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) setelah proklamasi kemerdekaan 1945. Rahmah kemudian terlibat dalam pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Sumatra Barat.
Dalam pergerakan politik, Rahmah adalah salah satu pendiri Partai Masyumi di Minangkabau. Ia bahkan sempat menjadi anggota Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Masyumi di Jakarta pada 1952 hingga 1954.
Pada Februari 1969, Rahmah wafat di kota kelahirannya Padang Panjang pada usia 68 tahun. Pada 2013 atau 44 tahun setelahnya, Rahmah dianugerahi tanda kehormatan Bintang Mahaputra Adipradana. Penghargaan ini diberikan kepada mereka yang dinilai secara luar biasa telah menjaga keutuhan dan kelangsungan tanah air.
Tahun ini, Rahmah menjadi salah satu perempuan yang mendapat gelar pahlawan nasional tahun ini selain Marsinah. Untuk diketahui, pemberian gelar ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden RI 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, sekaligus bertepatan dengan Peringatan Hari Pahlawan 2025.