Menilik Sejarah Gula di Indonesia, Komoditas yang Bikin Betah Penjajah

Universitas Leiden, Belanda
Ilustrasi, pabrik gula di Cirebon tahun 1823
Penulis: Fathnur Rohman
Editor: Agung
28/9/2022, 18.11 WIB

Wacana cukai minuman berpemanis kembali mencuat. Terutama pasca viralnya polemik somasi yang dilayangkan manajemen Es Teh Indonesia kepada salah satu konsumennya.

Pemberian somasi tersebut merupakan buntut dari keluhan konsumen yang menilai rasa dari salah satu produk Es Teh Indonesia terlalu manis. Usai somasi itu dilayangkan, banyak netizen di Twitter yang terpancing untuk berkomentar.

Minuman berpemanis sendiri memiliki bahan dasar gula. Entah itu gula pasir atau bahan lainnya yang terbuat dari gula.

Sejak dahulu gula memang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat, khususnya di Indonesia. Sebab ada banyak sekali olahan makanan dan varian minuman yang menggunakan bahan tersebut.

Di sisi lain secara historis gula memang menjadi komoditi unggulan di Indonesia. Bila ditarik mundur kebelakang, keberadan pabrik gula memiliki peran krusial terhadap munculnya sarana transportasi saat ini yakni kereta api.  

Lantas bagaimana sejarah gula di Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari simak ulasan ringkasnya di bawah ini.

Sejarah Singkat Penyebaran Gula di Dunia

TARGET GILING TEBU PTPN X (ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/tom.)

 

Gula adalah salah satu komoditi tertua di dunia. Penggunaan gula sebagai bahan pemanis minuman dan makanan bahkan sudah ada sejak ribuan tahun lalu.

Secara umum terdapat beberapa jenis gula yang diperoleh dari proses alami. Misalnya seperti gula pasir yang berasal dari sari tebu kemudian dikristalkan. Lalu ada gula merah yang terbuat dari nira pohon aren.

Tidak ada catatan atau bukti arkeologi yang menunjukan kapan dan siapa yang pertama kali menanam tebu sebagai bahan dasar pembuatan gula. Akan tetapi, menurut The Sugar Assocation, proses domestikasi tebu pertama mungkin saja dilakukan oleh penduduk asli Papua Nugini. 

Pada saat itu banyak orang-orang Polinesia yang mengunyahnya mentah-mentah.

Mengutip World History.org, diperkirakan sekitar 3.000 tahun yang lalu masyarakat India di bawah Dinasti Gupta mulai memeras tebu dan mengolahnya menjadi gula pasir. Sayangnya, proses pembuatannya dirahasiakan. 

Barulah ketika penguasa Kekaisaran Achaemenid Persia Darius I menginvasi India pada 510 SM, teknologi pembuatan gula dibawa dan mereka mulai memproduksi gula mereka sendiri.

Semenjak saat itu, banyak peradaban di dunia mulai membuat gula. Cina misalnya, pada tahun 600 Masehi mengembangkan penanaman tebu pertamanya dengan menggunakan teknologi yang diperoleh dari India. Banyak ahli percaya penyebaran gula ke berbagai belahan dunia tidak lepas dari berkembangnya kerajaan Romawi. 

Pada tahun 1099, gula tercatat pertama kali masuk di Inggris. Di masa tersebut gula dianggap sebagai barang mewah yang disebut emas putih.

Semakin besarnya minat orang Eropa terhadap gula, membuat komoditas ini menjadi produk perkebunan unggulan untuk diekspor. Dalam buku The History of Sugar: Volume One, sekitar tahun 1480 – 1540 M para penjelajah Portugis membawa tebu sebagai bahan dasar pembuatan gula ke Brasil.

Seiring berjalannya waktu, gula menjadi komoditas yang sangat populer. Antara tahun 1710 – 1770 M, gula mewakili 20% komoditi yang diekspor ke Eropa.

Industri Gula Era Hindia Belanda

MUSIM BUKA GILING 2021 (ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/foc.)

 

Sejarah gula di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari praktek kolonialisme Belanda dan negara lainnya. Bahkan, bumi nusantara yang dulu bernama Hindia Belanda pernah menjadi wilayah dengan produksi gula terbesar.

