Mengenal BAKTI Kominfo, Terseret Kasus Korupsi di Kejagung

ANTARA FOTO/IGGOY EL FITRA
Teknisi memperbaiki perangkat di Base Transceiver Station (BTS) salah satu provider seluler di Bungus Teluk Kabung, Padang, Sumatera Barat, Senin (12/8/2019). Data Pemprov Sumbar, ada 124 BTS yang akan dibangun Badan Aksebilitas Telekomunikasi dan Informatika (BAKTI) dengan target merdeka sinyal 2020.
Penulis: Sorta Tobing
5/1/2023, 14.39 WIB

Kejaksaan Agung menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus korupsi pembangunan infrastruktur base transceiver station (BTS) di Kementerian Komunikasi dan Informatik (Kominfo). Para tersangka diduga melakukan rekayasa dalam perencanaan dan pelelangan proyek sehingga membuat persaingan tidak sehat.

Ketiga tersangka itu adalah Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Tbk (MORA) Galumbang Menak, Direktur Utama BAKTI Kementerian Kominfo Anang Achmad Latif, dan Tenaga Ahli Human Development (Hudev) Universitas Indonesia Yohan Suryanto.

Direktur Penindakan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi mengatakan penatapan tersangka ini berdasarkan dua alat bukti. “Tim penyidik telah meningkatkan penyidikan umum ke khusus dengan menetapkan tiga orang tersangka,” katanya, dikutip dari Antara, Kamis (5/1). 

Kasus ini menyorot peran BAKTI alias Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Kominfo. Apa tujuan pembentukan badan ini?

Apa itu BAKTI Kominfo?

BAKTI semula bernama Balai Telekomunikasi dan Informatika Pedesaan (BTIP) dan lahir pada 2006. Keberadaannya, melansir situs resminya, sesuai nomenklatur yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 35/PER/M.Kominfo/11/2006. 

Pada 19 November 2010, BTIP bertransformasi menjadi Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI). Badan ini menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum (BLU) pada 2017. 

Lalu pada 2018, namanya berubah menjadi BAKTI. Salah satu tujuan mengganti nama badan layanan umum ini adalah untuk meningkatkan tata kelola dan profesionalitas. 

Tugas utamanya, memeratakan akses telekomunikasi dan informatika di seluruh Indonesia. BAKTI merupakan unit organisasi non-eselon di Kementerian Kominfo sehingga bertanggung jawab kepada menteri dan dipimpin oleh direktur utama. 

Visi BAKTI yaitu menjembatani kesenjangan digital untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Misinya adalah memberikan layanan kewajiban pelayanan universal (KPU/universal service obligation) yang berkualitas dan tepat sasaran dalam rangka mengatasi kesenjangan digital di negara ini.

Merdeka Sinyal 2020 (ANTARA FOTO/IGGOY EL FITRA)

Proyek BAKTI Kominfo

Salah satu proyek yang BAKTI kerjakan adalah pembangunan penyediaan pembanguan BTS 4G di 7.904 lokasi di dalam sembilan paket area kerja. Fokusnya adalah wilayah terluar, tertinggal, dan terpencil (3T) di Indonesia. 

Area pertama ada Sumatera. Area kedua, Nusa Tenggara. Area ketiga, Kalimantan. Area keempat, Sulawesi. Area kelima, Maluku. Area keenam, Papua Barat. Area ketujuh, Papua Tengah Barat. Area kedelapan, Papua Tengah Utara. Area kesembilan, Papua Timur Selatan. 

Area satu dimenangkan oleh PT XL Axiata Tbk. Sedangkan sisanya digarap oleh PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel). Perjanjian kerja sama antara badan layanan umum atau BLU BAKTI dengan para operator berlaku sepanjang 10 tahun.  

Skema kerja samanya, untuk aspek pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur BTS 4G serta penyediaan lahan menjadi tanggung jawab BLU BAKTI. Untuk penyediaan layanan 4G kepada pelanggan, termasuk operasi dan pemeliharaan layanan, menjadi tanggung jawab mitra operator seluler terpilih. 

Proyek itu diinisiasi sejak akhir 2020 terbagi atas dua tahap untuk 7.904 titik blankspot. Tahap pertama ditargetkan di 4.200 lokasi dan rampung pada 2022. Sisanya akan selesai pada 2023. 

Target proyek ini adalah mendorong 9.133 desa di wilayah 3T terkoneksi internet. “Jika masyarakat mau memanfaatkan teknologi dan melakukan on-boarding usaha ke ranah digital, maka akan semakin memperkuat perekonomian dan daya saing Indonesia,” kata Direktur Utama BAKTI Anang Latif pada Januari 2022.  

Sebagai informasi, pemerintah menyiapkan sejumlah proyek membangun infrastruktur digital untuk memperluas jangkauan internet di Indonesia. Alokasi anggarannya pada 2019 sekitar Rp 7 triliun. Tahun berikutnya Rp 10 triliun. Pada 2022 mencapai Rp 25 triliun.