Dalam jurnal The sugar industry of colonial Java and its global trajectory, disebutkan bahwa dari tahun 1870 sampai akhir abad ke-19, Jawa secara konsisten merupakan produsen sekaligus eksportir gula tebu terbesar kedua di dunia setelah Kuba. 

Mengutip laman resmi LP2M Universitas Jember, kegiatan ekspor gula dari Hindia Belanda tercatat dilakukan di Batavia oleh VOC. Sayangnya, belum ada literatur yang menyebutkan kalau pembuatan gula Kristal dilakukan di daerah tersebut.

Namun demikian, ada indikasi bahwa pembuatan gula kristal di Indonesia pertama kali dilakukan di wilayah Banten. Masih mengacu pada sumber yang sama, hal tersebut berangkat dari adanya batu silinder di Museum Banten Lama dan lukisan peta Kota Banten tahun 1595. 

Ketika Belanda datang ke Indonesia dan mulai melakukan koloni di Pulau Jawa, kebun-kebun tebu monokultur mulai dibuka. Menukil dari jurnal Dinamika Industri Gula Sejak Cultuurstelsel Hingga Krisis Malaise Tahun 1830 – 1929, pembukaan kebun tebu secara masif dilakukan saat kebijakan sistem tanam paksa diberlakukan. Imbasnya gula menjadi motor penggerak masuknya pundi-pundi keuntungan ke kas negara kolonial.

Pada tahun 1835, sudah banyak pabrik gula yang dibangun di Jawa. Sebagai contoh, di tahun tersebut Buduran, Waru, Karang Bong. Tiga tahun berselang, didirikan juga pabrik di daerah Candi, Watutulis, Balong Bendo, dan Gedek.

Sistem tanam paksa atau Cultuurstelsel sendiri membawa penderitaan bagi pribumi. Khususnya para petani khususnya di Jawa yang sengsara. Bayangkan saja, di tengah meningkatnya nilai ekspor gula di tahun 1840 yang mencapai 74,2 gulden, kesejahteraan petani justru terabaikan.

Sementara itu dikutip dari buku Jalur Gula Kembang Peradaban Lama Kota Semarang, pada 1860-an, Kuba sebagai negara produsen gula terbesar telah memiliki 77 pabrik yang dilengkapi dengan teknologi vaccuum pan. Sedangkan di Jawa, tidak kurang dari 55 pabrik yang memiliki alat tersebut.

Setelah sistem tanam paksa digantikan oleh kebijakan agraris wet di tahun 1870, pihak swasta akhirnya ikut masuk ke dalam industri gula. Sehingga produksi gula meningkat pesat, namun kehidupan petaninya tetap nelangsa.

Beranjak pada periode 1900 - 19300, industri gula di tanah Jawa mengalami puncak kejayaannya. Tercatat di tahun 1929 setidaknya 164 pabrik sudah berdiri dengan produksi gula mencapai 2,9 juta ton.

Lambat laun industri gula di Indonesia mulai diambil alih oleh pemerintah. Sejak masa kemerdekaan tepatnya tahun 1951 banyak pabrik gula warisan Belanda dinasionalisasi.

Semenjak saat itu, pemerintah Indonesia memegang peran untuk keberlangsungan industri gula nasional.

Kondisi Industri Gula di Indonesia Saat Ini

Produksi gula di Indonesia saat ini masih terus berjalan. Bahkan angka produksinya meningkat.

Merujuk databoks, berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi gula tebu perkebunan besar mencapai 1.033,3 ton pada 2021. Angka ini meningkat bila dibandingkan tahun 2020 yang hanya sebesar 975,6 ton. 


Pada data tersebut, hasil yang dicatat merupakan produksi gula tebu yang berasal dari perkebunan yang diselenggarakan atau dikelola secara komersial oleh perusahaan yang berbadan hukum. 

Demikianlah pembahasan seputar sejarah gula di Indonesia. Jika dilihat dari data di atas, produksi dan aktivitas industri gula masih berjalan. Akan tetapi, produksi gula tebu perkebunan besar ini sangat jauh dibawah kebutuhan gula nasional pada tahun 2021.